Chapter 1 Mengantarkannya Pulang dengan selamat
Aku itu buta, buta akan keindahan dunia yang kau siapkan khusus wahai pencipta semesta ini. Erika adalah namaku, Tinggi 158cm, berkulit putih orang Asia pada umumnya. semua orang terdekat menjuluki ku water resistance yaitu gadis tahan air.
Semua bermula saat aku bermain di tepi pantai yang sangat indah penuh dengan ombak yang begitu ramah menuju sela-sela kaki ku tanpa alas. Aku suka pantai sampai suatu ketika air adalah bagian dari keseharian ku. aku selalu terbaring di sayu nya ombak yang sangat malu akan menyapu ku di tepi pantai. Aku sering lupa jika sedang bersama teman-temanku saat berlibur ke danau, pantai, atau apapun destinasi wisata air.
Universitas Renosen adalah tempat ku saat ini. Jurusan pariwisata dan setiap 2x seminggu aku selalu melatih siswa SMA berenang sebagai guru bantu di SMA Hiragara, aku adalah salah satu alumni sekolah tersebut. Begitu sangat membanggakan bisa menjadi tutor berenang.
SMA hiraga terkenal dengan prestasi siswa nya. Salah satunya adalah diriku selama SMA didukung oleh sekolah sebagai atlet renang putri tingkat SMA. Bahkan diriku di rekomendasikan oleh pihak sekolah untuk go internasional, tetapi karena jatuh sakit saat hari H akhirnya aku gagal untuk masuk atlet internasional.
Di takdirkan bersama Kyota, siswa kelas 3 SMA di tempat aku mengajar . Wajahnya tampan seperti wajah ke jepangan dengan tinggi badan melebihi diriku serta memiliki kumis tipis diwajahnya. Style rambut ala Jepang, olesan minyak rambut membuatnya terlihat handsome dengan stelan seragam sekolah yang begitu rapi. Kyota sangat handal dalam segala mata pelajaran, kecuali olahraga renang. setiap kali aku mulai melatih, Kyota selalu berhalangan hadir. Tak tau apa yg terjadi padanya, pastinya ada banyak coretan merah di buku absen olahraganya.
Kyota Pramudya Hutami mulai menelan sebutir obat disaat aku memaksanya kali ini. Entah apa yang di minum Kyota, sehingga aku memutuskan agar tidak harus melakukannya bila ada alasan yg membahayakan dirinya.
"Kyota, stop!" aku melihat Kyota keringat dingin.
"kenapa di hentikan jika tadi ibu mencoba memaksa saya?" kata Kyota yang langsung pergi dari lokasi kolam dengan keadaan sedikit trauma.
Apapun alasannya, aku tidak ingin mengambil resiko berbahaya yang terjadi kepada Kyota. Melihatnya tadi saja sudah membuatku cemas dan membayangkan hal buruk terjadi. Sebaiknya aku mencoba menghentikannya segera. Untuk solusi dari nilai Kyota aku akan memikirkan bagaimana caranya.
Jam ku mengajar telah selesai, aku hendak menunggu bus di halte. Di seberang jalan dengan samar, aku melihat Kyota sedang berboncengan dengan seorang gadis. lalu aku mencoba tidak terlalu menghiraukan siswa Badung itu.
"cah nakal, ternyata bad boy toh" aku sambil mencuri pandang.
Tak lama kemudian bus yg ku tunggu datang, aku lantas masuk kedalamnya. Suasana yang sangat padat membuatku sulit untuk sekedar bernafas. Sampai salah satu pria membantu memegang kan buku dan tas bawaan ku.
"kamu tidak apa-apa?" tanya lelaki itu yg sedang berdiri di depanku.
Aku hanya menjaga image sebagai perempuan kalem pada umumnya dengan mengesampingkan rambutku ke sela kupingku. Cowok yang tak kalah tampannya dari siswa SMA itu membuatku gugup. Apalagi memiliki karakter care yg sangat sulit di jumpai.
"hmm l am oke. btw, thanks ya" sahutku salting.
"oke, gak masalah. saya lihat sepertinya kamu sedang kurang darah. pucat gitu" tebakan cowok yg asal
"kurang darah?" kataku dalam hati.
Aku senyum kepada pria itu dan mengiyakan jika aku saat ini sedang kurang darah. Di bus yg super sumpek ini aku tak boleh melewatkan kesempatan bisa bertukar nomor. First impression aku dengan cowok ini, dia itu sosok pria yg langkah dan perlu di dekati.
"boleh tau namanya siapa?" kataku terlihat centil melayangkan tanganku kedepan dan kebelakang.
"oh tentu. aku Seji. kamu?" kata pria itu dengan senang hati.
"Erika. boleh aku minta nomornya?" tanya ku semakin berani.
"0896......." Seji membacakan nomornya dengan sedikit mencuri pandang kearahku yang sedang menyimpan nomornya.
Seji, pria yang memiliki tinggi 170cm. Berkulit putih, berambut sedikit ikal, Berwajah sendu, memiliki kaki yang panjang, kurus dan termasuk kategori tampan.
Seji dengan senang hati memberikan nomor hp nya pada ku. Memang dasar pria baik yg sulit di jumpai. Seji berhenti di pemberhentian halte dahulu. Seji melambaikan tangannya padaku, mataku terus saja melihat Seji berjalan dari dalam bus dan berharap aku akan berjumpa kembali dengannya.
Setelah sampai di rumah, aku membuka layar labtop dan mencari tahu tentang Seji. ternyata dia adalah mahasiswa akhir Renosen. Begitu sempit dunia ini, ternyata aku adalah junior dia di kampus. Khayalanku ku pun terputus ketika suara dering Hp ku berbunyi.
"Halo" sahutku.
"......."
"hmm, baik lah" aku menutup dgn tergesa-gesa.
Telepon dari kantor polisi, Kyota tertangkap sedang ada di club. Umurnya masih 18 tahun sudah membuat ulah dan aku harus menebus nya di kantor polisi sebagai penanggung jawab siswa.
Setelah urusan beres aku mengajak Kyota untuk makan di dekat kantor polisi. Entah apa yg harus aku bicarakan dengan bocah SMA Badung ini. Mulutku terasa keluh saja untuk berbincang, secara kami terlihat seperti adik dan kakak mengingat umurku yg masih berusia 20 tahun.
"kamu lapar? lahap sekali" sahutku melihat Kyota melahap makanan di hadapannya.
Kyota hanya diam dan terus melahap makanan yg sudah di hidangkan. seolah terlihat Kyota tidak ingin diajak berbicara mengenai pribadinya.
"makanan ini biar saya yg bayar" satu kata yg terlontar dari mulutnya Kyota.
aku melihat dan memandanginya dengan penuh keanehan. pikiranku menjalar mengenai kelakuan anak ini di luar sekolah pasti negatif. aku mencoba memfilter pikiran negatif ku, bagaimanapun Kyota adalah salah satu murid ku di sekolah.
Seperti katanya, dia yang membayar. kini Kyota mengantarku ke rumah dengan motor yang aku lihat sebelumnya. aku sangat grogi di bonceng anak SMA. aku takut jika aku belum cukup untuk bertobat hari ini sebelum ajal ku datang ditangan bocah ini.
"Kyota hati-hati. saya blm mau mati hari ini. saya belum wisuda" aku melingkarkan tanganku ke pinggang kyota.
"tenang, jikalau anda mati hari ini saya akan memberikan mawar sebagai ucapan terima kasih" jawab Kyota datar.
"lah gimana kamu mau kasih saya mawar kalau kamu juga ikutan meninggal bareng saya?" aku membayangkan diriku dan kyota meninggal.
Percakapan itu berhasil memecah suasana yg tadinya tegang menjadi santai. Setelah sampai di rumah ku, Kyota hanya membunyikan klakson motornya sembari melihat kearah ku pertanda dia izin pamit pulang.
"hati-hat... belum siap ngomong bocah nya udah keburu pergi" sahutku jengkel melihat tingkah Kyota.
Cerita perdana ku . cuma beda 2 tahun aja panggil Bu. Bagaimana ya kisah mereka di tahun tahun berikutnya apakah masih pantas menjadi guru dan murid.