Aku melihat Mr.Luo, guru matematika di kelas ini yang sedang menerangkan materi. Namun aku tidak bisa mendengar suaranya dengan jelas karena pikiran ku yang tidak berada di tempatnya. Pikiran ku tertuju pada sosok anak baru itu, yang baru beberapa menit lalu aku ketahui namanya, Asher Jaxson Grey. Dan sialnya lagi, saat ini kami berada di kelas yang sama dan dia sekarang duduk disampingku. Rasanya sangat tidak nyaman, aku meliriknya sesekali dari ujung mata ku, laki-laki itu memang sedang melihat kearah Mr.Luo tapi entah mengapa aku merasa jika dia memperhatikan ku dengan seringainya. Aku bahkan kesulitan bergerak dan bernapas.
Padahal tahun-tahun yang lalu, aku tidak pernah merasa seperti ini dan berada di posisi ini. Walau aku adalah anak dari kalangan rakyat biasa dengan ekonomi pas-pas an, aku tidak pernah di ganggu dan merasa terganggu oleh anak-anak orang kaya yang bersekolah disini karena aku tidak pernah mencoba bergaul dengan mereka, jangankan bergaul bahkan aku tidak pernah mau membuat diriku menonjol ataupun diperhatikan. Tujuan hidup ku untuk saat ini adalah bersekolah dengan tenang hingga lulus lalu mencari pekerjaan tetap untuk membiayai kehidupan aku dan Sarah.
Kesadaran ku kembali saat mendengar ucapan Mr.Luo, "Tuan muda Grey, tolong kerjakan soal di papan tulis. Saya ingin melihat kemampuan anda dalam memahami pelajaran dan seberapa jauh anda sudah belajar dari sekolah lama anda."
Aku menghela nafas ku aku pikir aku yang dipanggil Mr.Luo, aku jadi sedikit lega. Aku meliriknya dari ujung mata ku, pria itu bangkit dari kursinya sehingga menimbulkan bunyi gesekan antara kursi dengan lantai. Dia berjalan dengan tenang hingga ke hadapan Mr.Luo, mengambil spidol dari tangan Mr.Luo dan mulai mengerjakannya dengan tenang.
Suasana menjadi sangat hening, sejak dia berdiri dari kursinya, pria itu sudah menjadi perhatian semua siswa-siswi yang berada di kelas ini. Keberadaanya sudah seperti magnet yang menarik benda-benda disekitarnya. Aku berharap di pelajaran selanjutnya, jadwal kami berbeda dan kami tidak akan sekelas lagi.
Setelah beberapa menit, pria itu sudah menyelesaikan 3 soal sulit yang berada di papan tulis. Aku terperangah, bagaimana bisa ia mengerjakan soal sebanyak itu dalam waktu singkat, padahal itu adalah materi baru yang Mr.Luo baru jelaskan. Laki-laki itu mengembalikan spidol di tangannya pada Mr.Luo yang sedang memeriksa jawaban.
"Kerja bagus Mr.Grey, semua jawaban anda benar." puji Mr.Luo, aku melongo, semua jawabannya benar? bagaimana bisa, apa semua anak keluarga kaya itu pintar. Tapi kenapa Melisa tidak ya?
"Anda boleh duduk kembali." lanjut Mr.Luo sambil mempersilahkan laki-laki itu kembali duduk. Tanpa sadar aku terus menatapnya karena kagum, hingga mata kami kembali bertemu. Aku terpaku ditempat ku saat melihat senyuman miring di bibirnya. Bukankah laki-laki itu bersikap sangat dingin, bahkan di pertemuan pertama kami, saat aku membantu adiknya, dia tidak mengucapkan kata terimakasih, meski aku juga tidak mengharapkannya. Jangan kan berterimakasih, bekata satu kata padaku saja tidak.
Dan sekarang kenapa sikapnya jadi berubah seperti ini, aku mengepalkan tangan ku erat. AKu tidak boleh berpikiran negatif, pikiran ku terlalu jauh. Aku tidak akan diganggu oleh laki-laki itu dan siswa-siswi kaya lainnya jika aku tidak menganggu mereka, jadi bersikap biasa saja, dasar Zenna!
Laki-laki bernama Asher itu berjalan kearah ku, tepatnya kesampingku, dimana letak tempat duduknya berada. Jantungku berdegup sangat keras seirama dengan langkah kakinya yang kian mendekat, kepala ku tertunduk dalam. Seakan ada alarm berbahaya di dalam tubuhku untuk membuatku waspada dan menjauh dari laki-laki itu.
Tubuhku gemetar ketakutan dengan alasan yang tidak jelas, bagaimana mungkin aku taku pada seseorang yang bahkan tidak melakukan apa-apa padaku. Hanya saja tatapan dan senyuman itu, aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya, aku takut jika laki-laki ini memiliki niat buruk, terlebih lagi dia berasal dari keluarga yang sangat terpandang.
Laki-laki itu sudah berada di sampingku, dia menarik kursinya dan kembali duduk disana. "Bukankah kita pernah bertemu sebelumnya?" suara berat dan dalam itu menghentikan gerakan tangan ku yang sedang menulis soal dan jawaban yang berada di papan tulis.
Aku menolehkan kepalaku dengan ragu dan perlahan kearahnya, wajah dingin itu, sangat mengitimidasiku. "Aku menemani adik mu malam itu," jawabku cepat, aku kembali mengalihkan pandangan ku dan mulai melanjutkan kegiatan mencatatku.
"Asher Jaxson Grey." katanya, dengan cepat aku menoleh.
Aku mengernyitkan keningku, "Apa?" tanyaku.
"Nama ku." jawabnya, aku tahu itu adalah namamu, maksudku kenapa kamu tiba-tiba memberitahu ku nama mu, karena itu tidak perlu, toh aku juga tidak ingin mengenalmu.
Aku ingin berkata seperti itu, tapi sayang sekali, aku tidak memiliki keberanian. "Ah, iya akan ku ingat." jawab ku.
Dengan raut wajah datarnya dia berkata, "Jangan hanya diingat, jika bertemu dengan ku, kamu harus memanggilku dengan nama itu." dia mendekatkan dirinya pada diriku, lalu berbisik di telinga ku, "Kalau tidak, maka aku yang akan menghampirimu." Nafas ku tertahan mendengar suaranya yang terdengar seperti ancaman bagi ku. Aku mengangguk dengan cepat lalu menjauh darinya secepat yang aku bisa. Beberapa siswi yang sempat melihat kejadian itupun mulai berbisik-bisik.
Aku memejamkan mataku, bagaimana ini? apa mereka akan membully-ku karena mendekati pangeran mereka? tidak, aku menggelengkan kepala ku. Untuk apa aku takut, aku kan tidak berbuat kesalahan. sadarlah Zenna, kamu memang tidak ingin membuat masalah, tapi kamu juga bukan pengecut!
Aku kembali fokus ke materi yang diberikan Mr.Luo, selama itu juga aku tidak bisa bergerak dari tempatku, aku berharap pelajaran ini cepat berakhir, matematika, aku membenci pelajaran itu karena salah satu manusia yang pandai dalam hal itu.
*
*
*
Aku berulang kali menghela nafasku, "Apa yang kamu pikirkan?" Aku menoleh kearah Melisa yang sedang menatapku sambil meminum s**u coklat-nya. Aku kembali menghela nafas ku.
"Pangeran mu itu, tuan muda kedua keluarga Grey. Entah mengapa aku merasa tidak nyaman."
Brak!!
Melisa menggebrak meja makan di kantin dengan keras, beruntungnya saat itu kantin cukup sepi. "Kamu gila? orang setampan itu, dia itu Asher Jaxson Grey!" Melisa berteriak dengan keras, saat menyebut nama pria itu, beberapa murid yang ada dikantin jadi melihat kearah kami.
Aku membungkam mulut Melisa dengan kentang goreng milik ku. Melisa mengunyah kentang goreng itu lalu kembali duduk dengan tenang. "Memangnya kenapa kalau dia tampan? bukankah pria yang kita temui di lorong, tuan muda dari keluarga Zigas. Miguel Zigas lebih tampan dari tuan muda Grey."
Melisa mengambil kentang goreng milikku lagi setelah menghabiskan kentang goreng yang ada di dalam mulutnya, "Kamu tidak mengerti, tuan muda dari keluarga Zigas itu, jangan coba-coba menganggunya." kata Melisa membuatku mengernyitkan kening ku dalam.
"Jangan berani untuk menyukainya, apalagi membuatnya risih." Melisa menghabiskan kentang goreng di mulutnya lalu meminum jus sirsak di gelasnya, lalu kembali fokus pada ku, matanya menatapku dengan tatapan yang serius. "Atau kamu akan hilang, tidak peduli seberapa kaya kamu, kamu tetap akan menghilang jika membuatnya merasa terbebani."
Aku menelan ludah ku dengan susah. Pantas saja, setelah berada di dekat tuan muda Zigas, kehebohan Melisa hilang, padahal saat itu pangerannya sedang melihat kearah kami. Rupanya karena tekanan dari tuan muda Zigas.
Aku meringis saat mengingat kelakuan ku di hadapan para tuan muda maha kaya itu, apa nyawa ku masih aman hingga esok hari? walaupun sudah berteman dengan Tyson, tapi aku kan bukan temannya yang seberharga itu sampai dia mau melindungi ku dari teman-teman ganas nya. Kalau dipikir-pikir lagi, diantara mereka semua, siapa ya yang paking kaya dan berkuasa?
Aku menggelengkan kepala ku, untuk apa memikirkan siapa yang paling kaya diantara mereka? yang pasti mereka lebih kaya dari ku. Ah, hampir saja aku lupa, "Kelas terakhir ku hari ini akan mulai 10 menit lagi. Aku pergi dulu, pulang sekolah aku tidak bisa pulang bersama dengan mu, Tyson mengajak ku pulang bersama." kata ku yang langsung berdiri dari kursi ku.
Melisa hanya melihatku sekilas kemudian mengangguk pelan, setelah itu dia kembali fokus dengan makananya, aku mendengus, "Lanjutkan saja makan mu, tapi jangan sampai lupa kau juga masih ada satu kelas hari ini." kata ku, dengan cepat aku pergi dari sana.
Pelajaran terakhir ku adalah sejarah, aku sangat menyukai pelajaran itu, karena bagi ku itu adalah pelajaran yang mudah. Aku hanya perlu menghapal tanpa butuh berhitung dengan angka dan aljabar yang sulit.
Kelas sejarah terletak di ujung gedung A, dari kantin jaraknya cukup jauh karena harus melewati lorong loker dan taman. Saat aku sampai kelas, kelasnya pun sudah ramai, untung saja Mrs.Ginlyn, guru yang mengajar pelajaran sejarah belum datang. Aku mengedarkan pandangan ku, bangkunya sudah banyak terisi, hanya beberapa bangku yang kosong, itupun terletak di pojok kelas. Aku menghela nafasku dengan pasrah.
Aku mengambil duduk di pojok kanan paling atas, disebelahku pun sudah terisi oleh seorang murid laki-laki yang sedang tidur dengan pulas. Aku meletakan tas ku dengan hati-hati, tidak ingin menganggu tidur anak laki-laki itu, sebetulnya karena aku takut jika aku menyinggung seseorang di sekolah penuh dengan ancaman dan tekanan seperti ini.
Aku mengeluarkan pulpen dan buku ku begitu melihat Mrs.Ginlyn masuk kedalam kelas sehabis ke kamar mandi, aku hanya asal menebaknya saja. "Hei!" suara pria disampingku membuatku segera menoleh.
Mata ku membulat setelah melihat siapa orang itu, "Kenapa duduk disini? sebenarnya aku tidak keberatan, sih. Hanya saja sekarang aku mau tidur."
"Carnel?"
"Iya ini aku, kamu pindah sana! ke samping Miguel, dia duduk di tengah, di kanan-kiri tempat duduk Miguel selalu kosong." kata Carnel menyuruhku. Aku menelan ludah ku, astaga, jangan suruh aku duduk disamping laki-laki seperti itu! Padahal aku hanya mendengar tentangnya dari mulut Melisa, tapi aku benar-benar takut. Mencegah lebih baik daripada mengobati, benar seperti itukan pepatahnya?
"Ti--tidak, jangan suruh aku kesana." aku memohon dengan suara yang kecil, salah satu alis Carnel terangkat.
"Terserah, yang penting jangan duduk disini, aku tidak bisa tidur kalau ada seseorang di samping ku." Carnel menghela nafasnya, "Lagipula setelah kejadian di lorong, hampir saja aku mati karena mendekatimu."
Apa maksudnya yang hampir mati? memangnya aku kenapa?
Mau tidak mau aku bangun dari tempat duduk ku, aku menghembuskan nafas ku, pandangan ku mengedar mencari tempat duduk yang kosong. Tempat duduk yang lebih baik daripada di sebelah tuan muda Zigas itu.
Aku duduk di bangku terujung lagi, kini letaknya bersebrangan dengan tempat duduk yang sebelumnya ku tempati, walau wajah mrs.Ginlyn jadi tidak terlihat dengan jelas dan aku kurang mengerti, karena aku terbiasa belajar sambil melihat wajah orang berbicara. Tapi lebih baik daripada harus duduk di samping tuan muda yang berbahaya.