BAB 4

1049 Kata
100 tahun kemudian ... Seorang pria gagah dengan tubuh bagian atasnya yang polos terlihat bergerak lincah menghindari berbagai serangan dari para prajurit yang sedang berlatih dengannya. Pekikan-pekikan kecil terdengar di sekitar, siapa lagi jika bukan para pelayan. Mereka berani terang-terangan menatap tubuh polos pria itu. Pedang yang saling bertautan itu terus saja berbunyi membuat siapa yang melihatnya pasti was-was. Akan tetapi para prajurit dilarang untuk mengenal rasa takut. Mereka semua dilatih untuk terus menyerang lawan hingga si lawan menyerah. “Kekuatan kalian semakin ada kemajuan dari pada kemarin,” kata si pria yang memimpin latihan kali ini. “Kalian boleh istirahat sekarang,” tuturnya lagi. Seketika sekumpulan para prajurit yang sedang berlatih pun dengan cepat bubar. Seorang gadis dengan pakaian sederhana miliknya tampak berlari kecil menghampiri pria yang memimpin tadi. “Ini minumlah,” ujarnya dengan mengangsurkan minuman untuk pria itu. Dengan cepat pria ini menenggak minuman itu hingga habis. “Terima kasih, Ver.” “Sama-sama, Kak. Kak Axele hari ini sibuk, nggak?” Ya, pria yang sejak tadi melatih para prajurit Kerajaan Vampir adalah Axele. Pria itu bergerak mengambil bajunya diikuti oleh Vera di sampingnya. Gadis bertubuh kecil ini adalah adik dari Reynart. Axele sudah menganggap Vera seperti adiknya sendiri karena pada dasarnya Axele adalah anak tunggal di keluarganya sekaligus calon raja di kerajaan ini yang masih belum tahu kapan hari pengangkatannya sebagai raja. “Tidak, hanya saja nanti sore aku harus meninjau wilayah barat,” jawab Axele. Pria ini sudah memakai pakaiannya, dan sekarang keduanya sedang menuju ke dalam kerajaan. Mendengar jawaban dari pria ini membuat Vera terlihat murung. “Ada apa?” tanya Axele yang peka dengan keadaan sekitar. “Tidak, hanya saja aku ingin mengajak Kak Axele melihat air terjun. Kata temanku ada air terjun di dekat Kerajaan Werewolf yang bagus,” terang gadis ini. “Kenapa tidak pergi dengan Reynart?” tanya Axele. “Kak Rey sibuk dengan buku yang dia pelajari sekarang. Sudah beberapa hari ini dia tidak ingin diganggu,” jelasnya membuat Axele mengangguk mengerti. Axele sudah paham bagaimana watak Reynart yang tergila-gila dengan buku. “Baiklah, aku akan berganti baju dulu. Tetapi, kita tidak bisa berlama-lama di sana,” putus Axele. Inilah Axele, dia sulit sekali menolak permintaan adik temannya ini. Meskipun dia sebenarnya bisa menolak, akan tetapi pria itu tidak tega melihat Vera yang bersedih. “Yes! Terima kasih, Kak. Aku janji nggak akan lama, kok. Aku hanya ingin mengambil beberapa gambar untuk koleksiku,” terangnya. Meskipun Vera adalah seorang wizard, akan tetapi dia cukup mengenal barang elektronik seperti ponsel atau kamera. Karena pada dasarnya orang tua Vera sendiri lebih banyak menghabiskan waktu mereka di dunia manusia. Axele tidak mempermasalahkan dengan hobi gadis ini, meskipun terkadang Vera memotret dirinya secara diam-diam. Tentunya dia pun tahu karena kepekaan sebagai bangsa vampir tidak perlu diragukan lagi. “Pangerang,” panggil salah satu prajurit membuat langkah kedua orang ini pun terhenti. “Ya?” “Raja memanggil Anda ke ruangannya,” jawab prajurit itu. Axele pun mengangguk, prajurit tadi pun undur diri. “Vera, habiskanlah waktumu di sini. Maaf aku tidak bisa menemanimu, nanti aku akan menyusulmu jika sudah siap untuk ke air terjun itu,” ujar Axele kepada gadis ini. Vera mengangguk paham. “Baik, Kak. Aku akan menunggu Kak Axele di kebun,” jawab Vera yang disetujui oleh Axele. Kemudian gadis itu pun berlari kecil menuju ke tempat yang dia maksud tadi. Sedangkan Axele mulai berjalan menuju ke ruangan sang ayah. Seperti biasa, di depan ruangan itu akan ada prajurit yang menjaga. Pintu terbuka otomatis tanpa perlu Axele menyentuhnya. Dilihatnya sang ayah sedang duduk dengan mata tertutup. Axele mengernyit tatkala mendapati ayahnya yang tertidur. “Kau sudah datang, Axele,” ucap Baz tiba-tiba membuat Axele mendengkus karena tadinya ia pikir Baz tertidur. “Ya, Ayah. Ada apa?” tanya pria ini enggan berbasa-basi. “Tidak ada, Ayah hanya ingin menanyakan perihal pencarianmu. Sudah ratusan tahun berlalu, apakah kamu belum menemukannya?” tanya Raja Baz. Tentunya Axele tahu jika yang sedang ayahnya bicarakan adalah belahan jiwanya. “Tidak ada, Yah. Aku belum menemukannya,” jawab Axele. “Kau tidak serius dalam mencarinya, Nak. Jangan terlalu egois dengan dirimu sendiri,” komentar Baz membuat Axele mengepalkan tangannya kuat. Ya, sejak dulu Axele memang enggan untuk mencari belahan jiwanya. Sejak awal dirinya sudah mengatakan jika tidak membutuhkan belahan jiwa, dan pendirian Axele ternyata masih tidak goyah. Tetapi, karena tak kunjung menemukan wanitanya itu, Axele terpaksa tidak bisa dinobatkan sebagai raja selanjutnya. Padahal Baz seharusnya sudah pensiun dari tahtanya. “Apakah kau tidak kasihan melihat Ayah yang terus bekerja setiap harinya?” “Kenapa Ayah tidak segera menobatkanku sebagai raja saja? Bukankah ini akan memudahkan tugas Ayah? Ayah bisa menghabiskan waktu bersama Ibu,” papar Axele. “Kita sudah membicarakan ini, Nak. Pengangkatanmu tidak akan terjadi jika kamu belum menikah,” jelas Baz yang selalu sama. Tidak ingin dirinya diliputi kekesalan, Axele pun segera berdiri dari tempatnya. “Jika tidak ada yang ingin Ayah katakan lagi, aku akan pergi. Aku sedang ada janji dengan Vera,” ucapnya dengan nada dingin. Baz mengembuskan napas lelahnya melihat putranya yang keras kepala ini. “Axele,” panggil Raja Baz membuat langkah kaki Axele yang sudah didekat pintu pun terhenti seketika. Akan tetapi, pria ini enggan untuk berbalik menghadap ayahnya. “Pergilah ke dunai manusia, mungkin saja dia ada di sana,” usul Baz membuat Axele refleks berbalik. “Tidak, Yah. Aku tidak akan ke sana. Tidak mungkin dia adalah manusia. Tidak mungkin belahan jiwaku berasal dari kaum lemah seperti mereka,” cibir pria ini. Dia benar-benar tidak berpikir jika pasangannya adalah manusia. Baginya manusia adalah makhluk lemah. Dan jika belahan jiwanya adalah manusia, maka dia sangat mudah untuk dibunuh. Jadi, apa gunanya makhluk itu jika tidak bisa menampingi Axele seumur hidupnya? “Axele! Jangan berlebihan seperti ini. Kita tidak pernah tau siapa takdir kita. Apa salahnya jika kamu mengecek ke sana. Bisa jadi apa yang Ayah katakan adalah benar. Jika kamu tidak bisa menemukannya di dunia ini, maka satu-satunya pilihan adalah dunia manusia,” kata Baz dengan tegas. “Aku akan memikirkannya, tetapi aku tidak janji,” putus pria ini yang segera pergi dari sana meninggalkan Baz yang sangat khawatir dengan putranya itu. Manusia? Benar-benar konyol. Tidak mungkin Axele ditakdirkan dengan makhluk seperti mereka. Di mana tak ada kekuatan apa pun yang bisa melindungi mereka. Kalaupun benar jika Axele memiliki takdir seorang manusia, ini akan benar-benar sulit mengingat dia adalah seorang raja, pasti akan banyak musuh yang mencoba meruntuhkan pertahanannya. Terima kasih sudah mampir. Btw, jangan lupa mampir ke ceritaku lainnya ya. Oh iya, selain di dreame/innovel, kamu juga bisa menemukan ceritaku lainnya di w*****d @yayukpitaloka
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN