"Hello, Guys! Hari ini gue mau bahas beberapa rekomendasi perawatan kulit yang cocok untuk remaja. Berdasarkan pengalaman gue aja, ya, kalau masih remaja jangan pake yang macem-macem dulu. Karena kulit remaja itu masih rawan banget kalau dipakein bahan-bahan kimia dari sabun muka, krim pencerah, bedak dan lain sebagainya."
Rembulan memerhatikan layar laptop milik Pita dengan saksama. Mendengarkan perkataan sang beauty vlogger membuat Rembulan hanya memfokuskan atensinya pada layar laptop. Dua puluh menit berlalu dan ini adalah beauty vlogger ke tiga yang Rembulan dan teman-temannya tonton. Mereka sedang berada di perpustakaan, menghabiskan jam istirahat di sana. Terlebih lagi karena pusat wi-fi ada di perpustakaan yang bisa menghubungkan laptop milik Pita dengan internet.
Di tempat yang paling pojok, terhalang oleh rak, tempat paling strategis untuk mereka agar tidak ketahuan oleh guru bahwa mereka sedang menonton YouTube.
"Gimana, Lan?" tanya Yura ketika video sudah selesai ditonton. "Ada pencerahan? Menurut gue sih video yang tadi bagus. Dia ngejelasin sesuai pengalamannya waktu remaja gitu. Muka lo, kan, tipe kulit berminyak. Sama kayak vlogger yang tadi. Ya, siapa tau aja cocok sama lo, Lan." ujar Yura lagi membuat Pita mengangguk setuju.
"Iya, Lan. Kalau merek yang itu ada kok di setiap minimarket. Harganya juga nggak begitu mahal. Pulang sekolah gue anter deh kalau lo emang mau beli." tambah Pita dengan tatapan yang masih terfokus pada laptopnya. "Ini, mau bonton lagi atau gimana, Lan?"
"Udah, Ta. Udah mau bel juga. Yang tadi boleh juga sih. Yaudah, nanti anter gue ya, Ta. Lo mau ikut, Ra?" tanya Rembulan.
Mereka bersiap untuk keluar perpustakaan. Rembulan memakai sepatu dan mengikat talinya. Namun, sepatu sebelah kiri milik Rembulan tidak sengaja terpental oleh siswa yang berlari ke luar perpustakaan. Rembulan mendengkus, dia mengambil sepatunya yang berjarak dua meter. Rembulan kesulitan mengambil sepatunya.
Rembulan mendumel, bisa-bisanya siswa tadi berlari tak memedulikan sekitar sampai sepatu milik Rembulan terpental.
Sepatu converse hitam di hadapannya membuat Rembulan mengalihkan netranya. Rembulan yang hendak mengambil sepatunya, mendongak melihat Bintang sedang berbincang dengan temannya dari jarak satu meter. Rembulan menelan saliva, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Rembulan kembali menunduk, tidak berani menatap wajah laki-laki itu.
Hingga langkah kaki Bintang melewatinya begitu saja menuju perpustakaan. Akhirnya Rembulan bisa bernapas lega. Dikenali oleh Bintang adalah hal yang tak pernah Rembulan bayangkan. Meski dulu mereka pernah berada dalam satu ruangan MOS yang sama, tapi hanya berlangsung tiga hari selama MOS saja. Setelahnya, Bintang dan Rembulan tidak berada dalam satu kelas yang sama. Maka, Rembulan juga tidak yakin bahwa Bintang masih mengenalinya atau tidak. Namun yang pasti, Rembulan selalu ingat dengan Bintang.
"Ciye!" seru Yura dan Pita bersamaan ketika mereka sudah berada di samping Rembulan. "Nyapa dong, Lan. Berani, jangan diem di tempat gitu aja." ujar Yura ketika Rembulan usai mengenakan sepatunya.
"Nggak mungkin kayaknya gue bisa deket sama dia. Lo berdua tahu, dia itu emasnya sekolah. Mana mau kenalan sama rakyat jelata yang nggak ada apa-apanya dibandingkan siswi lain?"
"Ah, pesimis mulu lo, Lan."
"Bukan pesimis, Ra. Tapi gue berusaha untuk realistis dan berpikir logis aja. Mana ada sih orang yang nyaris sempurna kayak si dia bisa bales suka sama gue. Ya, kalau sukanya sama lo atau Pita sih masih oke. Kalian berdua, kan, lebih oke dibandingkan gue." ujar Rembulan lagi ketika mereka sudah berjalan di koridor.
"Nggak apa-apa, Lan. Lo tenang aja. Sejauh apa pun jarak di antara lo dan Bin-"
"Plis, Ta. Jangan sebut namanya."
"Oke, si dia. Sejauh apa pun jarak di antara lo dan si dia, kalau emang udah berjodoh pasti akan dipertemukan dengan cara apa pun juga, Lan. Gue yakin, orang-orang yang mandang lo sebelah mata bakalan nyesel ketika nanti lo mulai berubah. Lo harus semangat, Lan. Gue tahu itu nggak mudah. Tapi, justru yang luar biasa itu adalah ketika lo tahu itu nggak mudah, tapi lo tetap berusaha melewatinya dengan ikhlas. Ketika lo tahu itu akan sulit, tapi lo tetap berusaha untuk melakukan sesuatu yang terbaik." ujar Pita panjang kali lebar membuat Yura bertepuk tangan.
"Wow! Gue tercengang sama ucapan lo, Ta!" seru Yura membuat Rembulan terkekeh.
"Woi, chocoball!" Panggilan keras itu membuat Rembulan menghentikan langkahnya.
Chocoball, panggilan untuk Rembulan dari orang-orang yang selalu mengejek dan memandang fisiknya buruk. Bahkan ada yang mengatakan bola berjalan, gentong, galon, dan hinaan menyakitkan di telinga Rembulan.
"Wih, chocoball mau ke mana, nih?" seru salah satu lelaki yang Rembulan ketahui bahwa dia adalah teman Pelangi. Meski tidak benar-benar mengejek, tapi panggilan itu sudah seperti hal yang biasa dilontarkan untuk Rembulan. Rembulan tidak tahu dari mana dan siapa yang mencetuskan kata chocoball untuknya. Terlebih lagi murid kelas dua belas yang notabenenya adalah teman-teman Pelangi, entah teman sekelas atau tidak, tapi mereka satu angkatan.
Teman-teman Pelangi memang sering memanggil Rembulan dengan sebutan chocoball. Ketika Rembulan melewati lorong kelas dua belas, maka panggilan itu sering dia dengar. Rembulan tidak bisa menghindari koridor kelas dua belas karena itu merupakan penghubung kelasnya menuju kantin, perpustakaan dan masjid. Rembulan sebenarnya malas, terlebih ketika teman-teman Pelangi mengetahui bahwa dia pernah menuliskan surat untuk kakak pamong yang Rembulan tujukan untuk Ketua OSIS. Rembulan mengatakan dalam surat itu bahwa dia memuji Ketua OSIS yang tampan. Dari sanalah Rembulan benar-benar menyesal pernah menuliskannya dan berakhir diolok-olok oleh teman-teman seangkatan Pelangi.
Rembulan tidak menghiraukannya, dia tetap berjalan hingga kekehan di belakangnya sudah tidak terdengar ketika dia berhasil melewati lorong kelas dua belas.
"Lan, lo nggak apa-apa, kan?" tanya Pita dengan laptop di tangannya. "Gue pengen marahin kakak kelas tadi, tapi gue malu, Lan, ada banyak kakak kelas nanti malah jadi masalah. Lagi pula, gue takut disangka cari muka dan songong sama kakak kelas. Maaf, ya, Lan."
"Iya, Lan. Maaf, ya, gue juga cuma diem aja tadi. Soalnya malu kalau ngelewatin kakak kelas gitu, Lan." ucap Yura merasa tidak enak, sama seperti Pita.
Tentu saja melawan kakak kelas bukanlah hal yang mudah. Selalu ada kalimat: Senior selalu benar, kalau senior salah, maka kembali lagi ke kalimat awal. Selalu ada kasta senior dan junior yang sudah mendarah daging di setiap sekolah-sekolah. Lagi pula, mereka masih kelas sepuluh, nyalinya belum terlalu besar dan masih malu-malu untuk mengenal lingkungan sekolahnya lebih jauh lagi.
"Kelas dua belas, kan, beberapa bulan lagi juga mau lulus, Lan. Lo tenang aja, setelah itu mereka pasti nggak akan gangguin lo lagi. Selama ini, kan, yang banyak gangguin lo cuma dari angkatan kita dan angkatan kaka lo aja, Lan. Angkatan kelas sebelas nggak begitu kenal lo, tenang aja, ya." ucap Yura menenangkan perasaan Rembulan.
Sebenarnya, Rembulan tidak butuh ucapan apa-apa di saat perasaannya sedang tidak keruan. Rembulan hanya butuh waktu untuk bisa menerima semuanya dengan ikhlas. Rembulan butuh ruang untuk memberikan ruang agar napasnya lebih leluasa.
"Iya, nggak apa-apa. Gue udah biasa, Ra, Ta. Santai aja, lagian gue juga nggak apa-apa kok."
Mereka sudah sampai di kelas dan bertepatan dengan bel masuk berbunyi. Pita menyimpan laptopnya ke dalam tas. Yura duduk di kursinya sembari menunggu guru mata pelajaran bersangkutan masuk. Rembulan memikirkan panggilan yang melekat pada dirinya 'chocoball'. Rembulan menarik napas panjang, mencoba untuk tidak memikirkannya lagi.
"Lan, gue ada ide."
"Ide apaan?" Yura yang mendengar ucapan Pita barusan jadi menolehkan kepalanya.
"Gimana kalau kita bikin misi untuk Rembulan. Misi Rembulan, mulai dari diet, perawatan wajah, dan lain-lain. Biar lo terlepas dari kalimat-kalimat yang nyakitin lo, Lan. Setiap minggu, di taman deket rumah gue diadain senam bersama gitu. Kita juga bisa jogging di sana. Sore sepulang sekolah juga lo bisa jogging, Lan. Atau, lo jangan naik angkot, jalan kaki aja pulangnya. Pokoknya, gue ada ide nih untuk bantuin lo berubah jadi cakep. Gimana, Lan?" tanya Pita berseru heboh meminta persetujuan Rembulan.
"Misi Rembulan?"
"Iya, misi supaya lo lebih percaya diri sama diri lo sendiri, Lan. Gue rasa, lo selalu rendah diri. Dan, itu nggak membuat lo nyaman tiap kali ada di lingkungan ramai. Lo pasti nggak nyaman, kan, Lan?" tanya Pita lagi, dia mengeluarkan buku dan menuliskan ide yang ada di kepalanya. "Ada banyak misinya, Lan. Lo bisa mulai hari ini, biar gue dan Yura yang bantuin."
***