Part 08

2247 Kata
SELAIN terlahir cantik dan menawan, Aleah Mayrahani Adiwangsa juga seorang yang selalu konsisten dengan kata - katanya. Jika dia mengatakan A, maka A lah jawabannya. Dan jika dia memutuskan B, maka B lah pilihannya. Tak ada yang bisa menggugat hal itu kecuali Eyang. Tidak Papa, tidak Mama, tidak kedua kakaknya, tidak Lili dan Diandra, dan tidak juga Erlangga. Dia tak pernah menyesali keputusan - keputusan yang diambil dalam hidupnya selama ini, karena setiap keputusan besar yang diputuskannya selalu melalui proses pertimbangan yang panjang dan matang. Kemaslahatan semua orang akan selalu jadi prioritas. Misalnya tanpa sepengetahuan Papa dan Mama ia mengambil jurusan sastra Perancis di universitas yang sama dengan universitasnya menjalani kuliah ilmu ekonomi saat ini. Ia tahu Papa dan Mama tak akan senang jika mengetahui hal ini. Karena itulah ia juga berusaha mati – matian menyelesaikan kuliahnya di jurusan ilmu ekonomi dengan baik. Ia mengambil dua jurusan sekaligus bukan karena ia seorang yang pintar, tapi karena ia tak mau menyesal di kemudian hari. Lea mencintai bahasa. Otaknya yang selalu lemot jika berurusan dengan angka - angka, berubah mendadak jenius jika sudah berhubungan dengan bahasa. Ia sendiri heran, bagaimana mungkin ia bisa menyerap dengan cepat dan fasih berbicara bahasa asing dengan otaknya yang pas - pasan itu. Lea pernah menanyakan hal ini pada seorang psikolog saat ia masih tinggal di Maroko dulu. And guess what? Psikolog itu mengatakan bahwa ia memiliki kecerdasan linguistic diatas rata - rata. Amazing! Lea sempat ternganga saat itu. Diatas rata - rata katanya? Kok nggak yakin ya? Tapi melihat kemampuan berbahasanya yang memang jauh melebihi orang - orang disekitarnya, Lea jadi sedikit percaya. Ya, hanya sedikit. Lea pernah hidup di banyak negara di dunia. Pekerjaan Papa nya sebagai diplomat menuntut mereka untuk berpindah - pindah. Prancis, Dubai, Spanyol dan terakhir di Maroko. Meski ia hanya tinggal rata - rata setahun atau dua tahun di masing - masing negara tersebut, tapi ia cukup menguasai bahasanya yang beragam. Itu yang membuatnya lebih cepat beradaptasi dari kedua orang tua dan kakak - kakaknya. Itu juga yang membuatnya memiliki banyak teman di negara - negara tersebut. Ia mahir berbahasa inggris dan perancis. Tak hanya speaking, tapi juga writing, reading and grammar. Tapi ia paling menyukai bahasa arab. Meski lebih sulit dari pada bahasa inggris dan Perancis, she just enjoy it! Hanya saja ia masih sering keliru jika disuruh merangkai huruf - huruf arab itu. Sedangkan bahasa Korea dan Jepang, ia mempelajarinya dari lagu, drama dan film. Terutama dengan marak dan berjamurnya drama - drama korea yang beredar di setiap celah negara ini. Indonesia demam K-Pop. Tak hanya para personil boy band cantik and girl band bak barbie yang digandrungi, tapi juga aktor dan aktris drama. Aksen dan gaya bicara orang - orang korea juga terlihat menarik dan atraktif. Aksaranya (hangul) juga cukup mudah dibaca dan dipelajari asalkan tahu huruf dasarnya. Tak seperti aksara Jepang yang rumit dan bejibun. Tapi Lea sudah bertekad, dia akan mempelajari kanji lebih dalam lagi suatu hari nanti. It sounds interesting! Kecerdasan linguistik itu mau tak mau membawa beberapa manfaat untuk Lea. Selain kemampuannya berbahasa asing yang melebihi rata - rata, gaya dan pemilihan bahasa Lea juga jadi lebih tertata karena ia terbiasa membaca buku. Terutama buku - buku tentang motivasi, novel dan bahasa. Bukan dengan sengaja sebenarnya, tapi karena sejak umur enam belas tahun, ia sudah direkrut oleh sebuah penerbitan ternama di Jakarta untuk menjadi freelancer translator. Awalnya hanya buku - buku sederhana ataupun novel dan dongeng anak - anak. Tapi seiring jam terbang di dunia penejermahannya bertambah, ia dipercaya menerjemahkan buku - buku yang lebih bonafid, seperti buku - buku bertema motivasi dan novel - novel best seller. Karirnya di dunia penerjemahan dimulai saat ia pertama kali pindah dari Maroko. Ia dibawa oleh sepupunya Lili dan Diandra (waktu itu mereka baru saja berkenalan dan mulai bersahabat) ke sebuah festival bahasa yang diadakan oleh salah satu penerbit terkenal di Indonesia, Mustika Media. Festival itu menyuguhkan pameran bahasa dan juga perlombaan. Telling story dan menulis cerpen untuk siswa SD dan SMP, menulis novel dan menerjemah bagi siswa SMA dan mahasiswa. Lea sangat bersemangat waktu itu. Ia langsung memilih untuk mengikuti lomba menerjemah sebuah cerita pendek berbahasa Perancis berjudul Il etait une fois atau once upon a time yang menceritakan tentang kehidupan seorang gadis yang menjadi biarawati setelah melalui banyak kesulitan dan kepedihan dalam hidupnya. Menjadi penerjemah memang tak lantas membuat seseorang kaya raya. Tergantung dengan kualitas buku yang diterjemahkan dan pemilihan bahasa yang digunakan. Ditambah lagi, masyarakat Indonesia Raya yang tercinta dan memiliki kesadaran membaca yang minim ini lebih menyukai gaya penulisan yang bebas dan gaul. Buku terjemahan dengan bahasa baku tentu saja menjadi pilihan yang ke 'sekian' untuk mereka. Tapi semakin kesini, ia menjadi semakin mencintai pekerjaan yang sekarang juga menjadi hobinya ini. Karena selain bisa menambah uang saku, ia juga menambah kosakatanya. Tak sekali dua kali ia terkadang juga membuka kamus untuk menemukan beberapa kosakata yang ia ragu artinya. Maka jangan heran jika melihat koleksi rak buku di kamarnya lebih didominasi oleh kamus - kamus dan buku panduan berbahasa daripada buku - buku ekonomi yang memusingkan kepala. Tak banyak orang yang mengetahui tentang hal ini. Hanya Eyang, Diandra, Lili dan kak Elang. Kedua orangtua dan kakak - kakaknya pun tak ada yang mengetahuinya. Mereka hanya mengira Lea bisa berbicara dengan banyak bahasa karena Lea memang pernah tinggal di negara tersebut. Sudah hampir dua jam Lea menekuri laptopnya. Ada naskah berbahasa inggris yang sedang diterjemahkan nya dan harus selesai sore ini juga. Supervisornya sudah ribut menelpon dan menuntut terjemahan itu sejak kemarin sore sebenarnya, tapi Lea memilih menutup telinga karena ingin fokus pada Eyangnya. Keningnya berkerut. Pekerjaannya hanya tinggal satu halaman saja, tapi konsentrasinya sudah buyar sejak tadi. Entah kenapa fokusnya terpecah hanya karena sebuah pesan yang masuk ke ponselnya. Pesan dari seseorang yang kalau bisa ia hindari untuk beberapa hari ini. Pesan dari Rajata Mahendra. By the way, dia dapat nomor Lea dari mana? Lea mengemasi laptopnya. Jam sudah menunjukkan hampir pukul dua belas tengah hari. Diandra dan Lili sedang punya jadwal kuliah- dia memang satu jurusan dengan Diandra, tapi ada beberapa mata kuliah mereka yang berbeda kelas. Langkah kakinya dengan cepat menuju pelataran parkir. Raja pasti sebentar lagi tiba disana kalau pria itu memang pria yang on time dan konsisten dengan janji. Dan berdoa saja Rajata Mahendra itu memang orang yang on time, karena Lea paling tidak bisa mentolerir keterlambatan dengan dalih apapun selain sakit dan kematian. Kebiasaan bagus hidup lama di luar negeri. Semilir angin menerbangkan rambut panjangnya. Suasana kampus siang ini cukup teduh karena matahari bersinar tak terlalu terik. Beberapa orang laki - laki yang duduk bergerombol berdehem heboh begitu ia melewati kerumunan itu. Hal yang biasa bagi Lea sejak dulu. Jadi ia tak mempermasalahkan sama sekali. Toh, mereka tak mengganggunya atau berbuat macam - macam. Banyak juga yang memberinya bunga dan coklat, tapi Lea tak pernah menanggapinya antusias sehingga mereka akan berhenti dengan sendirinya. If condition get worse, baru Diandra atau Lili yang mengambil alih. Kedua sahabatnya itu juga kembang kampus sebenarnya. Nama mereka juga santer dimana - mana. Tapi hanya beberapa orang laki - laki saja yang berani mendekati mereka. Karena Lili dan Diandra itu tipe yang lebih suka ribut daripada bicara baik - baik. Sebuah sedan Lexus seri terbaru berwarna silver metalik berhenti tepat di depan Lea. Sesosok manusia tinggi tegap yang Lea kenal sebagai Rajata Mahendra itu keluar dari mobil dengan gaya angkuh, lagaknya CEO - CEO di novel roman. Beberapa mahasiswa yang lewat disekitar mereka berhenti setidaknya tiga detik untuk menikmati pemandangan langka ini. Terpesona. Entah pada orangnya atau pada mobil mewahnya. Lea berdecih. Sama sekali tak terpengaruh dengan aura Raja. Gadis itu rasanya malah mual melihat lelaki itu sok - sokan tebar pesona di kampusnya. Ke kampus aja bawa Lexus, emang niat mau pamer kali ya? Raja melepaskan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya seraya berdiri tepat di depan Lea. Pria itu meneliti gadis di depannya dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan datar. Bahkan tanpa kata sapaan sedikitpun. Beberapa detik kemudian, ia menggeleng malas dan kembali balik badan masuk ke mobilnya. Lea mengerjap beberapa kali. Apa maksudnya coba? "Ngapain lo masih disitu bocah? Cepetan masuk!" Teriakan Raja membuat Lea tersentak. Gadis itu hampir saja mengumpat dalam hati. Tapi begitu melihat wajah sangar Raja, dia langsung bergegas menyusul pria itu. "Cepetan! Lo berharap gue bukain lo pintu? Jangan harap ya!" Kata Raja lagi. Pria itu kini sudah duduk di belakang kemudi. Lea menghela napas panjang. Rajata Mahendra benar - benar tak ada manisnya sama sekali. Terkutuklah anggota keluarganya yang mengatakan dia beruntung menikah dengan pria bermulut petasan seperti Raja! Untuk menghindari penulian dini dan malu karena ditonton oleh para mahasiswa yang sedang menatap mereka saat ini, Lea bergegas membuka pintu mobil dan duduk dengan cepat. Tak sampai tiga detik kemudian, mobil sudah meninggalkan pelataran parkir menuju err... Lea tak tahu pasti Raja akan membawanya kemana. "Kita mau kemana?" tanya Lea begitu mobil Raja semakin jauh meninggalkan area kampus. Padahal Lea punya jadwal kuliah jam setengah dua nanti. "Kak Raja, kita mau makan dimana sih?" Raja masih bergeming. "KAK RAJA... LEA KAN TANYA... KIT---" Ciiitttttt..... Raja menghentikan mobilnya secara tiba - tiba begitu Lea berteriak keras tepat di telinganya. Ia langsung melemparkan kacamata hitamnya dengan kesal keatas dashboard dan menatap Lea dengan tatapan membunuh. "Udah gila ya? Kalau ntar kecelakaan gimana? Gue masih mau hidup lama!" semburnya. "Lea kan dari tadi nanya, kita mau makan dimana? Salah Kakak juga gak mau jawab pertanyaan Lea." Tanpa menjawab pertanyaan Lea, Raja segera kembali tancap gas. Pria itu seolah abai dengan kehadiran Lea yang duduk semobil dengannya saat ini. Membuat Lea salah tingkah sendiri. Belum pernah dia diabaikan sebegini parahnya seumur hidup. Lea menghela napas menenangkan diri sambil menatap keluar jendela. Mobil mewah ini belum juga ada tanda - tanda mau berhenti. Lima menit kemudian, akhirnya mobil berhenti di 'La Fleur', sebuah restoran elit yang menyediakan masakan Perancis. Lea bersorak dalam hati. Sudah lama dia tak makan beef bourguignon. Oh my... She missed it! Finally... Ada juga satu hal yang tidak menyebalkan dari si Raja KW ini... Seorang waiter berseragam hitam putih bergaya aristokrat Perancis menyambangi meja mereka sambil membawa buku menu. Lea membolak balik buku menu di tangannya dengan angkuh. Ia tahu, di seberang sana Raja sedang mengintipnya dengan raut ingin tahu dari atas buku. Mungkin penasaran mendengar pilihan makanan apa yang akan ia pesan siang ini. Lea menyeringai. Dia pikir Lea nggak tahu apa - apa tentang makanan Perancis? Hellow... J'ai vecu la pendant environ deux ans. Ne me sous estime pas!!*  (Lea tinggal di sana dua tahun, Kak Raja. Jangan remehkan Lea!) Jouons, fiance!* (Ayo kita bermain, tunanganku!) "Je veux beef bourguignon et soupe a l'oignon. Owh, non alcool s'il vous plait. Errmm... Lemon tea and creme brulee for dessert..." kata Lea sambil menutup buku menu di tangannya dan menyerahkannya kembali pada sang waiter yang tersenyum lebar. Dari ekor matanya Lea bisa melihat Raja sedikit terperangah. Entah karena kemampuannya berbahasa Perancis dengan fasih, ataupun karena menu yang dipilihnya. Sang waiter berlalu setelah mengambil pesanan mereka. Raja melipat tangannya diatas meja dan menatap Lea intens. "Gue gak nyangka makan lo banyak juga." kata Raja. Pria itu meneliti Lea dari kepala sampai d**a-karena kakinya tertutup oleh meja. "Menurut anda, dari mana wajah cantik dan tubuh sehat ini berasal?" Ewwhh... Lea merinding dan hampir pingsan sendiri mendengar kata - kata yang keluar dari mulutnya. Sumpah demi apapun dia tak pernah membanggakan kecantikannya selama ini pada siapapun kecuali pada Diandra dan Lili. Itupun karena kedua sahabatnya itu selalu pede memamerkan kecantikan mereka kemana - mana! Tapi kali ini... Aarrghh...!! Raja tertawa. Tawa yang sarat cemoohan di telinga Lea. Gadis itu sudah bersiap–siap mendengar protesan pedas dari Raja. Tapi sampai waiter datang mengantarkan pesanan mereka, Raja tetap tak berkomentar apa - apa. Mereka makan dalam diam. Raja menyelesaikan makan terlebih dahulu karena porsi menu yang dipilihnya memang sedikit. Nicoise salad, Foie gras, apple juice dan Tarte Tartin untuk dessert. "So... It must be something happened sampai anda rela menghabiskan uang banyak untuk mentraktir saya makan di restoran mahal seperti ini." Lea memulai pembicaraan. Gadis itu baru saja selesai makan saat Raja sudah menghabiskan tiga suapan pie buah di depannya. Ia sengaja menggunakan kata 'anda' dan 'saya' karena Raja juga menggunakan 'lo-gue' dengannya. Raja sedikit menjauhkan piring Tarte tartin dari hadapannya. Pria itu mendesah berat sebelum akhirnya bersuara. "Let's get married!" katanya datar. Tapi ada nada ketegasan yang tak bisa disembunyikan. Mata Lea membola mendengar ucapan Raja barusan. Dan meskipun saat ini ia sedang tak makan ataupun minum apa - apa, tapi Lea tersedak ludahnya sendiri. Gadis itu ternganga. This. Is. Really. Really. Terrible. Proposal. Ever. Ever... EVER!! Mana ada orang ngajak nikah sesantai ini? "Tarik lagi pemutusan pertunangan yang kamu katakan pada Mommy kemarin." kata Raja lagi. Masih dengan nada tegasnya. Lea menatap Raja dengan raut bingung. Mencoba mencari - cari makna ucapan pria itu dari tatapan matanya. "And why should i do that?" tanya Lea. "Let's say it's for everyone's sake? For me, for you, my family and also your family..." Lea meneguk ludah kasar seraya menggigit bibir. Ia memang sudah memutuskan bahwa ia akan menerima Raja, tapi kehadiran Friska Halmahera- kekasih Raja membuat keraguan di hatinya kembali memuncak. Biarlah orang mengatakan ia pengecut karena mengalah sebelum berperang, tapi kalau ia bisa menghindari peperangan itu, why not? "I'm sorry, i can't!" kata Lea akhirnya. Gadis itu menerawang. Baru kali ini ia menjadi orang yang plin - plan. Dan semua ini hanya karena seorang pria yang bahkan tak memiliki hubungan apapun dengannya. Marvin Rajata Mahendra.     
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN