Kuikatkan lampu sentir itu diawang-awang, dan duduk disamping Saras. Tanpa perkatan lagi, kurengkuh buah dadanya yang sedikit terbuka karena kain jariknya yang tersingkap. Ia tak menolak, tak menepis seperti pada awalnya. Dengan sapuan kasar, kulucuti kain jariknya sehingga seluruh kulit di tubuhnya terlihat olehku. Mataku jalang menatap punggunya yang telanjang, bongkahan pantatnya sungguh tak terbayangkan. Kurengkuh kedua buah dadanya dihadapan putrinya. Niar, putrinya hanya terbaring saja sambil menghisap jari telunjuknya. Matanya nanar melihat ibunya mendesah dan menggelinjang merasakan p****g susunya kupermainkan. “Aaaahh, shhhhh!” bibirnya bergetar mendesahkan suara racauan nikmat dalam tubuhnya. Lalu, kubiarkan Saras berbaring di samping putrinya yang menatap lugu. Otot dadanya

