Intensitas bertemu di kantor nyatanya tidak membuat Karyna sepenuhnya bisa terbebas dari Dave setelahnya. Pria itu menguntit dalam artian langsung, mengikuti dan tidak akan berhenti jika Karyna tidak mengiyakan kemauan pria itu. Sudah lima belas menit, Dave tidak bergerak dari tempatnya menghalangi Karyna yang ingin pulang menggunakan kendaraan umum.
Alhasil, semuanya terlewati oleh Karyna.
"Pak, saya nggak bisa pulang kalau bapak seperti ini." Kata Karyna dengan menahan rasa kesalnya. "Apa bapak tidak tahu mengenai bahayanya perempuan yang pulang malam?"
Khas gaya sombongnya, Dave memajukan langkahnya membuat Karyna mau tak mau
mundur karena tak mau berdekatan terlalu intim di luar gedung kantor.
"Saya sudah bilang, Ryn. Kamu harus ikut saya mulai sekarang."
"Saya punya rumah, Pak. Kenapa bapak keras kepala juga, sih? Kecuali status kita sudah
berubah—"
"Kamu mau saya membungkam kamu sekarang atau menuruti saya?"
Karyna mengernyit tak suka. "Bapak mengajak saya atau memaksa saya, sih?!"
Dave mengangkat kedua alisnya. Jarak mereka semakin terkikis karena Dave tak berhenti untuk menyudutkan perempuan itu.
"Karyna... kamu sepertinya ingin sekali dibujuk." Kata Dave seraya menghela napasnya. "Kamu sedang memanfaatkan kesabaran saya, bahwa kamu ingin diajak dengan drama tarik
ulur, begitu, kan?"
Karyna memberanikan diri menegakkan kepala. Mendongak dan menatap mata Dave dengan
berani.
"Saya juga wanita, Pak. Pasti maunya dimengerti. Bapak juga akan tahu bagaimana rasanya—"
Dave sudah lebih dulu membuat gerakan mengejutkan. Mencium Karyna tepat dibibirnya, sedangkan mereka sedang berada di luar ruangan kantor. Jika saja mereka ada di ruangan Dave, tak akan menjadi begitu masalah. Namun, pria itu tak memedulikan skandal apa yang akan muncul jika melakukan cara ini untuk membawa Karyna bersamanya.
Dengan cepat, Karyna mendorong tubuh Dave sebelum dirinya terbuai sendiri. Gerakan cepat perempuan itu segera berubah dengan memilih segera berlari menuju mobil Dave berada. Menutupi wajahnya sebisa mungkin agar tidak ada kemungkinan banyak orang yang melihatnya.
Begitu di dalam, Dave menata jasnya dan berkata, "Kenapa kamu tutupi wajahmu itu?"
"Supaya nggak ada yang lihat, Pak."
Dave terkekeh dan baru kali ini Karyna melihat seorang Dave Mahendra terkekeh seperti itu.
"Kamu ini aneh, Ryn. Sudah jelas kamu keluar dari lobi tanpa menutup wajah. Belum lagi saya juga membuntuti kamu, kenapa baru menutupi wajah setelah kita berciuman?"
"Bapak yang sengaja mencium saya, bukan saling berciuman! Tolong koreksi kalimat itu."
Dave menatap ke depan. Dia tak menggubris usaha Karyna membuat pria itu meralat ucapannya.
"Pak!"
"Jalan langsung, Todi." Kata Dave menyuruh sopirnya.
"Rumah bapak?"
"Iya. Rumah saya, bukan rumah orangtua saya."
"Baik, Pak."
Dan Karyna sengaja diabaikan oleh bos sekaligus calon suaminya itu.
*
Dave menatap lekukan tubuh Karyna yang sudah dibalut gaun tidur pembeliannya. Sangat cocok, gaun hitam dengan tali spaghetti
itu membuat tubuh Karyna terpampang indah.
Didekatinya Karyna yang membereskan ranjang tidur yang akan mereka gunakan. Meski
rapi, tapi Karyna selalu memiliki ritual sendiri untuk tidak tidur dengan bed cover
yang tebal. Perempuan itu akan tidur dengan selimut yang lebih tipis dan menjauhkan bed cover
milik Dave.
Gerakan Dave tak buru-buru, tetapi sukses melekatkan tubuhnya pada Karyna dari belakang.
"Kenapa kamu masih bertahan dengan prinsip kuno diusia 28 tahun? Kamu bahkan memiliki tubuh yang indah dan saya yakin tidak ada pria yang menolak kamu, tapi kenapa kamu bertahan?"
"Bapak sedang menanyakan soal keperawanan saya?" Dave mengumam untuk menjawab iya.
"Saya nggak berhasil memertahankannya. Itu berarti saya nggak cukup kuat dengan prinsip
itu."
"Maksud kamu tidak bertahan untuk kamu berikan pada saya?"
Karyna mengangguki. "Pada akhirnya saya serahkan juga ke bapak, padahal kita belum memiliki status sebagai suami istri."
"Kamu akan menjadi istri saya. Hitungan minggu, kita sudah sah."
Mendengar kata sah, Karyna menjadi cemas sendiri. Bagaimana semuanya akan berjalan? Sungguh Karyna tak mau menebak masa depan, tetapi dia juga cemas untuk segala hal ke depannya.
"Apa bapak akan membuat saya melupakan keluarga saya?"
"Maksud kamu?"
Karyna melepaskan pelukan pria itu, memilih duduk di pinggir ranjang dengan Dave yang masih berdiri di depannya. Mendongak untuk saling bicara.
"Saya memanfaatkan bapak untuk terlepas dari keluarga saya. Hutang-hutang mereka. Bapak tahu kalau saya berbohong mengenai om saya, tapi bapak masih saja memertahankan saya.
Apa bapak tidak berpikir, bahwa keluarga saya nantinya akan menimbulkan masalah?"
"Karyna, kenapa kamu bahas ini lagi?! Kita sudah selesai dengan ini. Kamu akan terbebas dari mereka, kamu akan menjadi ibu dari anak-anak saya. Jangan berpikir mengenai keluarga kamu yang akan menimbulkan masalah, tapi saya juga tidak memaksa kamu melupakan mereka. Hanya saja, berhenti membuat pemikiran buruk. Saya ingin kamu lepas, rileks, maka dengan begitu kamu tidak akan stres dan cepat hamil."
Karyna menatap Dave. Dikepala pria itu hanya ada hamil, anak, keturunan dan tahtanya. Dave tak paham mengenai kecemasan Karyna. Meski begitu, Karyna tetap akan mencoba berpikir jernih. Fokus terhadap rencananya dan Dave. Toh, pria itu juga tidak menekan Karyna untuk melupakan keluarga bobroknya.
"Oh, c'mon, Karyna! Saya akan membayar lunas hutang keluargamu sebelum resmi menjadi suami kamu, setelahnya biarkan mereka berjalan sendiri. Saya sendiri yang akan memastikannya. Jangan buat diri kamu stres, saya tidak suka itu!"
Karyna akhirnya mengangguk. Menjulurkan tangannya untuk meraih wajah Dave. Lebih dulu perempuan itu cium bibir Dave.
"Mungkinkah lebih baik jika kita melepas beban dengan seks, Pak?"
"Tentu." Tentu tidak ada penolakan yang Dave berikan jika menyangkut hal tersebut.