Bab 8

1065 Kata
Hari-hari berikutnya dilalui oleh Tina dengan cara yang sama, mendiamkan suaminya agar dia berpikir bahwa tindakannya begitu menyakitinya. Tina masih tidur berdua dengan anaknya. Marni juga berusaha menghindari dan berinteraksi dengan kakak iparnya itu. Hari-hari juga dilalui oleh Cecep dengan rasa yang tidak menentu. Didiamkan oleh istri dan adik iparnya, membuatnya banyak berpikir. Dia memang salah. Sudah seharusnya dia menerima hukuman ini. Dia bekerja di tempat kerjanya yang baru dengan giat. Mencoba melupakan semua masalah dalam rumah tangganya. Dia selalu menunggu Tina berangkat duluan, barulah dia berangkat ke restoran tempatnya bekerja. Untuk sarapan dan makan malam, dia selalu membuatnya sendiri. Ini berlangsung selama dua minggu lamanya. Siang itu, Tina makan siang bersama Esih. Seperti biasa, mereka berdua makan di taman pabrik. "Bagaimana keadaan kamu? Udah membaik?" Tanya Esih. "Masih kesal. Bayangin aza kalo kamu jadi aku." Jawab Tina. "Sehari setelah malam itu, dua hari kemudian aku dengar dari pihak HRD, Imas mengundurkan diri. Dan kata temenku yang dekat dengannya, Imas juga pindah kontrakan. Sepertinya suamimu dan Imas sudah memutuskan untuk berpisah. Itu sih menurut pendapatku." Ujar Esih. "Baguslah. Aku ga suka ama pelakor itu. Bikin darah tinggi." Kata Tina. "Terus suamimu? Aku lihat setelah kejadian itu, dia juga ga pernah masuk. Terus aku tanya ke temen yang lain, katanya suamimu juga mengundurkan diri." Kata Esih. "Entahlah. Aku dua minggu ini ga komunikasi ama dia. Aku masih mendiamkannya. Males juga ngomong ama dia. Biarin azalah dia mau ngapain juga." Kata Tina. "Kamu ga bisa terus mendiamkannya. Kamu harus tegas dan berbicara padanya. Kamu tekankan, resiko yang akan dia hadapi jika dia kembali melakukannya. Kamu ancam aza, bilang kamu akan meninggalkannya jika dia seperti ini lagi." Kata Esih. "Iya. Aku memang harus tegas ama dia. Biar dia ga mengulangi lagi kesalahannya. Tapi untuk sekarang, aku males ngurusin. Aku masih belum mau berinteraksi dengannya." Kata Tina. "Kamu harus sabar ya. Inget anakmu. Dia masih kecil." Kata Esih. "Aku tahu. Aku akan berbicara dengannya setelah aku merasa siap. Untuk sekarang, biarlah seperti ini dulu. Biar dia merasakan sakitnya didiamkan. Lebih sakit aku yang dia selingkuhi. Didiamkan, ga ada apa-apanya." Kata Tina. Keduanya telah selesai makan siang dan masuk kembali ke ruang kerja mereka. Dan kembali, Tina mendiamkan suaminya setelah dia sampai di rumah. Hanya anaknya yang berinteraksi dengan suaminya. Dia masih memendam luka dengan cara mendiamkan. Berharap luka yang ditorehkan suaminya, akan segera menghilang. Dua minggu kemudian, saat pulang kerja, Tina sudah mendapati suaminya ada di rumah seperti biasa. Dalam pikiran Tina, suaminya memang menganggur setiap hari karena saat dia pergi, dia melihat suaminya masih tertidur. Dan saat dia pulang, suaminya pun ada di rumah. Dia pun masuk ke kamar. Di atas meja, terlihat sebuah amplop coklat tebal. Dia pun membukanya. Ada sebuah surat dan juga uang. Dibacanya surat itu. "Aku minta maaf atas semua kehilafanku, istriku. Aku terlena. Aku kelelahan karena terus bekerja lembur. Di saat itulah perempuan itu masuk dalam hidupku. Empat bulan aku kerja lembur, baru kali itu aku mengantar seorang perempuan pulang kerja. Dan setelah itu, hampir setiap hari aku mengantarnya pulang. Dia selalu menyediakan teh hangat saat aku mampir ke tempatnya. Dan entah apa yang merasuki kami, bulan kelima aku mampir ke tempatnya, kami melakukan hubungan itu. Hubungan yang terlampau jauh menurutku. Dan dia juga berpikir hal yang sama. Hubungan kami terlalu jauh. Saat kamu datang ke sana, itu adalah kali kedua kami terbawa suasana. Aku khilaf. Setiap malam selepas pulang kerja, aku ga tega bangunin kamu untuk melayaniku. Aku masih bersabar karena tahu kamu pasti kelelahan. Aku mencoba mengerti posisimu. Tapi itu juga ga membenarkan tindakanku yang sudah berhubungan intim dengannya. Sekali lagi, maafin aku ya. Aku menyesal. Aku sangat menyesal sudah mengkhianatimu. Aku meminta kesempatan kedua padamu. Aku mohon, demi anak kita. Kita perbaiki semuanya. Ini adalah gaji pertamaku, saat ini aku bekerja di sebuah restoran sebagai cleaning service. Sebulan tepat aku bekerja di sana. Aku memilih untuk keluar dari pabrik karena aku ingin mengakhiri semuanya dengan perempuan itu. Aku berniat ingin memperbaiki hubungan kita. Tertanda, suamimu. Tina terdiam beberapa saat. Dia pandangi uang di dalam amplop itu. Jadi ini uang gajinya selama bekerja satu bulan. Dia menghitung semuanya. Ga jauh beda ama gaji di pabrik, hanya beda beberapa ratus ribu. Aku harus bagaimana? Tina masih berpikir. Di luar, terdengar anak dan suaminya sedang tertawa dan bercanda. Haruskah aku memaafkannya? Tetapi, hatiku masih saja sakit. Sulit melupakan luka itu. Melihatnya menggauli perempuan itu, membuat darahnya mendidih. Saat sedang berpikir sendiri, suaminya masuk ke dalam. Lalu duduk di sampingnya di pinggir ranjang. "Bu, ayah minta maaf. Ayah salah. Ayah khilaf. Semoga ibu mau maafin ayah." Kata Cecep, memulai percakapan. Istrinya masih terdiam. "Ayah tahu ayah salah. Ayah ga akan mengulanginya lagi. Kita perbaiki semuanya ya. Kembali menjadi keluarga yang harmonis dan hangat. Ayah merindukan ibu." Kata Cecep. Tina masih terdiam membelakangi suaminya. Tak bisa dipungkiri, dia masih mencintai suaminya. Walaupun suaminya sudah mengkhianatinya, dia tetap memaafkannya. "Bu, ayah harus gimana biar ibu maafin ayah?" Tanya Cecep dengan suara bergetar menahan tangis. Mendengar nada suaminya yang mulai bergetar, terketuklah hati Tina. Dia ikut meneteskan air matanya. Lalu, tanpa Tina sadari, tangan suaminya sudah melingkar di pinggangnya. Memeluknya dari belakang. Embusan napas suaminya yang sangat dekat dengan telinganya, membuat Tina berdesir. Lama tak disentuh, membuat Tina merindukan sentuhan suaminya. Dan sepertinya Cecep tahu hal itu. Dia berbisik di telinga istrinya sambil terisak. "Maafin ayah ya. Ayah udah menyakiti ibu. Maaf ya." Kata Cecep, sambil menghapus air matanya. Tina juga menghapus air matanya. Suaminya sampai menangis saat meminta maaf. Semoga permintaan maafnya tulus, gumam Tina. Kepala suaminya berada tepat di bahu Tina. Lalu suaminya mulai mencium bahunya, pipinya, punggungnya. Membuat Tina ingin merasakan yang lebih dari itu. Tetapi dia terlalu gengsi mengakuinya. Dia masih saja terdiam. Tanpa disangka Cecep membuka tapi bra istrinya, tangannya merayap ke depan, ke dua bongkahan kembar istrinya yang sudah terbuka. Melepas kancingnya satu per satu. Tina hanya terdiam. Menikmati semua sentuhan suaminya. Tahu tak ada penolakan, Cecep melepaskan kemeja istrinya dengan perlahan. Lalu melepaskan branya juga. Tina masih terdiam. Lalu gegas Cecel berdiri dan mengunci pintu kamar mereka. Lalu berjongkok di depan istrinya dan mulai memainkan mulutnya di kedua boba istrinya. Karena terlalu lama tidak disentuh, membuat Tina pun membalas sentuhan suaminya dengan menjambak rambutnya. Lalu mereka pun memulai aktivitas panas yang berawal dari sentuhan-sentuhan sensual. Keduanya bergumul dengan barbar karena terlalu lama saling mendiamkan. Berjam-jam mereka melakukannya sampai keduanya terlelap karena kelelahan. Bertukar keringat dengan napas yang sudah tidak beraturan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN