Musim dingin kini telah berganti, aku mengintip di celah gorden, udara mulai terasa hangat, matahari pun bersinar dengan terang mencairkan butiran es yang berserakan di jalan, "Kamu sedang apa?" suara Sarah menganggetkan ku membuat kaki ku sedikit meloncat.
Aku menoleh kebelakang menatap Sarah sambil menyengir lebar, "Melihat es yang mencair." jawabku, Sarah terlihat menghela nafas panjangnya lalu menarik tangan ku menuju dapur.
"Aku sudah mencuci daging ayam segar untuk kedua kucing milik teman mu itu," kata Sarah sambil menunjukan ayam yang ia maksud.
Aku mencubit pipi Sarah dengan gemas, "Terimakasih Sarah, aku hampir saja lupa karena terlalu asik melihat pemandangan."
Sarah mendengus, ia meninggalkan ku sendirian setelah menunjukan letak ayam, sedangkan aku memotong-motong 2 ekor ayam itu dengan potongan yang besar.
Aku membawa 2 ekor ayam potong menuju kamar Rhett dan Quinn, kamar besar hanya untuk 2 ekor kucing dengan desain layaknya hutan sungguhan, "Rhet! Quinn!" aku berteriak memanggil mereka.
Sruk!Sruk!
Suara semak-semak dan suara ranting kayu terdengar di telinga ku, dengan gerakan cepat mereka berlari kearah ku, jujur saja untuk sesaat rasanya takut sekali, mereka mirip seekor citah yang sedang kelaparan lalu melihat ku dengan mata mereka yang kelaparan, tapi tentu saja Rhett dan Quinn tidak mungkin memakan ku, mereka sangat jinak.
Aku menaruh potongan-potongan ayam di tempat makan mereka yang cukup besar untuk ukuran tempat makan kucing biasa, mereka memakan makananya dengan lahap, aku memperhatikan mereka hingga mereka menghabiskan makanan mereka.
Satu jam setelah mereka makan, aku akan menaruh snack untuk mereka jika mereka kelaparan sebelum jam makan selanjutnya.
Saat mereka sudah menghabiskan makanannya, aku mengambil tempat makan mereka untuk di cuci, tapi mereka seperti ingin bermain dengan ku. Aku tidak tahu bagaimana cara bermain dengan kucing sejenis Savannah, apa sama dengan cara ku bermain dengan Blue-ku?
Aku mengambil tongkat bulu lalu menggerak-gerakannya, jauh diluar ekspetasi ku, aku sangat terkejut dengan Rhett-Kucing Savannah milik adik Tyson-yang langsung mengejarnya dengan gesit, bahkan akupun sampai terjatuh dan Rhett mendapatkan bulu yang ada di tongkat itu.
Mereka sangat lincah dan aktif, aku menatap mereka yang sedang menunggu ku untuk kembali bermain dengan mereka, walau ragu aku tetap mengajak mereka bermain, mulai dari memainkan bola, cat teaser, lalu mengejar laser.
Tanpa terasa sudah 2 jam kami bermain dan aku merasa sangat kewalahan, sedangkan mereka malah masih begitu bersemangat, "Kalian ingin bermain lagi?" tanya ku pada mereka, mereka duduk sambil menatapku dengan mata mereka yang bisa membuat siapapun luluh.
"Tidak! Aku sudah lelah, tidur dan aku akan memberikan beberapa Snack sebelum waktu makan malam kalian." kataku, mereka sepertinya sedih mendengar ucapan ku, aku mendengus, tapi mau bagaimana lagi? Aku harus makan dan rapi-rapi rumah, rumah sebesar ini pasti akan memakan waktu untuk membersihkannya.
Aku segera keluar dari kamar mereka sambil menulikan pendengaran ku akan suara mereka yang seakan memanggilku. Begitu keluar dari kamar Rhett dan Quinn aku melihat Sarah yang sudah menyiapkan makanan di atas meja makan. Dua porsi steak ayam dan salad sayur, aku menghampirinya lalu duduk di salah satu bangku disana.
"Dimana kamu mendapatkan semua bahan makanan ini?" tanya ku sambil mencicipi steak ayam buatan Sarah, hm, seperti biasa selalu enak.
Sarah ikut duduk di kursi meja makan setelah selesai menuangkan s**u di gelasnya dan gelas ku,"Tentu saja dari lemari pendingin, disana banyak sekali persediaan makanan, bahkan daging sapi, kambing sampai babi pun tersedia." kata Sarah acuh sambil memasukan sepotong steak ayam kedalam mulutnya.
"Apa?! Kamu mengambilnya dari sana?" aku hampir saja tersedak mendengar ucapan Sarah.
Sarah melirik ku dengan wajah datarnya "memangnya kenapa? Bukankah teman mu sebelumnya berkata jika kita bisa mengambil apapun yang ada di dalam lemari pendingin dan anggap seperti rumah sendiri?"
Aku memijat pangka hidungku sambil menghela nafas, "Namanya Tyson, Sarah. Panggil dia dengan sebutan kak Tyson--" aku melirik makanan yang tersaji diatas meja, untuk umur Sarah, makanan ini cukup sulit dibuatnya, apa gadis itu ingin menjadi seorang chef?
"--walaupun di perbolehkan mengambil makanan di dalam, tapi--"
"Ini hanya ayam kak, diakan orang kaya, lagi pula teman mu itu tidak akan mempermasalahkannya." ucapan ku dipotong oleh Sarah begitu saja.
Aku mendengus, tetap saja, walaupun di perbolehkan aku lebih memilih membeli makanan dari luar, padahal dia sudah membayar jasa ku dengan bayaran yang mahal, aku jadi tidak enak. bisa-bisa Sarah menghabiskan bahan makanan Tyson untuk makan sehari-hari.
"Ngomong-ngomong, apa kamu berniat ikut Master Chef Junior?" aku bertanya, Sarah mengacuhkan pertanyaan ku, dia hanya memakan makanannya dalam diam.
Huh! Menyebalkan. Tidak lama ia menghabiskan makanannya, ia bangkit dari meja makan, sambil membenahi piring kotor bekas kami makan, aku mencegah tangannya yang ingin mengambil piring kotor ku, "Biar aku saja, kamu pergi belajar sana, sebentar lagi masuk sekolah." kataku
Dia menggeleng, "Tidak kakak, aku saja, kakak pasti lelah, kakak beristirahat saja." Sarah menolak.
"Lelah apanya? Aku sejak tadi hanya bermain dengan Rhett dan Quinn, tuh." aku langsung merebut piring ku dan piring-piring Sarah yang ada ditanganya
"Kakak!" katanya protes, aku tidak memperdulikannya, aku langsung pergi ke westafel untuk mencuci piring-piring ini, sudah sebulan sikap Sarah jadi sangat aneh, padahal dulu dia biasa saja jika aku yang mencuci piring dan membuatkan makanan untuknya.
Setelah mencuci piring, aku mengelap tangan ku dengan kain kering dan bersih yang terlipat rapih di laci samping kumpulan gelas, suara deringan ponsel ku membuatku buru-buru mengangkatnya.
Tertera nama teman ku disana, Melisa Diandra atau biasa kujuluki 'Ma Pai', memang terdengar sedikit menggelikan, "Hei Girl, kamu dimana sekarang? Aku mampir kerumah mu untuk memberikan cupcakes untuk si cantik-Sarah, tapi rumah mu kosong." suara Melisa terdengar sampai di telinga Sarah karena aku menggunakan loud speaker.
Sarah yang tadinya sedang duduk dengan tenang di sofa, begitu mendengar kata cupcakes yang mana adalah kue kesukaannya langsung menatapku dengan antusias, "Cupcakes? Benarkah? Aku mau! Kakak Melisa aku mau cupcakes mu!" katanya dengan semangat, aku terkekeh.
"Yah, Sarah menginginkan cupcakes mu, tapi aku sedang bekerja, bagaimana kalau kamu datang kesini? Apa merepotkan?" aku bertanya, sebenarnya aku juga ragu memintanya untuk datang ke kediaman putra keluarga Adam yang sangat terpandang, aku takut jika di nilai lancang karena membawa orang lain masuk, tapi hanya untuk memberikan cupcakes, sepertinya tidak apa-apa?
"Yah, dimana tempat kerjamu, kebetulan aku memang sedang luang dan bingung ingin melakukan apa." katanya sambil tertawa, aku menggeleng-gelengkan kepala ku, dasar! Dia selalu saja melakukan semua hal yang bisa ia lakukan hanya karena bosan.
"Kalau begitu aku akan mengirimkan alamatnya," kataku, setelah ia menyetujuinya, Melisa langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa berbasa-basi.
Aku mendengus sambil memberikan lokasi ku pada Melisa lewat aplikasi chat online. Sementara menunggu Melisa datang, aku membersihkan ruangan-ruangan di rumah ini yang memungkinkan untuk aku masuki, lagipula Tyson sudah mengunci beberapa ruangan yang berarti tidak boleh kumasuki, jadi aku tidak perlu khawatir jika aku lancang memasuki ruangan pribadinya.
Menyapu, mengepel dan mengelap beberapa barang yang perlu di bersihkan, seperti vas keramik, patung, serta beberapa hiasan rumah lainnya yang tentu saja sangat mahal harganya, saat membersihkannya pun tangan ku sedikit bergetar karena takut merusaknya.
Melisa datang cukup lama sampai aku kira jika dia tidak jadi berkunjung, tapi bunyi bel rumah membantahkan itu, dengan cepat aku merapihkan kembali alat bersih-bersih rumah lalu berlari menuju pintu utama untuk membukakan pintu.
Beberapa menit yang lalu Sarah tertidur, mungkin dia kelelahan, bagaimanapun Sarah kan masih berusia 8 tahun, tapi dia bersikap seperti bisa menangani semua pekerjaan, tentu saja tubuh mungilnya akan kelelahan. Sarah tertidur di atas sofa, aku akan memindahkannya setelah membukakan pintu untuk Melisa.
Aku membuka pintu, di hadapan ku langusung mendapati Melisa yang sedang melihat ke sekeliling lalu melihatku dengan wajah terkejutnya begitu melihatku di depan pintu, "Astaga, jadi kamu benar-benar bekerja di kediaman Tyson? Aku sampai ragu, aku menyusuri rumah-rumah lain untuk memastikan alamatnya, tapi benar disini letaknya." Melisa berbicara tanpa memberikan jeda.
Aku melirik tangan kanannya yang membawa kardus selusin Cupcakes merek kesukaan Sarah, "Sarah sedang tidur sekarang, kamu mau masuk dulu untuk secangkir teh hangat?" kataku pada Melisa
"Bolehkah? Aku merasa canggung jika Tyson melihat ku disini, padahal dia tidak mengundangku." kata Melisa dengan ragu.
"Tjdak masalah, dia sedang keluar kota, lagipula kita hanya minum secangkir teh, aku ditugaskan menjadi pengasuh kucingnya." jelas ku pada Melisa.
Melisa mengangguk-anggukan kepalanya, lalu masuk kedalam rumah Tyson sambil melihat ke kanan dan ke kiri, "Ngomong-ngomong kamu juga kenal dengan Tyson?" aku bertanya, walaupun putra keluarga Adam sangat terkenal, tapi untuk ukuran orang asing yang tahu betul alamat rumah Tyson, rasanya aneh.
Melisa meletakan dus cupcakes-nya diatas meja lalu duduk di kursi meja makan dengan tenang, "Aku pernah diundang kesini, tahun lalu di ulang tahunnya dia mengundang anak-anak sekolah untuk berpesta." saat itu aku tidak dengar jelas ucapan Melisa karena aku sedang menggendong Sarah ke kamar, yang kudengar dari mulut Melisa hanyalah 'Aku pernah diundang ke sini--untuk berpesta.'
"Ohh jadi Tyson orang yang seperti itu ya?" kata ku, Melisa menganggukan kepalanya pelan.
"Sepertinya dia suka keramaian, tapi setelah dilihat-lihat rumahnya justru sangat sepi, apa tidak ada orang lain yang bekerja selain kamu? Pembantu rumah tangga ataupun penjaga rumah?" tanya Melisa, aku menggeleng menanggapi pertanyaan Melisa.
"Teh ini terlihat sangat mahal, aku tidak berani menyeduhnya, kamu tidak masalahkan aku memakai teh yang biasa?" kata ku bertanya pada Melisa dari dapur, itupun aku bertanya dengan berteriak.
"Ya! Terserah kau saja!"balas Melisa dengan nada tinggi agar terdengar oleh ku yang jaraknya cukup jauh darinya.
Tidak lama aku datang membawakan seteko teh dan 2 buah gelas teh kecil. Aku mengambil cangkir dan teko yang paling sederhana tapi tetap saja terlihat 100 kali lebih bagus dari teko dan cangkir yang ada di rumah ku. Aku berpikir, apa keluarga Adam kebingungan menghabiskan uang mereka sehingga mengeluarkan uang yang sangat banyak hanya untuk sebuah cangkir dan sepasang cangkir?
Kalau kelebihan uang harusnya sumbangkan saja padaku anak piatu yang entah ayahnya ada atau tidak, mungkin aku bisa disebut yatim-piatu, aku akan dengan senang hati menerima sumbangan mereka. Tidak lama aku keluar dari dapur dengan membawa teko dan cangkir diatas nampan, "Aku tidak bisa membiarkanmu berlama-lama disini karena tidak enak dengan Tyson, bagaimanapun juga ini bukan rumah ku dan aku sedang bekerja." aku menuangkan teh kedalam cangkir milik Melisa.
Melisa mengambil cangkir itu lalu menyesapnya,"aku mengerti, sebelumnya kamu bilang kamu bekerja untuk apanya Tyson?" ia bertanya.
"Aku mengurusi kedua kucingnya-Rhett dan Quinn-yang ia tinggal selama 3 hari." jawab ku, Melisa terlihat terkejut dengan jawaban ku.
Melisa meletakan cangkirnya keatas meja karena sempat menumpahkannya sedikit ke lantai saat mendengar jawaban ku, "Tyson membiarkanmu melihat kedua kucingnya?!" tanya dengan nada sedikit meninggi dan tidak percaya.
"Iya, memangnya kenapa?"
"Kamu kenal Eva Jude Carson? tidak mungkin kamu tidak mengenalnya, dia-kan kembang sekolah kita," katanya sambil menatapku dengan tangan yang bergerak bebas memperagakan segala yang ada di otaknya padahal aku sama sekali tidak mengerti, lagipula aku kan bisa mendengar ucapannya, untuk apa gerakan tangannya itu?
"Lalu?"
"Apanya yang lalu?! dia itu mantan pacar-nya Tyson, kamu tahu mereka putus karena apa?" katanya masih dengan antusias yang sama.
"Apa?"
"Mereka putus karena Eva sembarangan masuk kedalam kandang kucing milik Tyson dan menyakiti kucing jantan-nya karena takut pada kucing itu, siapa katamu nama kucing-nya?"
"Kucing jantan? namanya Rhett, dia bukan kucing milik Tyson tapi adiknya, Venus Adam." kataku menjelaskan.
"Ah, pantas saja! kasihan sekali Eva," kata Melisa, jika dibayangkan, melihat wajah kembang sekolah yang ketakutan karena kucing lalu berusaha membela dirinya, setelah mengadu pada pacarnya, bukannya dilindungi justu malah di putus-kan dan dimarahi karena membuat kucingnya terluka, rasanya cukup mengenaskan.
"Sejak hari itu, Tyson tidak memperbolehkan oranglain bertemu atau sekedar melihat hewan peliharaannya. sepertinya Tyson cukup berlebihan menjaga kucing-kucingnya."
Aku hanya menatap Melisa yang mulai meminum teh di cangkirnya kembali, mendengar dari cerita Melisa, aku tahu Tyson orang yang sangat selektif memilih penjaga untuk kucingnya, tapi kenapa ia memilih aku yang bahkan awalnya ia tidak tahu aku memiliki pengalaman mengurus kucing atau tidak, masa alasannya karena wajah kami mirip?