Chapter 03 - Peduli

2026 Kata
"Walaupun kamu tidak pernah menganggapku ada namun aku akan tetap peduli denganmu." (Albilla) Albilla dan Sivia sedang berada di kantin setelah hukuman mereka selesai. Albilla yang asik meminum es jeruk di hadapannya sedangkan Sivia yang memakan bakso super pedas miliknya. Kantin yang sepi hanya ada mereka berdua. Tentunya semua orang sedang sibuk meminta tanda tangan anggota OSIS. Sedangkan mereka justru bersantai di kantin setelah menjalankan hukuman yang melelahkan itu. "Gue cape banget, ngga lagi-lagi deh dihukum." Ucap Sivia setelah mengunyah makanannya. "Salah siapa mau dihukum." Ucap Albilla santai. "Kan kita salah maka nya kita dihukum." Ucap Sivia. "Kan yang salah kak Davon." Ucap Albilla yang fokus kepada es nya. "Dia ketua OSIS ngga mungkin salah. Si penguasa, anak pemilik sekolah lagi." Ucap Sivia. "Eh tapi beneran lo dicium kak Davon?" Lanjut Sivia sambil menatap menyelidik ke arah Albilla. "Ngapain Via tanya gitu?" Ucap Albilla menatap heran Sivia. "Ngga papa, gue cuma mau tau aja." Ucap Sivia. "Tapi Via jangan ngomong siapa-siapa ya." Ucap Albilla yang dibalas anggukan oleh Sivia. "Iya, tadi Kak Davon cium pipi Billa. Billa terkejut banget tau. Jantung Billa deg-degan terus." Jawab Albilla. "Gue ngga nyangka, kok lo bisa kenal sama kak Davon bahkan Kak Davon bisa lakuin hal itu? Setau gue, gue juga denger dari orang-orang kalau Kak Davon itu orangnya dingin dan cuek sama cewek." Ucap Sivia yang belum percaya. "Kan kak Davon dijod--" "Hai kalian, kok malah disini yang lain lagi minta tanda tangan OSIS tuh." Ucap seorang siswa perempuan bername tag Vira. Vira duduk bergabung dengan Albilla dan Sivia. Albilla dan Sivia saling menatap merasa heran dengan kehadiran Vira yang bersikap sok akrab itu. "Lo sendiri kenapa malah disini?" Tanya balik Sivia. "Gue males." Ucap Vira. "Dasar. Tadi nyuruh kita tapi sendirinya males." Ucap Albilla. "Gue ngga nyuruh kalian kok." Ucap Vira. "Nama lo siapa?" Tanya Sivia. "Gue Vira, kalian siapa?" Ucap Vira sambil bersalaman tanda berkenalan. "Gue Sivia." Ucap Sivia. "Albilla panggil aja Billa." Ucap Albilla, Vira mengangguk - anggukan kepalanya. "Kalian kok disini?" Tanya Vira. "Kita dihukum gara-gara ngobrol waktu upacara." Ucap Albilla. "Ohhh kalian yang tadi itu. Hahahaha. Lagian ngobrolnya keras banget sih." Ucap Vira sambil tertawa keras mengingat kejadian waktu upacara itu. "Kita ngga nyadar dan kita ngga mimpi mau jadi viral gini." Ucap Sivia. "Dan ternyata kalian jadi viral, kalian menjadi orang terkenal di MOS hari pertama gara-gara ngga menaati peraturan." Ucap Vira. "Wahhhh kita hebat dong." Ucap Albilla membuat kedua orang itu menatapnya tajam. "Billa salah?" Tanya Albilla dengan tatapan polosnya. "Orang terkenal karena prestasinya itu lebih hebat daripada karena sensasi doang." Ucap Vira. "Tapi kita ngga nyari sensasi." Ucap Albilla. "Gue tau kok." Ucap Vira. "Kok kalian malah santai duduk di sini sih. Udah selesai hukumannya?" Lanjut Vira. "Udah, capek banget gue bersihin Ruang OSIS." Ucap Sivia. "Sama, Billa juga capek banget. Tangan Billa sakit." Adu Albilla. "Oh iya kalian mau minta tanda tangan ngga? Nanti dihukum lagi loh." Ucap Vira. "Yaudah ayo minta tanda tangan. Billa males kalo dihukum lagi. Udah cape banget." Ucap Albilla. Mereka berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan kantin untuk mencari anggota OSIS meminta tanda tangan. Sudah sepuluh menit lamanya mereka mencari anggota OSIS namun tak seorangpun yang mereka temukan. Albilla, Sivia, dan Vira menghembuskan napasnya kasar secara bersamaan. "Mana sih anggota OSIS kok daritadi kita ngga nemu-nemu ya." Ucap Sivia menatap ke arah kanan dan kiri koridor sekolah. "Dimana ya? Kita daritadi muter-muter gini. Mereka ngilang bak ditelan bumi tau ngga." Ucap Vira. "Coba ke rooftop aja. Siapa tau pada ngumpet disitu." Ucap Albilla. "Lo yakin Bil?" Tanya Sivia. Albilla mengedikkan bahunya tidak tahu. "Tapi ngga salahnya kita coba. Siapa tau aja ucapan Albilla bener." Ucap Vira. "Yaudah ayo." Ucap Sivia. Albilla, Sivia dan Vira berjalan menuju ke rooftop. ***** "Von, minta rokoknya sini." Ucap Varo. Davon melemparkan bungkus rokoknya yang langsung ditangkap oleh Varo. Davon, Varo, dan Rian berdada di Rooftop untuk sekadar bersantai dan menghindar dari kejaran siswa baru yang meminta tanda tangan pada mereka. "Akhirnya ngga ada yang gangguin kita." Ucap Rian. "Kita yang ngasih tugas mereka tapi kita juga yang susah. Nyesel gue ada ide kayak gini." Ucap Varo. "Lo kenapa Von daritadi diem terus." Lanjut Varo yang baru menyadari keterdiaman Davon. "Ngga papa." Ucap Davon singkat. Kemudian mulai menghisap rokoknya lagi. "Lo lagi ada masalah? Atau lo mikirin anak baru itu." Ucap Varo membuat Davon menatapnya tajam. "Siapa yang lo maksud?" Ucap Davon dengan nada kerasnya. "Yang tadi lo hukum, dia cantik juga jangan-jangan lo naksir dia lagi." Ucap Varo. Davon hanya diam dan sibuk menghisap rokoknya. Ia malas membahas tentang Albilla. "Tuhkan mereka ada disini." Ucap Albilla keras. Davon, Varo, dan Rian menatap ketiga gadis itu. Davon menatap tajam gadis yang selalu mengganggu dirinya setiap saat itu. "Kak kita mau minta tanda tangan." Ucap Sivia menyerahkan buku nya. "Enak aja." Ucap Rian jual mahal. "Kenapa? Kan ini tugas dari kakak. Kok malah ngga boleh." Ucap Albilla berani. "Kalian harus usaha lagi buat dapet tanda tangan dari kita." Ucap Varo. "Kak Davon, minta tanda tangan." Ucap Albilla dengan wajah memelas. "Ngga" Ucap Davon menatap Albilla. "Nanti aku bilangin mamah sama papah." Ucap Albilla. Semua orang yang berada disitu menatap ke arah mereka berdua. Ucapan Albilla yang membuat mereka curiga tentang hubungan gadis itu dan sang ketua OSIS. "Ngga mau. Mending kalian pergi aja. Cari yang lain." Ucap Davon sambil memasukkan rokok dalam mulut nya. "Kak Davon ngerokok?" Ucap Albilla. Davon menatap Albilla. "Lo bisa liat sendiri." Ucap Davon dingin. Albilla mengambil bungkus rokok yang ada dihadapan Davon. "Apa-apaan lo." Bentak Davon. "Billa ngga mau kak Davon kenapa-napa." Ucap Albilla mulai terisak dan meneteskan air mata. "Ehh Bil, kok lo malah nangis sih." Ucap Sivia panik melihat sahabatnya itu menangis. "Lo apain temen gue." Ucap Vira dengan keras. "Kalian bisa liat kan Davon ngga ngapa-ngapain temen lo." Ucap Varo. Sedangkan Davon hanya menatap Albilla yang menangis. "Billa ngga mau kak Davon ngerokok hiks...hiks.... Billa takut kak Davon kenapa-napa hiks...hiks... " Ucap Albilla membuat Davon yang akan memasukkan rokok ke mulutnya malah membuang lalu menginjaknya. Albilla tersenyum melihatnya. "Ck, lo nyusahin gue tau ngga." Ucap Davon dengan tatapan tajamnya. "Maaf kalo Billa nyusahin kak Davon. Tapi Billa takut kak Davon kenapa-napa. Billa takut kak Davon sakit." Ucap Albilla. Yang berada disitu hanya menyaksikan obrolan Davon dan Albilla. Rian dan Varo saling menatap begitupun dengan Sivia dan Vira. Tentunya mereka telah mencurigai sesuatu. "Gue ngga butuh." Ucap Davon menatap ke arah Albilla. Albilla memajukan tubuhnya agar lebih dekat dengan Davon. "Billa bakal selalu peduli sama kak Davon, Billa bakal tetep sayang sama kak Davon, Billa bakal selalu ada untuk kak Davon." Ucap Albilla sambil menatap Davon. Davon hanya diam lalu mendekatkan wajahnya ke arah Albilla. Albilla memejamkan matanya merasakan hembusan napas Davon. "Gue.ngga.peduli.sama.sekali." Ucap Davon penuh penekanan di telinga Albilla. Davon pergi meninggalkan Albilla namun tangannya dicekal oleh tangan mungil dan lembut milik Albilla. Albilla berdiri berhadapan dengan Davon. Albilla berjinjit, satu detik kemudian... Cup Davon mematung sedangkan yang lain membulatkan matanya menyaksikan Albilla yang mencium pipi Davon. Albilla sangat berani mencium Davon di hadapan mereka. "Walaupun kak Davon ngga menganggap Billa ada. Tapi Billa akan selalu menganggap kak Davon. Dan kak Davon ada disini. Di hati Billa. Untuk selamanya." Ucap Albilla sambil menunjuk hati nya. Davon hanya diam mendengar ucapan Albilla. Albilla pergi meninggalkan rooftop diikuti oleh sahabatnya yang masih bingung dengan apa yang terjadi. "Billa siapa lo Von?" Tanya Varo. "Bukan urusan kalian." Jawab Davon datar. "Kayaknya kalian dekat banget deh." Ucap Varo. "Kita sahabat lo Von. Kalo ada apa-apa cerita sama kita." Ucap Rian. Davon hanya diam masih memikirkan Albilla. ***** "Bil, lo harus cerita sama kita tentang kak Davon." Ucap Sivia saat mereka sampai di kelas. Albilla duduk bersama dengan Sivia, sedangkan Vira duduk di hadapan mereka. Albilla menelungkupkan kepalanya di kedua tangan yang ia lipat di atas meja. "Gue penasaran banget nih." Ucap Vira. "Billa ngga mau bahas itu." Ucap Albilla lemas. "Kalo lo udah siap, lo cerita ke kita." Ucap Sivia. Albilla menganggukan kepalanya. ***** "Sekarang adalah upacara penutupan MOS untuk hari ini. Jangan lupa kalian untuk mempersiapkan MOS buat besok. Jangan sampai ada yang dihukum lagi. Dan satu lagi, tugas yang meminta tanda tangan anggota OSIS dikumpulkan sekarang juga." Ucap Davon tegas. "Baik kak." Ucap peserta MOS. "Gimana nih kita belum ada satupun tanda tangannya." Ucap Vira. "Gue juga ngga tau." Ucap Sivia. Albilla hanya diam pasrah. Mau bagaimana lagi semuanya telah terjadi. "Punya kalian mana?" Tanya kakak OSIS perempuan bername tag Sasha. "Ini kak." Ucap Albilla sambil menyerahkan buku nya. "Kosong. Kalian gimana sih?" Ucap Sasha sedikit membentak. Albilla, Sivia, dan Vira hanya diam. Sasha pergi meninggalkan mereka menuju ke arah Davon. "Von, ada peserta yang ngga minta tanda tangan ke anggota OSIS. Bukunya masih kosong." Lapor Sasha kepada Davon. "Hukum besok aja." Ucap Davon. Sasha menganggukan kepalanya. "Perhatian semua. Kalian boleh pulang. Dan persiapkan buat MOS besok." Ucap Davon lalu meninggalkan tempat upacara. Peserta MOS mulai berhamburan untuk pulang. ***** "Kak Davon mana sih." Ucap Albilla yang menunggu Davon di samping mobilnya. Davon menyuruh Albilla untuk menunggu di area parkir samping mobil dan tidak boleh pergi kemanapun sebelum Davon datang. Albilla tersenyum melihat Davon berjalan ke arahnya. "Masuk" Ucap Davon langsung masuk ke mobilnya. Albilla ikut masuk ke dalam mobil. Davon mulai melajukan mobilnya keluar dari area sekolah. Suasana di dalam mobil begitu hening. Davon fokus menyetir sedangkan Albilla menatap jalan sesekali melirik ke arah Davon. "Kak Davon. Tadi Billa ngga ngumpulin yang tanda tangan tapi kok ngga dihukum ya." Curhat Albilla. "Besok." Ucap Davon. Davon tahu siapa orang yang tidak mengumpulkan tugas tanda tangan itu. "Hukumannya jangan berat-berat ya kak. Badan Billa sakit." Ucap Albilla manja. "Terserah gue." Ucap Davon. Albilla mengerucutkan bibirnya. "Sekarang aja badan Billa sakit karena bersihin ruang OSIS." Adu Albilla dengan suara memelas nya. "Jangan manja, udah SMA tapi kelakuan masih kayak anak SD." Ucap Davon tajam. "Billa ngga manja." Bantah Albilla. Davon hanya diam tidak menanggapi ucapan Albilla lagi. Berbicara dengan Albilla mungkin tidak akan ada habisnya. "Kak Davon ngga ngerokok lagi kan?" Tanya Albilla. Davon menghembuskan napasnya kasar. "Bisa ngga sih lo diem jangan banyak omong." Ucap Davon membuat Albilla diam. Hening. Sebenarnya Albilla ingin sekali berbicara namun ia menahannya. Ia takut jika Davon akan memarahi dirinya. "Kok diem?" Ucap Davon membuat Albilla menatapnya. "Tadi di suruh diem sekarang disuruh ngomong." Ucap Albilla. "Yaudah kalau ngga mau." Ucap Davon melirik sekilas ke arah Albilla. Albilla menghembuskan napasnya. Davon memang sangat menyebalkan, namun ia sangat mencintai lelaki itu. "Kak Davon." Ucap Albilla. "Hmmm." Balas Davon tanpa menatap Albilla. "Kenapa Kak Davon ngerokok?" Tanya Albilla lirih. Ia takut menanyakannya pada Davon. "Karena suka." Balas Davon singkat. "Kalau sama Billa suka ngga Kak?" Tanya Albilla. "Ngga nyambung." Ucap Davon datar. Albilla tersenyum kecil. "Terus kenapa lagi alasan kak Davon ngerokok?" Tanya Albilla. "Gue stres." Jawab Davon menatap Albilla. Mobilnya telah berhenti karena lampu lalu lintas berwarna merah. "Stres kenapa Kak?" Tanya Albilla membalas tatapan Davon. "Karena lo hadir di hidup gue." Ucap Davon kemudian menginjak gasnya, melajukan mobilnya kembali. Albilla menundukkan kepalanya. Apakah ia beban untuk Davon? Apa ia mengacaukan kehidupan Davon? Tak terasa air mata mulai menetes di pipinya. Namun, ia langsung menghapusnya agar Davon tidak mengetahui kalau ia sedang menangis. Albilla mencoba tersenyum ke arah Davon. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Davon. Davon menegang seketika, ia terkejut dengan tindakan Albilla. "Maaf. Billa janji ngga akan jadi beban untuk Kak Davon." Ucapnya. "Menjauh dari gue sekarang!" Perintah Davon. "Billa ngga mau." Ucap Albilla memeluk lengan Davon. "Albilla duduk yang benar!" Ucap Davon dengan keras. "Billa pengin nyandar kayak gini Kak." Ucap Albilla. Tangan Davon menjauhkan Albilla, namun terhenti karena mendengarkan suara dengkuran halus dari gadis itu. "Kenapa lo ngga mau ngejauh dari gue Bil?" Ucap Davon dengan tatapannya yang fokus ke arah jalanan namun pikirannya terpenuhi oleh Albilla. "Gue harus bersikap kayak gimana lagi ke lo. Gue harus bersikap gimana Bil? Gue mau lo menjauh dari gue. Gue ngga mau hidup gue diperumit dengan adanya lo." Ucap Davon dalam hati. TBC Yuhuuu.... gimana menurut kalian? jangan lupa komen dan yang lupa belum tekan love, tekan love sekarang biar ceritanya masuk ke library kalian❤?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN