Saat aku dan Melisa sudah sampai di halaman sekolah, semua sudah riuh berbisik kesana-kesini melihat seorang pria yang turun dari mobil dan berdiri di depan tangga pintu masuk membuatnya menjadi pusat perhatian semua murid laki-laki maupun perempuan.
Tidak ayal kenapa dia menjadi pembicaraan semua orang, tentu saja karena ketampanannya, bahkan Melisa sampai tidak bisa berkata-kata di sampingku. Sepertinya dia adalah murid baru yang dikatakan Melisa sebelumnya, tuan muda kedua dari keluarga Grey seperti kata Luca.
Posisinya sangat jauh diatas ku, lebih baik aku tidak menganggu-nya. Aku kembali berjalan sambil mengenggam tangan Melisa yang lupa diri. dia bahkan lupa bahwa dia adalah seorang anak perempuan dari keluarga terpandang sehingga menatap tuan muda Grey dengan tatapan penuh kagum dan hasrat yang membara.
Aku berjalan menuju tangga, menaiki anak tangga dan melewatinya begitu saja, aku rasa ia sedang melihatku dengan kesal saat ini, tatapannya begitu terasa, begitu tatapan semua orang yang menatap ku dengan tidak suka, mungkin karena aku sudah menganggu adegan pemeran utama pria hari ini yang sedang tebar pesona.
Aku berusaha untuk tidak terpengaruh dengan tatapan mereka dan masuk kedalam gedung sekolah dengan cepat, begitu sampai di lorong loker, Melisa memberontak melepaskan tangannya yang di genggam olehku. "Kenapa kamu menarik ku sih?! aku kan mau lihat tuan muda kedua!" kata Melisa memperotes padaku, aku mendengus kesal.
"Kamu mau melihat dia terus seperti orang gila? dia saja tidak peduli bahkan tidak tahu jika kamu memperhatikannya, ada lebih dari ratusan siswi yang berharap akan hal yang sama dengan mu." kata ku dengan telak.
Melisa terdiam dengan wajah kecewa yang terpancar jelas, aku sedikit merasa bersalah padanya karena berkata begitu keras, tapi kan dia bukanlah anak kecil lagi. Setelah itu aku baru menyadari situasi canggung yang saat ini berpusat padaku, ternyata tidak semua siswa dan siswi berada di luar untuk melihat anak baru itu seperti perkataan ku sebelumnya, karena sekarang lebih dari 10 siswa laki-laki yang sedang berlalu lalang menatap ku dengan aneh.
Aku tidak mengenali siapa mereka tapi, 2 orang dari mereka menghampiri aku dan Melisa, kedua laki-laki itu menatap kami, lebih tepatnya menatap ku, aku merasa sedikit khawatir. Melihat tingkah ku yang aneh, Melisa mengikuti arah pandangan ku yang tertuju pada kedua pria itu. Sama terkejutnya dengan diriku, Melisa merapatkan dirinya pada tubuhku sambil kembali menggenggam tangan ku. Aku bisa merasakan tangan Melisa yang sedikit berkeringat, "Mereka adalah tuan muda dari pengusaha besar dan yang satunya lagi putra seorang mafia." bisik Melisa di telinga ku.
Aku heran, kenapa sebagian besar murid di sekolah ini berasal keluarga kalangan atas, dan kenapa juga aku bisa keterima disini?! rasanya seperti di neraka, jika aku melakukan suatu kealahan atau mencolok sedikit saja, maka tamat riwayat ku, dan sejak kapan mereka jadi memperhatikan orang disekitar mereka, padahal sejak dulu mereka hanya ingin melihat orang yang selevel.
Aku menahan nafas ku saat mereka sudah berada di hadapan kami, aku sedikit mendongak agar bisa melihat wajah kedua laki-laki yang lebih tinggi 7 cm dari ku, aku merasa aku ini adalah seorang junior, padahal aku merupakan senior. katanya anak laki-laki memang bertambah tinggi dengan pesat setelah lulus dari sekolah menengah dan masih terus meninggi.
Aku menghirup nafas dalam, mencakup seluruh oksigen yang bisa kuhirup, lalu menghembuskannya dengan perlahan, "Apa ada masalah?" aku memberanikan diri untuk bertanya, karena aku tidak merasa telah mengusik mereka kecuali mereka terganggu dengan nada bicara ku yang membisingkan sebelumnya.
Tapi tidak mungkin kan mereka menghampiri ku dan menganggu ku hanya karena masalah sepele? walaupun mereka berasal dari keluarga kaya yang bisa melakukan apa saja padaku, tapi memang ini zaman apa hingga masih ada hal seperti itu? "Siapa nama mu? sepertinya kami baru pertama kali melihatmu." salah satu dari mereka bertanya, seorang pria yang sangat tampan dengan wajah dingin, rambut hitam dan mata tajam.
Suara ku tercekat karena merasakan aura yang begitu mengitimidasi darinya. kepala ku langsung tertunduk saat mencoba menatap mata laki-laki itu, walau sangat tampan tapi dia jusa sangat menyeramkan, jika dilihat-lihat mungkin dia adalah laki-laki paling tampan disekolah bahkan murid baru tadi pun masih tidak sebanding. ya... walaupun murid baru tadi juga sangat tampan, tapi ketampanan laki-laki dihadapanku itu tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.
"Santai saja, kami hanya ingin bertanya. kami memang tidak mengenali mu, tapi kamu terasa begitu familiar. Apa kita pernah bertemu sebelumnya yang mungkin kami tanpa sengaja melupankannya?" laki-laki disamping laki-laki berambut kecoklatan yang berdiri disamping si rambut hitam itu bertanya dengan ringan dan wajah yang tersenyum ramah, rasa takutku sedikit berkurang karena pembawaannya yang ringan mengikis aura mendominasi laki-laki berambut hitam.
"JA--JANGAN GANGGU ZENNA!!" Melisa berteriak, kakinya maju selangkah sedangkan tubuhnya berusaha menutupi ku, aku melirik tangannya yang bergetar, meski dirinya sendiri ketakutan tapi Melisa masih mencoba untuk melindungi ku, aku terharu dengan perlakuannnya.
Aku menatap Melisa yang membelakangi ku dengan hangat, "Kamu siapa?" pria berambut hitam tadi bertanya dengan dingin sedang matanya menatap dengan tidak suka yang begitu jelas.
"A--Aku, wa--walaupun kalian berasal dari keluarga terpandang, tapi dimata ku kalian hanya seorang berandal kecil jika kalian menganggu teman ku!"
Untuk berapa saat suasana menjadi hening, kedua laki-laki itu saling bertatapan sebelum laki-laki berambut coklat tertawa dengan cukup keras sedangkan laki-laki berambut hitam hanya tersenyum sinis, tubuh Melisa bergidik dan bergetar, aku melihat pundak itu bergetar, aku jadi sangat khawatir.
Aku mengulurkan tangan ku di pundak Melisa, Melisa menoleh kearah ku, aku kembali maju dan berdiri di depan Melisa, "Sepertinya kalian salah orang, ini adalah pertama kali kita bertemu." kata ku dengan yakin, aku sudah mengumpulkan keberanian ku agar tidak surut dengan aura yang terpancar dari diri mereka.
Mungkin karena mereka merupakan tuan muda yang mungkin akan menjadi orang besar dan penting di negara bahkan dunia dalam hitungan tahun lagi, mereka sangat berwibawa dan memancarkan aura yang mendominasi. "Sepertinya begitu, kami kira kami mengenalmu." kata laki-laki berambut coklat.
Aneh, sudah 3 orang yang berkata mengenal ku padahal aku belum pernah bertemu mereka sebelumnya, yang pertama Tyson dan kedua laki-laki ini. Satu hal yang kuyakini, wajah ku pasaran.
Aku menatap tangan yang tiba-tiba saja terulur, aku menatap laki-laki berambut coklat pemilik tangan tersebut, "Nama ku Ignacio Carnel Logan," aku menyambut uluran tangannya, ia melirik temannya, "Teman ku namanya Miguel Zigas, dia sedikit tidak waras, dan tidak bisa mengeluarkan ekspresi selain datar." kata laki-laki itu mengejek temannya.
Sedangkan laki-laki yang diejek hanya menatap temannya dengan tajam.
Aku ingin tertawa karena ucapan pria itu benar, tapi sekuat mungkin aku menahannya. Aku takut jika aku tertawa maka laki-laki yang katanya bernama Miguel itu akan menghancurkan ku, kalau tidak salah aku dengar laki-laki itu mengatakan jika temannya tidak waras kan?
"Senang bisa mengenalmu dan juga teman mu, tapi aku bingung harus memanggilmu dengan apa karena namamu begitu panjang." kata ku dengan ragu.
Laki-laki berambut coklat itu tertawa lagi, "Panggil saja Cilo, Carl, Carnel ataupun senyamanmu, tidak perlu begitu kaku karena hari-hari ku sudah dibuat muak dengan teman kaku seperti orang ini." Carnel melirik Miguel yang nampak tidak peduli.
"Zenna?" aku terbelalak begitu melihat Tyson berdiri tidak jauh dari ku dan sekarang sedang berjalan menghampiri kami, Miguel, Carnel, Melisa dan aku.
Mereka juga serentak menoleh kearah Tyson bersamaan dengan ku, "Loh, kamu ternyata bersekolah disini juga? kenapa aku tidak pernah melihatmu?" Tyson langsung mengusap puncak kepalaku begitu kami sudah saling berhadapan, seperti biasanya.
Aku bergeming begitu juga dengan yang lain, Tyson melirik Miguel dan Carnel dengan tajam dari ujung matanya, "Kalian sedang apa disini?" tanya Tyson.
Carnel tertawa padahal tidak ada hal lucu, sepertinya yang tidak waras adalah Carnel, "Miguel ingin berkenalan dengan perempuan ini!" jawab Carnel asal dan menunjuk ku.
Aku mengalihkan pandangan ku kearah Tyson yang menatapku kesal, apa aku melakukan kesalahan? "Tadi siapa nama mu, nona?" Carnel bertanya padaku.
"Zenna J, dan teman ku Melisa Diandra." kata ku, aku mengulum senyuman.
FOTapi Tyson sepertinya malah semakin kesal, aku tidak tahu ada apa dengannya hari ini. Suara gemuruh dari arah gerbang sekolah menuju lorong loker, tempat kami berada saat ini. Kami serempak menoleh kearah sumber suara gaduh.
Tidak lama, terlihat seorang pria berjalan dari ujung lorong, dibelakang pria itu banyak para siswi yang mengikutinya. Sedangkan pria itu hanya memasang wajah datar dan sedikit muak?
"Berani juga dia bersekolah disini." ucapan Carnel membuatku langsung mengalihkan pandanganku padanya, apa aku tidak salah dengar?
Lalu aku melihat wajah Miguel dan Tyson bergantian, wajah mereka seakan menunjukan rasa tidak suka pada anak baru itu, apa sebelumnya mereka sudah saling mengenal?
"Tyson..." kata ku pelan, Tyson langsung mengalihkan pandangannya dan menatap ku dengan hangat dan tersenyum. Tyson bisa dengan cepat mengubah ekspresinya dan selalu tersenyum ke semua orang, dia orang yang sangat ramah.
Sebenarnya aku ragu bertanya padanya namun tetap saja aku mengutarakan ke bingungan ku, "Kalian kenal dengan anak baru itu?"
Raut wajah Tyson langsung berubah datar sampai aku mengira bahwa aku sudah menyinggung topik yang salah. Tapi kemudian dia mencubit pipiku dengan gemas.
Aku sedikit mendongak untuk menatap wajahnya karena jarak diantara kami cukup dekat, aku merasa aneh dengan perlakuan Tyson padaku. Rasanya aneh, padahal kami belum lama saling mengenal.
"Kami memang sudah saling mengenal, makanya aku minta kamu untuk tidak dekat-dekat dengan pria itu. Dia bukanlah pria yang bisa kamu dekati," kata Tyson, aku bingung maksud dari perkataan Tyson. Apa maksudnya aku tidak pantas untuk dekat dengan pria itu karena aku tidak punya uang?
Apa dia juga memintaku menjauhinya dan teman-temannya secara tidak langsung? Tapi kan mereka yang mendekatiku lebih dulu, aku tidak memiliki niatan untuk mencari perhatian sedikitpun.
Tanpa sadar aku menatap dengan wajah memelas, "Apa yang kamu pikirkan?" tanya Tyson dengan khawatir.
Aku menggelengkan kepala ku, aku menggenggam tangan Melisa kembali dan hendak berjalan pergi meninggalkan lorong. Namun, Tyson mencekal pergelangan tangan ku, aku dan Melisa menoleh kebelakang, melihat pergelangan tangan ku yang dicekalnya lalu menatap Tyson.
Carnel menyikut pinggang Miguel, kepalanya bergerak seakan sedang memberitahu Miguel dengan isyarat, Miguel menatap aku dan Tyson.
"Kamu mau kemana? Ayo kita sarapan bersama!" pinta Tyson, suasana menjadi canggung, suara gaduh tiba-tiba saja terhenti.
Miguel berjalan mendekati kami, ia menaruh satu tangannya di pundak Tyson. Tyson sedikit menoleh kearah Miguel, "Jaga sikapmu, sekarang dia ada disini, kalau kamu benar-benar peduli. Sebaiknya menjaga jarak. Itu lebih baik untuk mu dan juga perempuan ini." kata Miguel pada Tyson, namun aku masih bisa mendengarnya. Aku tidak mengerti maksud Miguel, namun sebaiknya aku tidak perlu terlalu penasaran.
Tyson melirik Miguel dengan tajam, "i dont give a s**t!" umpat Tyson, lalu kembali melihat kearah ku, aku melongo, sepertinya Tyson tidak sebaik yang aku pikirkan.
"Ayolah, kita sarapan bersama, kamu pasti belum makan. Lalu setelah pulang sekolah aku akan mengantar mu bertemu Rhett dan Quinn." Tyson berkata dengan memohon, aku tidak bisa menolak permintaannya, apalagi untuk bertemu Quinn dan Rhett.
Aku tersenyum lalu mengangguk menerima tawarannya. Tyson tersenyum lebar lalu kembali mengusap puncak kepala ku, "bagus, memang itu yang mau aku dengar." katanya.
"Tyson..." kini Carnel yang memanggil Tyson, aku melihat kearah Tyson sedangkan Tyson tetap bergeming di tempatnya dan tidak mengalihkan pandangannya dari ku.
Carnel melirik kumpulan murid di ujung lorong, dan aku mengikuti arah pandangannya, pandangannya tertuju pada anak baru yang ternyata sejak tadi sedang melihat kearah kami dengan lekat dengan wajah dingunnya, Aku sedikit tersentak saat mata kami bertemu, dia menatap ku lalu tersenyum sekilas. Aku yakin senyuman itu bukanlah senyuman dengan maksud baik.
Aku merinding, reflek kepala ku menunduk, menghindari tatapan pria itu. "Ada apa?" tanya Tyson. Aku tidak mengindahkan pertanyaannya.
"Ayo! Katanya kamu mau sarapan bersama ku, sebentar lagi kelas akan dimulai, kalau tidak cepat nanti terlambat." kata ku, aku menghambar tangan kanan Tyson dan tangan kiri Melisa lalu menarik mereka dari lorong.
To Be Continue