Nada berakhir di kantin dan tengah berdiri di depan kulkas yang melihatkan berbagai macam minuman.
Matanya bergerak kanan-kiri memilih minuman mana yang akan ia beli.
Hingga satu menit lebih Nada belum juga memutuskan pilihan.
"Ini aja, enak." Seseorang membuka kulkas dan mengambil sebotol minuman thai tea.
"Lo ngikutin gue?" tanya Nada pada orang itu yang ternyata Hyunjin.
Tanpa mencari alasan apapun, Hyunjin menjawab dengan jujur. "Iya," katanya seraya menyodorkan botol thai tea yang ia ambil tadi.
Nada hanya bisa menghela napas dan meraih minuman pilihan Hyunjin. Pasalnya cewek itu benar-benar bingung harus meminum apa.
Setelah membayar, Nada duduk di salah satu meja pojok kantin, dan tentu saja Hyunjin masih menbuntutinya dengan minuman thai tea yang juga di tangannya.
"Bisa nggak, sehari aja nggak ganggu gue?"
"Aku nggak ganggu kok."
"Tapi gue merasa terganggu. Liat deh orang-orang pada natap kita. Risih," ujar Nada yang sedari tadi merasa kurang nyaman karena terus ditatap orang-orang.
"Oh aku sama kamu sudah jadi kita?"
"Astaga. Gila."
"Iya aku emang gila kayaknya deh." Bisa-bisanya Hyunjin berkata seperti itu tetap dengan gelagat dinginnya.
"Udah ah, gue mau ada kelas, jangan ikutin gue!"
Nada berdiri dari duduknya, hendak beranjak dari sana namun bola matanya berputar saat itu juga. Pasalnya, dia tidak ingin masuk kelas hari ini.
Hyunjin menatap Nada dengan senyum tipisnya, "Pasti kamu males masuk kelas, kan?"
"Sotoy lo!" tukas Nada kesal padahal apa yang dikatakan Hyunjin itu benar adanya.
"Wajah lo udah keliatan banget, wajah-wajah pengen bolos."
Nada menarik napas panjang. Dia kesal kenapa lelaki aneh itu terus saja mengganggu hidupnya.
Saat dirinya hendak beranjak dari sana dan meninggalkan Hyunjin, tiba-tiba otakknya menyuruh tubuhnya berhenti. Nada memikirkan hal yang harus membuatnya melupakan urat malu di hadapan Hyunjin. "Gue boleh main ke rumah lo nggak?" Pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Nada.
Bukan main, Hyunjin tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. "Ke-ke rumah?"
"Nggak usah gagap. Lo tau apa yang gue mau."
Hyunjin masih tidak bisa menebak.
"Papa."
"Oh ...," ujar Hyunjin yang langsung mengerti lantaran tadi pikirannya sudah kemana-mana. Nada pasti ingin melihat atau bisa dibilang mengintip bagaimana kehidupan Papanya di sana.
"Oke, boleh. Sekarang juga bisa," katanya yang langsung menggandeng lengan Nada.
Lagi, beberapa pasang mata memperhatikan mereka tanpa berkedip.
Nada tidak tahu, kenapa dirinya bisa senekat ini memanfaatkan Hyunjin untuk mengintip sedikit kehidupan baru Papanya, walau dia tahu itu sangat menyakitkan.
***
Hyunjin menghentikan RX-King nya di depan rumah.
Tanpa aba-aba, Nada segera turun dari sana. Matanya langsung tertuju ke rumah di samping rumah Hyunjin, yang kini menjadi tempat tinggal baru Papanya.
"Masuk," ujar Hyunjin yang sudah membuka pagar.
Nada mengangguk dengan pandangannya yang tak lepas dari rumah Dion.
"Loh, Mas Hyunjin udah pulang?" tanya seseorang yang terlihat merapikan tanaman di halaman rumahnya. "Bolos lagi ya?"
Hyunjin mengangguk dan menggaruk kepalanya, "Hehe, iya Mbok."
"Siapa ini? Neng cantik ...." Mbok-mbok tersebut terlihat sangat akrab dengan Hyunjin. Usianya tidak terlalu tua, sekitar 45 tahunan yang tidak jauh beda dengan orangtua Hyunjin.
Nada hanya membalas dengan senyuman.
"Namanya Nada, Mbok. Jangan bilangin Ayah sama Ibu kalau saya bolos lagi ya?" ujar Hyunjin yang terlihat memohon dengan Mbok Nia, asisten rumah tangganya yang sudah sangat lama bekerja di sana.
"Tenang, Mas ...." Mbok Nia mengedipkan mata dan mengacungkan kedua jempolnya di sana.
Nada melihat sebuah foto keluarga di ruang tamu Hyunjin yang membuatnya merasa iri mengingat kondisi keluarganya saat ini.
"Kenapa?" tanya Hyunjin pada Nada yang terlihat bengong.
"Nggak kok," sahut Nada sambil mengeluarkan senyum tipisnya.
Hyunjin langsung mengajak Nada menuju lantai dua agar Nada bisa melihat rumah sang Papa dari balkon. Hyunjin tahu persis, maksud Nada ingin ke rumahnya hari ini.
"Aku ngambil minum dulu ya."
Nada hanya mengangguk dan langsung duduk di kursi pada ujung balkon.
Matanya sedikit memanas memandang rumah itu, terlihat jemuran pakaian di halamannya yang terdapat baju kerja Papanya. Hatinya yang sudah hancur terasa semakin hancur melihat itu.
"Pokoknya gue gamau kalah kali ini. Eh lo tunggu sini dulu bentar, gue ngambil cemilan di bawah."
"Oke."
Suara itu membuat Nada menoleh.
"Kak Nada?" ujar orang itu yang terlihat terkejut dengan keberadaan Nada di sana.
"Eh, Nino," ujar Nada yang terlihat sedikit malu dengan adiknya itu.
Nino memicingkan matanya, mendekati sang kakak yang masih tersenyum canggung.
"Kakak ngapain di sini?"
Nada menggigit bibirnya, "Em ...."
"Ngapain, Kak?" tanya Nino lagi dengan penuh penekanan.
"Itu ... anu ...."
"Apaan sih kak?"
"Eh ada Nino ya? Nih Na, minumnya," ujar Hyunjin seraya membawa beberapa minuman dingin, "Aku gak tau kamu suka minum apa, jadi aku bawa semua."
Nino menatap Kakaknya dan Hyunjin secara bergantian. Ekspresi wajahnya benar-benar seperti ingin minta tabok.
Tidak banyak pertanyaan yang keluar dari mulut Nino, hanya satu kata. "Cie ...," katanya dengan wajah yang tentu saja ngeselin.
Daffa datang sambil membopong beberapa snack di tangannya. "Eh, kok?"
"Iya nih ada apa dengan Kakak-kakak kita, Daff?" ledek Nino dan memberi kode kepada Daffa untuk bergabung dengannya meledek dua orang itu.
"Cie ...," ujar Nino dan Daffa kompak.
"Udah deh, Nino nggak usah mikir aneh-aneh, ya." Nada terlihat kesal dengan situasi yang ada.
"Yaudah lanjutkan Kak, Nino nggak bakal tanyain atau kepo macam-macam kok. Kami mau main PS aja ah, Yuk Daff."
"Skuy!"
Daffa dan Nino beranjak dari sana namun tidak lupa memalingkan wajah ke belakang dengan ekspresi meledek.
"Sana cepet pergi! Gue tampol juga lo pada ya!" teriak Hyunjin yang agak kesal dengan kelakuan dua remaja itu.
"Iya iya Bang. Galak amat ah!" seru Daffa yang semakin menghilang dari sana.
Nada menatap Hyunjin dengan canggung. Lalu mengambil salah satu minuman rasa jeruk dan tanpa pikir panjang dia langsung menegak minuman tersebut hingga habis.
Hyunjin melihat Nada dengan heran, "Haus banget, ya?"
***
"Astaga San, banyak banget lo bawa makanan?" Nada tercengang melihat berbagai macam makanan yang dibawa Sandra, mulai dari gorengan hingga martabak manis lengkap dengan dua gelas minuman dengan topping boba.
Sandra menyengir. "Harus perlu asupan untuk mendengar dan bercerita eheu."
Nada menggelengkan kepalanya, sangat heran dengan kelakuan temannya itu namun beberapa detik kemudian dirinya meraih martabak manis yang dibawa Sandra.
"Makan yang banyak ya Nona Nada ... biar semangat ceritanya hahaha."
Helaan napas tentu saja keluar dari mulut Nada. "Iya, Nona Sandra, terimakasih atas asupannya ya. Apakah Anda siap mendengarkan?"
"Siap banget!"
"Oke, jadi--"
"Bentar Na, gue baru ingat, kata lo rumah Bang Alphiandi dekat sini? di mananya? ayo ke balkon sekarang juga, gue mau liat gamau tau pokoknya!"
Oke, ternyata keberadaan Alphiandi lebih menarik bagi Sandra daripada cerita lainnya. "Oke oke, apa yang nggak untuk Sandra sih," ujar Nada yang mulai berdiri dan membuka pintu kamarnya.
Sandra memekik kegirangan entah apa yang membuat perempuan itu terlalu bersemangat. Baru saja mau melihat Alphiandi, bagaimana jika dia melihat langsung artis Korea kesukaannya, bisa-bisa pingsan di tempat sampai koma dua bulan.
***