TAK ada yang bisa menggambarkan betapa bahagianya Lea hari ini. Bukan karena pergantian statusnya, tapi karena semua anggota keluarga berkumpul di hari yang tak begitu bahagianya ini.
Akad nikah berjalan lancar. Hanya dengan satu tarikan nafas ia resmi menjadi istri sah Marvin Rajata Mahendra. Namanya bukan lagi Aleah Adiwangsa, tapi Aleah Mahendra.
Lea menyunggingkan senyum lebar. Ia dan Raja sudah sepakat, sebisa mungkin mereka akan menunjukkan raut kebahagiaan pada semua keluarga yang hadir pagi ini. Ya, acara akad nikah pagi ini hanya dihadiri oleh kerabat - kerabat dekat keluarga Mahendra dan Adiwangsa dengan tema pesta kebun. Nanti malam baru mereka menyelenggarakan resepsi di hotel.
Sejam kemudian, Lea sudah berkali - kali menghela napas panjang. Keringat mulai membasahi dahinya yang putih mulus, kakinya terasa nyut - nyutan karena Raja sejak tadi menariknya kesana - kemari. Dan sialnya lagi, dia malah dijejali sepatu setinggi dua belas senti oleh Mamanya.
Biar tinggi kamu dan Raja nggak timpang, begitu kata Mama. Sebagai istri seorang duta besar, Mamanya tentu adalah penganut setia mode dan keserasian. Berbeda dengan Lea yang seringkali hanya tampil apa adanya.
Raja mendengus begitu melihat wajah perempuan yang baru saja resmi menjadi istrinya itu tampak begitu tersiksa. Pria itu mendudukkan Lea ke salah satu kursi dan berjongkok di depannya.
"Udah tahu pesta kebun, bakal jalan kesana - kemari, kenapa kamu malah pakai sepatu setinggi ini sih?" Raja menggerutu. Tangannya sibuk melepaskan sepatu laknat di kaki Lea.
Lea bergidik saat merasakan tangan kasar Raja menyentuh pelan kulit kakinya yang lembut. Pria itu meneliti kakinya seakan kaki itu adalah bemper mobil yang penyok karena baru saja ditabrak.
Eyaangg... Untung aja dua minggu ini Eyang kekeuh nyuruh Lea nyalon. Fyuuhh...
"Tunggu disini, aku ambil sepatu lain buat kamu."
Raja berlalu meninggalkan Lea di kursi. Diseberang sana Lea melihat Mama dan Papanya sedang bercengkrama dengan Eyang dan kedua orang tua Raja. Kak Rene dan suaminya sedang bermain dengan kedua anak mereka. Diandra dan Lili juga tampak asyik menggoda Kevan, keponakan Raja. Anggota keluarga Raja juga tampak asyik mengobrol satu sama lain.
Matanya berhenti tepat di manik Ergan, kakak keduanya. Pria yang bekerja di Kanada itu langsung tersenyum sumringah dan bergegas menghampiri Lea.
"Selamat pengantin baru, Le. Semoga kamu bahagia selalu..." kata sang kakak seraya memeluk Lea erat.
Lea terkekeh. "Thanks brother... Lea doain mudah - mudahan giliran kakak gak lama lagi!"
Ergan mendelik. "Gak usah didoain, Le. Kamu mau kakakmu yang ganteng ini jadi korban perjodohan Papa?"
Lea tertawa keras. "Makanya cepat cari sebelum keduluan Papa."
"Kamu kayak gak kenal Papamu aja. Meskipun ada beliau pasti gak akan setuju kalau calonnya nggak sekaya suamimu itu. Papamu kan matre..."
Lea tergelak. "Bener... Bener... Ya udah deh Lea gak bisa ngomong apa - apa lagi kalau gitu."
Raja datang menghampiri mereka sambil menenteng sepatu berwarna putih dengan hak lima senti. Lea mengernyit, dari mana suaminya mendapatkan sepatu itu?
"Your hubby is here, so... Kakak kesana dulu!"
Lea mengangguk. Ergan berlalu meninggalkan mereka setelah tersenyum kecil pada Raja. Raja kembali berjongkok di depan Lea dan memasangkan sepatu di kaki gadis itu.
"Kak Raja, Lea bisa sendiri..." kata Lea seraya berusaha mengambil sepatu putih cantik itu dari tangan Raja.
Raja menyeringai. "Anggap aja kita lagi main drama, aku sedang berusaha mencari poin plus di depan keluarga kita."
Lea menatap Raja tak percaya. Dia sudah setengah mati beranggapan bahwa Raja akan bersikap lebih manis setelah mereka menikah. Tapi ternyata pria itu hanya cari muka!
"Oww ow... So sweet..." suitan heboh dari Diandra dan Lili mengentikan aksi tatap - tatapan membunuh Lea dan Raja. Kedua suami istri baru itu serempak menatap kedua gadis cantik itu dengan kekesalan yang tak bisa disembunyikan. Begitu sadar kalau celetukan mereka meleset, kedua gadis itu langsung berdehem.
"Kamu cantik banget, Le!" Lili bersorak heboh sambil memeluk Lea.
"Buat apa cantik kalau bodoh? Menjaga diri sendiri aja nggak becus!" celetuk Raja kesal.
Lili dan Diandra menatap Raja dan Lea bergantian.
"Itu bukan Lea yang mau pake, kak. Mama yang maksa..." protes Lea. Ia jelas tak terima dikata - katai bodoh oleh Raja.
"Kalau Mama kamu nyuruh minum racun, kamu juga bakalan minum? Jangan naif Aleah. Kamu harusnya tau limit kamu sendiri!" kata Raja lagi.
"Ngomongnya biasa aja dong, gak usah nyolot gitu! Kasar banget sama perempuan." Diandra ikut ambil bagian begitu dilihatnya Lea sudah diam tak berkutik mendengar cercaan Raja.
Raja sudah siap membalas ucapan Diandra begitu sebuah suara menginterupsi mereka. "Eh, kalian kenapa? Ada apa ini? Ya ampun Lea, kamu pasti bikin masalah lagi."
Lili memejamkan mata begitu melihat Mamanya mendekat kearah mereka dengan wajah angkuh. Oh please... Hari ini hari pernikahan Lea. Nggak bisa apa Mamanya itu nggak bikin keributan sehari saja?
"Ma..."
"Aduh, baru aja nikah, kamu udah nyusahin Raja aja! Kamu tuh kebiasaan dimanja makanya jadi besar kepala. Raja, Kamu harusnya---"
Raja berdiri dengan gagah kemudian berbalik mengahadap Tante Danisha, ibu Lili. Telinga pria itu terasa memanas mendengar ocehan nyonya besar yang mulai menjelek - jelekkan istrinya itu. Lea yang duduk di kursinya hanya diam saja.
"Maaf Tante, saya rasa nggak bijaksana kalau Tante mengomentari istri saya seperti itu." kata Raja dengan senyum seramah mungkin.
Tante yang tadinya akan mulai menceramahi Lea langsung memasang senyum semanis gula aren begitu menatap Raja.
"Ya, tante minta maaf. Tante cuma nggak mau anak ini besar kepala. Tugasnya itu melayani kamu, Raja. Bukan dilayani..."
Raja semakin menarik senyum manis. "Saya nggak merasa jadi pelayan, tante. Lagipula apa salahnya saya bermesraan dengan istri saya sendiri? Kami pengantin baru, jadi wajar saja segala sesuatu masih dalam tahap manis - manisnya."
Lili dan Diandra melongo mendengar Raja mendebat nyonya Risaka Adiwangsa. Padahal tadi dia juga mengata - ngatai Lea...
Heol...
Si Raja ini punya kepribadian ganda kali, ya?
Raja meraih tangan Lea dan menggenggamnya erat, membuat Lea bengong, tapi gadis itu tak menolak sama sekali. "Justru saya akan merasa sangat tersinggung kalau Tante berani mencemooh dan mengatai istri saya. Tante harus ingat, begitu kami menikah, Aleah adalah tanggung jawab saya. Dia menyandang nama keluarga saya sekarang. Jika dia memang berbuat salah, maka sayalah yang akan menegurnya sendiri. Menghina dan mengata - ngatai dia sama saja dengan merendahkan harga diri saya." kata Raja lagi dengan nada tajam. Sirna sudah senyum ramah yang sempat ia ulas di bibirnya tadi.
Tante Danisha tersenyum salah tingkah sembari menatap tangan Raja yang bertaut erat di jemari Lea. Wanita paruh baya itu berdehem kemudian meninggalkan mereka dengan langkah canggung. Lili dan Diandra hampir tak mampu menahan tawanya melihat ibu Lili itu pergi sambil menanggung malu karena mendapat wejangan gratis dari anggota baru keluarga Adiwangsa itu. Lili bahkan tak peduli wanita yang ditertawainya itu adalah ibunya sendiri.
Sepeninggal sang tante, Raja langsung melepaskan tautan jarinya dari Lea. Pria itu mengibaskan rambutnya dengan sombong. "Aahh... Ternyata menyenangkan juga bermain drama sesekali. Ayo sayangku, kita masuk sekarang. Kamu harus istirahat. Kita masih punya banyak acara malam ini!"
Raja menarik Lea yang masih menunjukkan raut bingung masuk ke dalam bangunan hotel. Sementara itu Lili dan Diandra memandang mereka dengan senyum mengembang.
"Lea udah ketemu pawangnya. Tangguh lagi!" kata Diandra.
"Ya, kita gak usah khawatir lagi masalah keluarga, yang harus dikhawatirkan itu urusan kamar mereka!"
***
Acara resepsi pernikahan Aleah dan Rajata Mahendra juga berlangsung sukses. Ribuan tamu memadati ballroom hotel tempat resepsi diselenggarakan. Tak hanya keluarga dan kolega bisnis, hampir seperempat karyawan Mahendra Group dan Adiwangsa Group juga diundang. Belum lagi para teman dan kenalan kedua mempelai.
Acara puncak resepsi ini pun akhirnya tiba. Regu musik dan orkestra mulai mengalunkan irama merdu untuk mengiringi dansa. Kedua pengantin turun dari pelaminan untuk membuka pesta dansa, diikuti oleh orang tua, keluarga, dan para tamu undangan.
Raja dan Lea tampak begitu serasi. Raja sangat tampan dengan setelan tuksedo mahal bak pangeran kerajaan, sementara Lea begitu memukau dengan gaun pengantin modern dan tiara kecil bertabur berlian diatas kepalanya. Semua orang mengakui, bahwa hanya mereka berdua lah pangeran dan putri di acara malam ini.
Raja sempat terkesima beberapa saat setelah Lea selesai dirias tadi. Ia tak bisa memungkiri gadis kecil yang kini sah menjadi istrinya itu terlihat benar - benar cantik dan menawan dengan balutan gaun indah dan tatanan make up yang sesuai dengannya. Tak terlihat seperti gadis kecil, dan tak juga terlihat seperti wanita dewasa. Make up artist pilihan Mommy nya benar - benar sukses membuat Lea tampil sempurna untuk momen bersejarahnya malam ini.
Raja menarik Lea lebih rapat ke dadanya begitu mereka menyelesaikan dansa lagu pertama. Ditengah temaram lampu ballroom, Raja masih sempat melihat pipi gadis itu sedikit merona.
"Jangan berkhayal terlalu tinggi, little girl. Aku narik kamu mendekat hanya karena kasihan kau tersenggol oleh perempuan disebelahmu." kata Raja pelan di telinga Lea.
Lea menoleh melihat arah yang ditunjukkan Raja dengan kerlingan matanya. Benar saja, disana ada sepasang suami istri yang sedang berdansa dengan brutalnya tanpa menoleh kiri kanan, bahkan mungkin mereka tidak sadar sudah berdansa tepat disebelah pengantin.
Lea menunduk dan menarik nafas dalam. Pipinya memanas.
Oh my God, Lea! Are you blushing? Berhenti merona untuk hal - hal tidak penting seperti itu! Lea sudah berazam dalam hati, dia tidak akan pernah lagi tersipu dan merona atas setiap perlakuan Raja padanya setelah ini, karena pria itu bahkan tak pernah berniat menyenangkannya sama sekali.
Tapi, mata Lea sekali lagi membulat begitu merasakan benda kenyal dan dingin singgah di bibirnya. Kakinya lemas seketika. Untung pria di depannya ini dengan sigap segera menopang pinggangnya. Kesadarannya seakan melayang... Sampai ia mendengar suara tepukan riuh bergema di ballroon hotel itu.
"Dansanya sudah selesai. Dan penutup dansa adalah sebuah ciuman..."
Lea menatap Raja yang menyeringai licik dengan wajah berkecamuk, campuran antara malu, kesal, marah...
God! My first kiss...!!