Bab 2. Digerebek Warga

1186 Kata
Bab 2. Digerebek Warga POV Lisa Ada gelanyar aneh dalam diriku. Ada hasrat aneh yang harus dituntaskan. Ya, Tuhan aku masih perawan, kenapa lah ini harus terjadi. Aku tak mau seperti ini. Remaja tengil ini memang nakal. Perbuatannya sudah keterlaluan. "Jeng Ayu, ayo lihat. Anakmu ngapain Jeng!" Ibu sekompleks ramai berdatangan. Mereka menyaksikan perbuatan tak biasa kami berdua. Mendengar teriakan Ibu kompleks, Bu Ayu yang notabenenya Mama Fandi turun dan terkejut melihat kesalahpahaman ini. Aku mendengkus dalam hati bahwa anaknya lah yang nakal. Fandi menjadi panik dia mendorong tubuhku kesamping. Dan bersegera merapikan pakaiannya. Dia menatapku sengit namun kemudian dia mengacak-acak rambutnya. "Bu, Ibu. Kalian salah paham. Aku dan dia gak seperti yang kalian lihat," ujarnya membela diri. "Fandi, kamu ngapain sama guru privat Radit. Kamu gatel banget. Pipis aja kamu belum lurus udah mau berbuat macam macam!" kata Bu Ayu menjewer telinga anaknya. Fandi meringis kesakitan. "Ya, Ampun Bu, anak zaman sekarang gak tau tempat kalau begituan. Gak nyangka Fandi berani ngundang perempuan ke rumah untuk berbuat m*sum." kata salah seorang Ibu kompleks dengan ketus. Aku terus meremas remas pakaianku, tubuhku masih terasa panas. Bu Ayu melihat ku heran. "Ma, udah sakit telingaku!" ucap Fandi. Bu Ayu dengan kasar melepas jeweran nya di telinga anaknya. Fandi memegang telinganya yang sudah memerah. "Heh, kamu perempuan nakal ya, kok kamu mau main kuda-kudaan di ruang keluarga. Kamu minta kawin ya!" kata Ibu Kompleks yang lain padaku. Aku melihatnya kesal namun tubuhku masih terasa panas. Aku menggeliat sebisa mungkin. "Kawinin aja kalau begitu. Ya Bu Ayu mereka pasti sudah berbuat diluar batas. Ayo panggil Pak RT. Kita lapor sekarang Bu!" Mereka berniat pergi dan melapor ke RT bagaimana ini, kalau Ibuku sampai tahu bisa tamat riwayatku. "Bu Sabar, anak saya gak salah, pasti ada kesalahpahaman disini. Jangan main hakim sendiri, Bu," lanjut Bu Ayu panik. Dia mencoba menenangkan Ibu-Ibu itu namun mereka tak mau dengar. "Eh, Bu Ayu. Kita arisan gak sembarang arisan ya. Kita juga ikut pengajian Mama Dodoh. Kalau ada orang yang berzina satu kampung bakal ketiban sial. Udah Bu, jangan dengerin Bu Ayu. Lihat pacar Fandi dari tadi ganjen banget mungkin dia minum obat supaya bisa liar melayani si Fandi!" Kata Ibu itu memfitnahku. Ya Tuhan, kali ini benar benar tamat riwayatku. "Bu, tunggu dulu kita selesaikan ini secara kekeluargaan. Bu jangan main hakim sendiri!" Bu Ayu berteriak, namun mereka sudah pergi dan mungkin melapor ke Pak RT. Mama Fandi menjadi gusar. Dia tutup pintu rumahnya dan dikunci. Dia mendatangi kami berdua. Fandi sudah ketakutan begitupun diriku. "Fandi, kamu harus jelasin ke Mama, ngapain kamu sama guru privat Radit?" tanya Bu Ayu gusar. Dia memperhatikanku lebih seksama dan dia menelan salivanya, "Kami gak ngapa-ngapain, Ma. Dia yang datang dan memeluk Fandi." Aku sangat kesal bocah nakal ini masih membela diri. "Bu Ayu, anakmu menaruh obat di minumanku. Aku jadi begini karena ulah nakalnya. Dia memang masih anak kecil, ngerjain yang lebih tua kok kelewatan!" Kataku dengan bergetar. "Benar Fandi. Kamu kok nakal banget. Mama mau telepon Papa dulu." Bu Ayu terlihat gemas pada kami, terutama anaknya. "Ma, kalau Papa tahu aku bisa benaran dikawinin sama tante-tante. Aku gak mau Ma nikah sama tante-tante," kata Fandi menatapku kesal. Aku balik melihatnya marah. Buset dah! aku masih muda dan kenapa dia harus panggil aku tante. "Bocah tengil aku bukan tante-tante, usiaku baru dua puluh tiga tahun. Najis tralala aku mau sama anak ingusan kayak kamu. Kamu mungkin belum sunat!" Kataku dengan tubuh bergetar, tanganku masih meremas ujung pakaianku dan aku menggeliat tak teratur. "Enak aja kamu fitnah aku belum sunat, kamu mau aku tunjukin!" Kata Fandi menantang ku. Bu Ayu semakin gusar dan tampak yakin kalau kami memang sudah lama kenal. Semoga aku gak dikawinin sama anak ini. ** Papa Fandi terlihat shock mendengar berita itu. Apalagi sudah banyak warga yang datang. Mereka memanfaatkan situasi untuk mencari hiburan dan tontonan gratis. Jahat sekali, aku harus jadi korban, "Pak RT kami akan selesaikan persoalan in secepatnya. Mohon biarkan kami berdiskusi keluarga, Pak, biar bagaimana pun ini aib dan gak semua warga harus tahu, Pak. Fandi masih SMA dan tahun ini tamat sekolah. Kita bisa selesaikan dulu baik baik, Pak," kata Papa Fandi menenangkan para warga. "Baiklah Pak, tapi saran saya keluarga wanita harus datang juga biar menyelesaikan masalah. Kita gak mau ada keributan dan terjadi hal yang tidak diinginkan!" kata Pak RT tegas. "Baiklah, Pak. Saya akan hubungi orang tua Lisa," ucap Ayah Fandi mengalah. "Baik saya akan tunggu disini, setelah dia datang saya akan pulang. Untuk sementara para warga BUBAR!" Teriak Pak RT ke warganya. Mereka masih menikmati tontonan gratis. Mereka tak rela bubar begitu saja. Pak RT pun tegas menyuruh bubar dan dengan terpaksa para warga bubar, sebelum bubar mereka bersorak kencang. Aku sudah agak tenang. Bu Ayu memberiku minuman hangat. Walaupun tubuhku masih panas dan ingin terus dipeluk. "Kamu bagaimana sih, Fan. Sekarang jadi kacau begini. Kamu kasih obat apa Lisa?" tanya Papa nya gusar. "Ya, Fandi memang keterlaluan. Awalnya cuma iseng aja Pa. Gak ada niat apa apa. Fandi cuma kesal aja sama dia karena di jalan dia salah tapi gak mau minta maaf dan nyolot banget, Pa," sambung nya yang terus membela diri. "Terus kamu kerjai dia gitu. Kamu emang masih bocah, Fan. Kamu dapat dari mana obat itu?" kata Papanya marah. "Di laci paling sudut atas. Papa pernah bilang kalau itu obat sakit perut. Ya udah aku tuang dikit aja. Maaf Pa, emang itu obat apa Pa. Aku benar-benar gak tahu." Papa Fandi mengacak acak rambutnya. Dia sangat histeris. Ibu Ayu bergegas menenangkan. "Itu obat perangsang buat berhubungan badan," kata Papanya dengan raut penuh penyesalan. Fandi terkejut begitupun aku dan Bu Ayu. "Papa yang salah naruh obat sembarangan. Buat apa obat begituan sih, Pa?" tanya Bu Ayu gusar. Papa Fandi menatap lekat istrinya. "Maafin Papa, Ma. Teman Papa nyuruh papa pakai itu atau Mama yang minum supaya kita lebih …" ujar Papa Fandi menyeringai ke istrinya. Bu Ayu mencubit gemas pinggang suaminya. Sementara Fandi melihat jengah orangtuanya. Merasa diperhatikan mereka berdua salah tingkah dan kembali bersikap normal. ** "Maafkan kesalahan anak saya Bu," ucap Bu Ayu pada Ibuku. Radit bergelayut manja pada Ibunya. Sementara Fandi terlihat menundukkan wajah. Papa Fandi terlihat gusar. "Oh ya Bu kita belum berkenalan saya Ayu dan ini Mas Fuad suami saya," kata Bu Ayu yang terlihat malu. "Saya Ningsih, Ibu nya Lisa," ucap Ibuku sedikit cemberut. "Jadi bagaimana solusinya, Bu. Anak saya masih sekolah dan tahun ini baru selesai," kata Bu Ayu pelan, dia sangat berhati hati dalam berbicara. "Bu, saya malu. Anak saya perempuan. Dia juga sudah dua puluh tiga tahun, bagaimana nasibnya, kalau sudah difitnah begini. Anak saya itu yatim dan saya janda. Dosa loh mendzalimi kami," ucap Ibuku sambil terisak. Aku menggigit bibirku, aku sudah mulai tenang, gelanyar aneh itu perlahan sirna, aku begitu tersiksa karena obat sialan itu. Lihat saja bocah tengil ini juga akan menerima akibatnya. Hatiku juga rasanya pilu, begini amat dah nasib ku, udah pengangguran dan dapat masalah besar lagi. "Tidak ada jalan lain, Fandi harus menikah dengan Lisa. Secepatnya!" Kata Pak Fuad tegas. Aku menelan saliva ku dan mata kamu berdua mendelik tak terima. Kami secara kompak berkata. "Apa?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN