- SAYATAN MENYAKITKAN -

2609 Kata
Pagi ini terlihat sedikit mendung, tidak nampak matahari yang menyinari bumi karena hanya awan gelap yang memenuhi langit. Zevanya sudah rapih ingin mengantarkan kedua adiknya ke sekolah.   “ Kalian sudah bawa payung? “ tanya Zevanya pada kedua adiknya. “ Sepertinya sebentar lagi akan segera hujan. “   “ Sudah, kak. “   “ Bagus. Ayo kita berangkat sebelum hujan. “ Mereka bertiga keluar gedung apartemen dan melangkahkan kaki bersama menelusuri jalanan menuju sekolahan yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka.   “ Ingat pesan kakak ya? “ Zevanya memperingati lagi kedua adiknya.   “ Iya kak. “   “ Apa coba pesan kakak? “ tanya Zevanya untuk memastikan bahwa kedua adiknya masih mengingat dengan jelas.   “ Jangan mau di ajak pergi kemana pun oleh orang asing. “ Ucap Ninis.   “ Benar sekali! terus apalagi? “   “ Kalau sudah pulang sekolah, kunci pintu rumah dan jangan bukakan pintu selain kakak, tante Maya dan om Adam. “ Tambah Neo.   “ Pintar sekali kedua adikku. “ Zevanya mencium pucuk kepala kedua adiknya secara bergantian.   Tak lama, mereka pun sampai di depan gerbang sekolah. Neo dan Ninis mencium tangan Zevanya sebelum masuk ke dalam sekolah.   “ Belajar yang benar dan jangan bandel ya. “   Kedua adiknya memberi hormat sambil berkata. “ Siap kapten! “ Setelah itu mereka berdua masuk ke dalam sekolah.   Zevanya tidak langsung pergi, ia memperhatikan dahulu adiknya sampai benar – benar sudah masuk ke dalam sekolah. Setelah kedua adiknya sudah tak terlihat, Zevanya segera pergi menuju tempatnya bekerja yaitu sebuah rumah yang sangat mencekam dan penuh darah.   Ah, rasanya Zevanya ingin sekali kembali ke rumah dan memilih tidur saja daripada bekerja dirumah iblis mengerikan itu.   Zevanya berdiri menunggu bus di halte kecil sambil menatap nanar tangannya yang masih terdapat bekas sayatan silet.   “ Sepertinya hari ini aku akan mendapat sayatan lagi. “ Dia menghela nafas seberat – beratnya. “ Pria kejam itu pasti akan sangat senang melihatku terluka! “   Bus pun datang dan Zevanya bergegas naik dengan terburu – buru karena dia tidak ingin terlambat dan mendapat hukuman lebih dari Devanka. Saat ini bus sangat penuh karena memasuki jam kerja, dimana orang – orang juga mengejar waktu dan rela naik bus saling berdesakan agar tidak terlambat.   “ Kalau bukan karena takut telat, aku lebih baik menunggu bus yang lainnya. “ Keluh Zevanya, ia sedikit kesulitan bernafas karena tidak ada celah untuknya bergerak di dalam bus yang dipenuhi penumpang.   Sampainya di tempat tujuan, Zevanya bisa bernafas lega karena sudah terbebas dari desakan para penumpang lainnya, belum lagi bau keringat mas – mas yang tidak pakai deodoran membuat Zevanya mual jika menghirup udara didekat lelaki itu.   “ Akhirnya turun juga. “ Zevanya berjalan masuk ke dalam komplek menuju rumah Devanka, ia memegangi perutnya yang terasa mual karena tadi berdiri dekat si mas – mas bau badan. “ Hoek…” Zevanya berhenti sebentar, ia membungkukan badannya untuk memuntahkan isi perutnya dan sialnya rintik hujan turun ke bumi.   “ Aku belum sampai tempat tujuan, kenapa harus hujan sekarang? “ Belum sempat Zevanya muntah, ia segera berlari menuju rumah Devanka yang masih sedikit jauh untuk dia capai. Demi mengutamakan kedua adiknya, ia sampai tidak kebagian payung untuk persiapan jika hujan ditengah jalan.   “ Benar – benar hari yang buruk! “ Zevanya terus berlari berkejaran dengan hujan yang semakin deras dan akhirnya dia sampai juga. “ Pak… tolong buka pintunya! “ Zevanya menekan tombol bel beberapa kali sambil berteriak di lubang kecil yang terdapat di dinding pembatas dekat pagar supaya para penjaga mendengar.   Pintu gerbang pun segera dibuka dan penjaga membiarkan Zevanya masuk karena sudah tahu bahwa Zevanya bekerja dirumah itu.   “ Makasih, pak. “ Zevanya kembali melanjutkan langkahnya dengan berlari kecil menuju ke dalam rumah. Dia menghentikan langkahnya didepan pintu masuk untuk meniriskan sedikit air yang telah merembes kedalam bajunya.  “ Ah, biarin deh. Gak terlalu basah ini. “ Zevanya melanjutkan kembali langkahnya masuk ke dalam rumah.   “ Semoga Devanka belum bangun. “ Zevanya langsung pergi ke dapur mengambilkan sarapan pagi untuk Devanka dan bergegas ke kamar lelaki itu.   Dengan jantung berdebar - debar, Zevanya membuka pintu kamar Devanka berharap pria itu masih tertidur, tapi ternyata lelaki itu sudah terbangun bahkan Devanka sudah mandi dan kini duduk di atas kasur menggunakan piyama. Devanka menatap lurus ke arah Zevanya yang membeku di ambang pintu masuk.   “ Kamu terlambat 10 menit di hari kedua bekerja. “ Ucap Devanka semakin membuat Zevanya cemas karena takut lelaki itu akan menghukumnya lebih banyak hari ini.   “ Maaf. “ Zevanya memberanikan diri mendekati Devanka dengan membawa nampan berisi Daging Steak dan Ice lemon kesukaan lelaki itu. “ Tadi aku kehujanan. “ Terangnya sambil meletakkan makanan itu di atas meja.   Devanka mengamati Zevanya dan memang benar baju gadis itu terlihat basah, bahkan rambut Zevanya nampak lepek sekali bagai orang habis mandi.   “ Kali ini aku maafkan karena kamu berkata jujur. “ Balas Devanka membuat Zevanya bisa menampilkan senyuman di wajahnya.   “ Terima kasih, Devanka. “ Zevanya memperhatikan Devanka yang masih mengenakan piyama. “ Aku akan segera ambilkan pakaian untukmu. “   “ Hari ini aku ingin memakai atasan kemeja dan jas berwarna biru dongker. “ Pinta Devanka.   ‘ Mengapa dia pakai baju seperti itu? seperti pekerja kantoran saja, padahal dia seorang pembunuh! ‘ batin Zevanya mencibir Devanka. “ Baik, akan aku ambilkan. “ Baru saja Zevanya berjalan beberapa langkah, Devanka memanggilnya.   “ Zee…”   “ Iya? “ Zevanya menghentikan langkahnya dan kembali menghadap Devanka.   “ Ambilkan juga kaos polos berwarna merah. “ Perintahnya membuat Zevanya bingung.   “ Untuk apa kaos itu? bukannya tadi kamu ingin memakai kemeja? “ tanya nya mendapat tatapan tajam dari Devanka.   “ Itu perintah dan silahkan dilaksanakan tanpa banyak bertanya! “ tegas Devanka langsung membuat Zevanya bergidik ngeri dan memilih untuk pergi mengambil pakaian yang Devanka pinta.   Zevanya kembali ke kamar Devanka membawa pakaian untuk lelaki yang kini duduk disofa sedang menikmati sarapan paginya yang cukup berat dengan memakan daging yang berlemak.   “ Ini pakaiannya. “ Zevanya meletakkan pakaian itu di atas kasur.   “ Cepat kamu ganti pakaian basahmu itu dengan kaos merah milikku. “ Perintah Devanka mengejutkan Zevanya.   “ Apa? a—aku ganti pakaianku hanya dengan baju polos itu? “ tanya Zevanya dengan mata melebar.   Devanka melahap potongan daging steak ke mulutnya sambil mengangguk. “ Iya. “   “ Gak usah, dev. Lebih baik aku pakai saja bajuku ini meskipun basah. “ Tolak Zevanya membuat Devanka langsung meletakkan kasar pisau dan garpunya hingga menimbulkan bunyi.   “ Apa kamu tidak mau menuruti perintahku? “ tanya Devanka bernada tinggi dengan mata melotot.   “ Ba—baiklah, aku akan ganti dengan baju kamu. “ Zevanya mengambil kaos merah itu dengan terpaksa. “ Apa aku boleh menggunakan toiletmu? “   “ Hm. “ Devanka hanya berdehem sambil mengangguk.   Zevanya pun bergegas ke toilet dan mengganti pakaian basahnya dengan kaos polos berwarna merah milik Devanka yang ketika Zevanya pakai panjangnya tidak sampai lutut membuatnya tak nyaman karena merasa terlalu seksi.   “ Pendek sekali! “ keluhnya. “ Arghh! Apa dia sengaja menyuruhku pakai baju seperti ini agar dia bisa melecehkan ku? “ fikirnya. Dia khwatir Devanka tidak hanya ingin melukainya melainkan juga melakukan sentuhan fisik lainnya. “ Benar – benar menjengkelkan! “   Selesai mengganti pakaian, Zevanya keluar toilet dengan perasaan tak nyaman hanya menggunakan baju saja meskipun tidak ketat alias sedikit kebesaran tetapi tetap saja pendek hingga memperlihatkan sebagian pahanya.   Devanka yang baru saja menyelesaikan sarapan paginya tersenyum tipis menatap Zevanya berjalan mendekat ke arahnya dengan baju pilihannya.   “ Maaf, dev. Apakah tidak ada pakaia lain karena—“   “ Tidak ada! “ potong Devanka. “ Aku suka kamu pakai baju itu. “ Devanka mengamati Zevanya begitu intens sambil menggeleng takjub. Setelah puas memandangi Zevanya yang kini berdiri dihadapannya, Devanka berkata. “ Kamu seperti iblis yang sedang menggoda imanku, Zee. “ Ucapnya dengan tatapan menyeringai membuat Zevanya bergidik ngeri.   “ Apa maksud kamu? “ tanya Zevanya sedikit gemetar.   Devaka berdiri, ia berjalan mendekati Zevanya. “ Apa kamu tidak dengar yang tadi aku katakan? “   Zevanya hanya diam saja, ia menunduk takut karena kini Devanka sangat dekat dengannya.   “ Biar ku ulangi agar kamu lebih faham. “ Devanka mendekatkan bibirnya ke telinga Zevanya lalu berbisik . “ Menggunakan pakaia merah darah seperti ini membuat kamu terlihat seperti iblis yang sedang menggoda imanku. “ Ucapan itu membuat bulu roma Zevanya merinding.   Devanka menjauh dari telinga Zevanya, lalu ia meraih dagu gadis itu agar wajahnya terlihat jelas, lalu ia berkata. “ Iblis cantik yang menggunakan baju merah terlihat sangat menggoda untuk segera diberi sayatan. “ Ungkap Devanka membuat lutut Zevanya terasa lemas.   “ Bukankah tadi kamu bilang sudah memaafkan ku karena berkata jujur bahwa aku kehujanan? “ tanya Zevanya menatap Devanka sedikit takut.   Devanka mengangguk. “ Ya, aku memang memaafkan kamu, tapi bukan berarti aku tidak akan memberikan hukuman untukmu. “ Devanka berjalan ke arah meja didekat kasurnya, lalu membuka laci dan mengambil silet kecil namun sangat tajam.   “ Ya tuhan, berilah hamba kekuatan. “ Ucap Zevanya pelan sambil menahan tangisnya. Dia benar – benar sangat tertekan.   Devanka duduk di atas kasur, ia memanggil Zevanya agar mendekat ke arahnya yang sudah siap memberikan hukuman. “ Kemarilah iblis cantik. “ Panggil Devanka.   Dengan langkah kaki yang gemetar, Zevanya mendekati Devanka.   “ Apa kamu sudah siap mendapat hukuman? “ tanya Devanka ketika Zevanya sudah berdiri dihadapannya.   “ Tidak. “ Zevanya menggeleng dengan mata berbinar.   “ Kalau kamu tidak ingin mendapat hukuman, maka jangan berbuat kesahalan! “ tegas Devanka. “ Setiap kesalahan harus ada hukuman yang dibayarkan untuk memberi efek jera karena manusia selalu menyepelehkan segala sesuatu jika berbuat kesalahan dan dibiarkan begitu saja. “ Ucap Devanka panjang lebar.   “ Baiklah, aku sudah siap. “ Zevanya berusaha untuk pasrah saja dan menguatkan dirinya sendiri.   “ Berikan tanganmu. “ Pinta Devanka dan Zevanya pun memberikan tangan kirinya.   Devanka tersenyum miring menatap lengan Zevanya, ia segera mendekatkan silet itu ke arah lengan Zevanya lalu tanpa rasa iba dia sayat tangan gadis itu sampai keluar cairan merah kental hingga menetes ke lantai. Zevanya meringis kesakitan ketika silet itu sudah melukai tangannya tetapi ringisan itu membuat Devanka senang mendengarnya, apalagi saat melihat Zevanya begitu kesakitan.   “ Aw… perih sekali!!! “ Zevanya meneteskan air matanya bersamaan dengan aliran darah yang terus berjatuhan ke lantai. Dia menatap nanar lelaki kejam dihadapannya itu, entah terbuat dari apa hati Devanka hingga setiap kesalahan yang Zevanya perbuat harus dibalas dengan serangan fisik.   “ Aku suka mendengar jeritan kesakitan darimu, Zee. “ Devanka tersenyum puas. “ Lain kali aku akan menyayat tanganmu lebih dalam hingga darah yang keluar juga lebih banyak. “   Zevanya hanya bisa menangis saja menatap tangannya yang sudah terdapat dua sayatan dari Devanka. Pertama saat kemarin dirinya ingin mencoba untuk kabur dan kedua hari ini.   “ Ah, aku lupa! “ Devanka kembali tersenyum menyeringai. “ Kamu belum mendapat hukuman karena kemarin sudah berniat melaporkan aku ke polisi. “ Kini Devanka berdiri.   “ Devanka aku mohon sama kamu, hari ini cukup satu sayatan saja karena ini sudah sangat menyakitkan. “ Ucapnya ketakutan sambil terus menangis tetapi nampaknya sama sekali tidak membuat Devanka prihatin.   “ Aku tidak perduli, Zee. Kemarin aku sudah memperingatkan kamu agar tidak melapor tetapi kamu melanggar perjanjian. “ Balas Devanka tak mau tahu.   “ Tapi—“   “ Kalau kamu membantah, aku akan menambah hukuman untukmu! “ bentak Devanka menampilkan wajah mengerikan. Devanka memanglah sangat tampan tetapi dia bagai monster jika sudah marah.   Zevanya menghela nafas secara perlahan sambil memejamkan matanya, ia meresapi rasa perih dan takut yang bercampur aduk. “ Baiklah, aku akan menerima sayatan lagi dari kamu. “ Zevanya menyodorkan kembali tangannya ke arah Devanka.   “ Sepertinya aku tidak ingin menyayat tanganmu lagi. “ Devanka menunjuk kasurnya membuat Zevanya kebingungan.   “ Apa maksud kamu? “ tanya nya.   “ Kamu tiduran di kasur. “ Perintah Devanka semakin membuat Zevanya cemas karena takut Devanka akan melakukan sesuatu diluar batas.   Zevanya ingin menolak tetapi yakin lelaki itu akan memaksa dan memarahinya, alhasil dia menurut saja untuk tiduran di atas kasur. Perlahan ia merebahkan tubuhnya sambil menitikan air matanya. Dia sudah pasrah dengan hidupnya yang begitu menyedihkan.   Devanka segera naik ke atas kasur, ia duduk bersila disamping Zevanya. Sebelum melakukan aksinya, Devanka menatap sebentar wajah Zevanya yang terlihat begitu ketakutan.   “ Aku sangat suka ekspresi kamu yang seperti ini. “ Ungkap Devanka tidak digubris sama sekali oleh Zevanya. Perlahan, tangan Devanka bergerak menarik kaos yang menutupi bagian paha Zevanya membuat gadis itu tersontak kaget.   “ Apa yang akan kamu lakukan? “ Zevanya terbangun duduk. “ Tolong jangan berbuat itu kepadaku, Devanka! Aku lebih baik mati saja daripada kamu menyetubuhi ku! Sumpah bunuh aku sekarang juga jika kamu mau! “ pintanya dengan suara meninggi, ia benar – benar marah ketika Devanka menyentuh bagian pahanya karena takut lelaki itu akan berbuat macam – macam kepadanya.   Devanka melongo ketika Zevanya marah – marah kepadanya, tapi sedetik kemudian dia tertawa kecil. “ Kamu bisa marah juga ternyata. “ Ungkap Devanka.   “ Tolong jangan lakukan itu kepadaku, dev. Aku mohon! “ Zevanya terdengar sangat memohon.   “ Kenapa otakmu kotor sekali? apa kamu fikir aku akan menikmati tubuhmu? “ Devanka tertawa lagi. “ Aku memang suka membunuh, tapi aku tidak suka merusakk kehormatan perempuan, Zee. Ingat itu! “ tegas Devanka membuat Zevanya jadi bingung harus kembali merasa cemas atau bersikap tenang setelah mendengar penjelasan Devanka  tadi.   “ Terus kamu mau apa? “ tanya Zevanya ingin tahu.   “ Aku ingin menyayat dibagian paha kamu. “ Jawab Devanka membungkam Zevanya.   “ Baiklah, kamu tidak perlu tiduran. Duduk saja juga tak apa. “ Devanka mulai menggerakan tangannya yang memegang silet ke arah paha mulus milik Zevanya setelah itu dia sayat cukup dalam bagian paha gadis itu hingga mengeluarkan darah sama seperti lengannya tadi.   “ Ahh…” Zevanya meremas seprai kasur Devanka untuk menahan rasa sakit dari sayatan silet tajam tersebut. “ Ini sangat menyakitkan! “ ringisnya.   Devanka memiringkan wajahnya sambil tersenyum puas melihat aliran darah keluar dari paha Zevanya. “ Pagi yang sangat menyenangkan disambut dengan darah segar. “ setelah puas memandangi sayatan itu Devanka pun segera turun dari kasur dan mengambil pakaiannya. “ Aku ingin mengganti pakaian, tolong bersihkan kasur ku dari darahmu itu. “ Ucapnya seraya berjalan ke arah toilet.   Zevanya masih meringis, ia melihat darahnya terus mengalir di bagian pahanya sedangkan di bagian lengan darahnya sudah mulai berhenti menetes.   “ Dasar monster!! Dia benar – benar tidak layak disebut manusia!! “ cibir Zevanya, ia bergerak turun dari kasur. “ Ini adalah hari terburuk di hidupku! “   Dengan luka dan darah di bagian lukanya, Zevanya masih tetap bekerja membersihkan kasur Devanka. Dia harus mengutamakan pekerjaannya dulu dibanding luka nya.   “ Aku harus memikirkan cara untuk terbebas dari manusia monster itu! “ gerutunya.   Devanka keluar dari toilet dengan pakaian yang suda rapih, ia memperhatikan kasurnya sudah bersih dan beres. Dia melihat Zevanya sedang merapihkan piring bekasnya makan.   “ Aku ingin pergi keluar, kamu jangan coba untuk melarikan diri jika tidak ingin mendapatkan hukuman lagi. “ Ucap Devanka seraya berjalan mendekati Zevanya. “ Aku dapat melihat gerak – gerik mu tanpa kamu ketahui. Ada banyak mata – mata dirumah ini. “   “ Iya. “ Zevanya mengangguk saja. “ Devanka, apakah dirumah ini ada plaster untuk mengobati luka ku ini? “ tanya Zevanya karena jika lukanya dibiarkan terbuka, ia takut infeksi.   Devanka menatap luka Zevanya sebentar lalu menjawab. “ Tidak perlu di plaster, cukup kamu bersihkan saja darah itu! “ Devanka berjalan keluar kamar tanpa memperdulikan lagi Zevanya yang menatapnya geram karena tidak dibiarkan mengobati lukanya.   “ Argghh!! Ingin rasanya aku menyayatmu juga agar kamu tahu rasanya!!! “ gerutu Zevanya menatap kepergian Devanka.   Zevanya pun menyelesaikan pekerjaannya dan setelah itu beristirahat di ruang tamu megah seorang diri karena rumahnya terlihat sepi dan hanya ada beberapa bodyguard yang berlalu lalang melewati ruangan itu.   “ Apa yang harus aku lakukan agar bisa melaporkan manusia kejam ini ke polisi? “ Zevanya mulai memutar otaknya agar bisa menemukan cara untuk terbebas dan memenjarakan Devanka secepatnya. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN