Bab Tiga

1068 Kata
              “Deeva!!!”             Deeva yang baru saja keluar kantin, menoleh ketika mendengar suara Ario yang memanggilnya.             Ario menghampiri Deeva, pria itu terlihat berkeringat dan tersengal-sengal. Sepertinya Ario baru selesai bermain bola di lapang sekolah.             “Kenapa?” tanya Deeva tenang walaupun sebenarnya jantung Deeva berdebar dengan keras.             Ario sedikit melirik Ainun yang berada di sebelah Deeva. Mengerti, Ainun sedikit menjauh, memberi kesempatan Ario untuk berbicara dengan Deeva.             “Pulang sekolah kamu ada acara?”             “Hmm enggak ada sih, emangnya kenapa?”             “Aku mau ajak kamu nonton boleh enggak?”             “Nonton? Nonton apa?”             “Conjuring, aku dikasih tahu Kakak aku kalau filmnya bagus.”             “Hmmm berdua?”             “Kalau kamu enggak keberatan.”             Deeva melirik Ainun yang sedang berdiri sambil menatap ke arah lapangan sekolah. “Kalau ajak teman gimana?”             “Aku ajak Bobby gimana? Kamu ajak Sarah?”             Deeva menggigit bibirnya dan bertanya pelan. “Kalau sama Ainun juga boleh?”             Ario melirik Ainun, bukannya ia tidak menyukai Ainun. Hanya saja masih ada rasa tidak nyaman jika ia berdekatan dengan Ainun. Ketika mereka masih kelas 1, Ario pernah menyatakan cinta kepada Ainun yang ditolak dengan halus oleh gadis itu. jadi yah walaupun Ario sudah move on namun tetap saja rasanya canggung.             “Hmmm..” Ario bingung bagaimana menjawab.             Deeva menghela nafas. “Yaudah aku tanya Sarah dulu ya, kalau dia mau ya aku juga mau.”             Ario tersenyum lebar. “Oke,”             Deeva mengambil sesuatu dari saku seragamnya dan memberikannya kepada Ario. “Buat seka keringat kamu,”             “Makasih ya, kamu baik banget.”             Deeva menahan senyum dan menatap Ainun, memanggil sahabatnya itu pelan membuat Ainun menghampiri mereka.             “Aku duluan ke kelas ya, kamu jangan lupa makan.”             Ario mengangguk.             “Nun, Ario ajak gue nonton lho!! Kamu mau ikut?” tanya Deeva begitu mereka masuk ke dalam kelas.             “Kalian aja,”             “Yaaah.. ikut dong Nun!”             Ainun sebenarnya mau-mau saja, namun ia tahu jika Ario masih merasa canggung terhadapnya. Lagipula, hari ini ia mau menemani Umi berbelanja ke supermarket.             “Kamu aja, yang penting jangan berduaan.”             “Ngomongin apa sih?”             Ainun dan Deeva menoleh ke arah Sarah. Sahabatnya itu entah darimana, begitu bel istirahat berbunyi, Sarah mendadak pergi.             “Sar, Ario ajak nonton pulang sekolah. Ikut yuk temenin gue!”             “Ogah, nanti gue jadi nyamuk lagi!”             Deeva cemberut. Gadis berjilbab yang memiliki lesung pipi itu menggoyangkan tangan Sarah dengan manja. “Ih enggak bakalan! Please temenin aku dong Sar,”             “Kenapa sih enggak berdua aja? Kan kalian bisa pacaran!”             “Belum muhrim ih!” elak Deeva.             “Itu benar, berduaan dengan yang bukan muhrim itu tidak boleh karena bisa mengundang syaitan untuk menggoda.” Tambah Ainun.             Sarah menghela nafas. “Yaudah gue temenin, tapi lo yang bayar.”             Deeva tersenyum lebar dan memeluk sebelah tubuh Sarah.             “Kamu darimana, Sar?” tanya Ainun.             “Dari kantin,”             “Kita juga dari kantin tapi kok gue enggak lihat lo! Boong lo yeee?!”             “Apaan sih sotoy lo!” Ketus Sarah. Ia berusaha tidak menatap wajah Ainun, entah mengapa jika melihat Ainun Sarah selalu merasa bersalah.             Jangan sampai Ainun tahu jika dirinya baru saja making love dengan kakak kelas di kamar mandi. Bisa hilang mukanya di depan Ainun.             Padahal Ainun tidak pernah melihat siapa dia untuk berteman. Ainun juga tahu bagaimana pergaulan Sarah di luar sekolah. Namun gadis itu hanya sering berpesan untuk menjaga diri dan shalat.             Bahkan shalat saja Sarah kadang-kadang menjalankannya dan selalu beralasan sedang halangan jika Ainun dan Deeva mengajaknya. Namun Ainun tidak pernah menatapnya seakan ia berbohong. Ainun hanya tersenyum dan berkata ‘nanti kalau sudah enggak halangan, kita shalat bareng ya.’             Dan Sarah yakin jika Ainun tahu jika dirinya berbohong.             “Eh, anak baru itu banyak yang suka tahu! Kemarin aja dia baru ditembak sama Kak Arga.” Ujar Sarah melirik Jian Li yang baru masuk kelas bersama Dera dan Ruth.             “Kak Arga anak Paskibra itu? yang pernah diundang ke istana presiden pas 17 agustus kemarin?”             “Iya,”             “Terus-terus sekarang mereka pacaran?”             “Ditolak,”             “HAH SERIUSAN?” teriak Deeva membuat teman-teman sekelasnya menatap dirinya.             “Kecilin suara, b**o!”             “Sarah,” tegur Ainun mendengar Sarah memaki.             Sarah nyengir. “Sorry-sorry.”             Deeva kembali berbicara namun kini suaranya pelan. “Eh seriusan Jian Li nolak Kak Arga? Duh Kak Arga ini kan popular, berprestasi lagi.”             “Apalagi jakunnya itu macho tahu! Bikin pengen nyu..”Sarah kembali nyengir menatap Ainun yang menggeleng karena hampir mendengar perkataan tidak senonoh dari mulut Sarah. “Hehe pengen nyungsep maksudnya hahaha”             “Apaan sih nyungsep-nyungsep, lo pikir jakun Kak Arga gentong apa?” gerutu Deeva yang dibalas cubitan pipi dari Sarah.             “Udah ah jangan ngomongin orang lain. Lebih baik kalian siapin PR, udah pada ngerjain PR belum? Mau di hukum kayak minggu kemarin sama Pak Budi.”             “Gue mah udah ngerjain kok, jadi santai. Tahu nih nenek sihir!”             “Enak aja nenek sihir! Gue juga udah, kan kemarin gue ngerjain di rumah lo. Lupa lo?”             “Oh iya ya,”             Ainun tersenyum melihat kedua sahabatnya. Ia menyimpan kotak bekalnya yang sudah kosong dan mulai menyiapkan buku untuk mata pelajaran berikutnya. Ketika ia mau mengambil buku di tas, tanpa sengaja pandangan matanya bertemu dengan Kahfi.             Seakan ada alarm, mereka berdua segera membuang muka dan Kahfi cepat-cepat menatap Bobby yang sedang seru bercerita.             Ainun menghela nafas, ini entah sudah keberapa kali ia memergoki Kahfi yang selalu menatap dirinya diam-diam. …             Begitu bel pulang berbunyi, Ainun seorang diri berjalan menuju gerbang pulang sementara Deeva dan Sarah masih di sekolah karena menunggu Bobby dan Ario yang sedang piket.             Ainun menunggu Abinya menjemput di pos satpam seperti biasa. Ia memang selalu diantar jemput oleh Abi, tapi tak jarang Ainun menggunakan angkot untuk pulang walaupun sangat jarang.             Sebagai anak tunggal, Ainun sangat dijaga oleh kedua orangtuanya sehingga walaupun Abi sedang sibuk bekerja, Abi pasti meluangkan waktu untuk menjemput Ainun sekolah. Padahal Ainun sudah kelas 2 SMA.             Mata Ainun menemukan Kahfi yang sedang berjalan seorang diri dan seakan mengetahui kehadiran Ainun. Kahfi pun menatap Ainun dan menganggukkan kepala sebagai salam lalu berlalu.             Ketika orang-orang sibuk mencomblangi dirinya dan Kahfi, Ainun rasanya ingin berteriak jika ia dan Kahfi tidak ada hubungan apapun. Bahkan saling menyapa saja hanya sekedar anggukan kepala atau pengumpulan PR saja.             Tidak pernah ada kisah Kahfi-Ainun.             Mereka hanyalah teman sekelas yang asing.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN