4.Out Of Control

1435 Kata
Seperti biasa, siang hari yang cerah ini Zahira duduk di cafe dekat kantor Iren magang. Ia sudah ada janji makan siang dengan Iren, sahabatnya. Beberapa hari ini mereka jarang bertemu karena kesibukan Iren yang sedang magang. "Sudah lama menunggu nona?" sapa Iren yang kemudian duduk di depan Zahira. Zahira mendongak mengalihkan tatapan dari ponselnya. Zahira melihat jam di pergelangan tangannya. "Kau telat delapan belas menit!" ucap Zahira kesal. "Yaelahh cuma delapan belas menit doang," cibir Iren. Zahira melotot. "Apa katamu? Cuma?" Iren nyengir bersalah. "Canda-canda." "Kau mau pesan apa?" tawar Iren. "Seperti biasa." Mereka berdua pun memanggil pelayan dan segera memesan makanan. "Ada hal yang ingin aku ceritakan," ucap Zahira. "Apa nih?" tanya Iren sambil membenarkan posisi duduknya. "Tapi jangan kaget ya!" "Apa?" "Sebenarnya …." Zahira menatap Iren ragu. "Aku udah mau cerita dari kemarin cuman aku belum siap," lirih Zahira. Iren mengernyitkan alisnya menatap heran sahabatnya. Semakin penasaran dengan apa yang ingin Zahira ceritakan. "Aku siap menunggu!" Iren menatap datar sambil menyilangkan kedua tangannya di d**a. Zahira menghela nafas. "Jadi kemarin waktu di Mois Bar aku cerita ke Dante kalau aku butuh uang. Kau tahu kan kalau aku butuh uang untuk membiayai pengobatan kakekku." "Tapi setelah aku pulang dari Mois Bar Dante menghubungiku. Dia bilang ada seorang lelaki yang kalah taruhan dengan teman-temannya dan taruhannya itu harus melakukan one night stand." "Jangan bilang kalau kau jadi one night stand-nya?" tanya Iren menebak-nebak. "Stop it! Aku belum selesai cerita!" geram Zahira. "Oke, lanjut!" ucap Iren nyengir. "Nama lelaki itu Rafael. Jadi, dia kalah taruhan dengan teman-temannya. Dan taruhan itu bukan dengan uang melainkan harus melakukan one night stand. Rafael cerita ke Dante kalau dia tidak mau melakukan one night stand. Dan Dante ngasih saran ke Rafael untuk menyewa perempuan saja untuk berpura-pura akting di depan teman-temannya. Supaya teman-temannya percaya kalau Rafael benar-benar melakukan one night stand," jelas Zahira. "Lalu?" "Dan kau benar, perempuan itu adalah aku. Aku menerima tawaran itu karena dalam perjanjian itu Dante bilang kalau aku hanya berciuman saja dengan Rafael di depan teman-temannya. Lalu setelah itu masuk ke hotel supaya teman-temannya percaya kalau kita benar-benar melakukan one night stand. Dan setelah masuk ke kamar hotel dia akan membayarku karena telah membantunya," jelas Zahira. "Tapi …." Zahira menggigit bibir bawahnya dan menatap Iren ragu. "Tapi apa Zahira jangan buat aku penasaran deh!" omel Iren sambil berkacak pinggang. "Tapi setelah masuk ke kamar hotel, kita melanggar perjanjian itu. Kita tetap melakukan one night stand," ucap Zahira malu dengan pipi yang bersemu merah. "Apaa?!" Iren membelalakkan matanya. "Benar-benar terbawa suasana," cicit Zahira. "Astaga Zahira!" Iren mengusap wajahnya gusar. Tiba-tiba pesanan mereka pun datang. Dengan segera Iren meminum milkshake-nya. "Kau pasti bercanda!" ucap Iren terengah. "Aku serius dan setelah aku bangun sudah ada cek di atas nakas. Dan Dante juga sebenarnya tidak tahu kalau aku benar-benar melakukan one night stand." "Kau tahu sekarang kakekku sudah mendapatkan donor jantung dan baru selesai dioperasi. Kakek bisa cepat ditangani karena aku telah membayar pengobatannya di rumah sakit dengan cek yang Rafael berikan," jelas Zahira. "Aku nggak tahu mau ngomong apalagi," ucap Iren mengusap wajahnya gusar. "Kalau kau tanya aku menyesal apa tidak. Mungkin jawabannya tidak karena jika kakek tidak selamat aku akan lebih menyesal dan menyalahkan diriku sendiri." "Memangnya berapa uang yang dia kasih?" "Lebih dari cukup untuk pengobatan kakekku." Iren menghela nafas. "Ya, udah sih ya, udah terlanjur juga." "Kau pasti sangat kecewa." "Sebagai seorang sahabat aku kecewa, tapi kalau aku di posisimu pasti melakukan hal yang sama." "Aku juga bingung waktu itu." "Maaf aku tidak bisa membantumu, seluruh uang dan tabunganku disita mak tiri sialan itu." "Aku turut prihatin denganmu, semoga papamu segera sadar dengan kelakuan istrinya." "Impossible!" "Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini!" "Nggak emaknya, nggak anaknya, kerjaannya ngabisin uang papa mulu." "Apa kakak tirimu itu masih saja mengusikmu?" tanya Zahira. "Rutinitas setiap hari. Dia selalu mencari kesalahanku dan mengadunya ke papa." Zahira tersenyum tipis. "Kau harus bersabar!" *** Gedung Perusahaan PT. Raveland Group yang menjulang tinggi di Ibukota terlihat sangat megah. Gedung pencakar langit di bawah naungan seorang Rafael Benzema yang bergerak di bidang konstruksi. Perusahaan yang ia bangun tanpa campur tangan perusahaan orang tuanya dengan embel-embel Benzema Tower. Seorang pria tampan lengkap dengan setelan kerjanya sedang mengetik sesuatu. Suara jemari yang beradu dengan kerasnya keyboard laptop menjadi kegiatan yang Rafael lakukan saat ini di ruang kerja pribadinya. Menjadi seorang CEO membuatnya sangat sibuk. Tiba-tiba suara ketukan pintu menghentikan aktivitas Rafael. "Masuk!" ucap Rafael. Setelah pintu terbuka seorang lelaki berpakaian rapi dan berkacamata datang menghadap. Rafael menatap sekilas sambil tersenyum tipis. "Selamat siang Pak," sapa detektif sewaan Rafael melangkah masuk ke ruang kerjanya. "Selamat siang. Silahkan duduk!" ucap Rafael. "Bagaimana?" tanya Rafael tanpa basa-basi setelah mempersilahkan detektif sewaannya duduk di sofa ruang kerja pribadinya. "Soal Zahira, sebenarnya ibu kandungnya sudah meninggal. Dia dirawat oleh bibinya dan kakeknya," ucap detektif. "Jelaskan semuanya!" perintah Rafael. "Orang tuanya berpisah sejak Zahira masih di dalam kandungan. Dan Zahira juga belum pernah melihat ayah kandungnya sendiri. Saat Zahira berumur empat tahun ibunya yang seorang Pramugari meninggal karena kecelakaan pesawat," ungkap detektif. "Hanya itu?" tanya Rafael. "Bibinya ternyata seringkali merusak rumah tangga orang lain bahkan ia dicap pelakor karena sering sekali menjadi simpanan suami orang." "Setelah saya selidiki lebih dalam motif Zahira menerima tawaran berpura-pura one night stand dengan anda karena uang tabungan sekaligus penghasilan dari bakerynya yang ia punya tidak cukup untuk pengobatan kakeknya yang sakit jantung. Bibinya yang tidak peduli membuat Zahira yang memikirkan bagaimana cara melunasi tagihan di rumah sakit," jelas detektif. "Zahira mempunyai satu sahabat yang sangat dekat dengannya. Dia anak rekan kerja anda." "Siapa?" "Namanya Iren Sahara. Saat ini ia sedang magang di perusahaan anda." "Magang di perusahaan saya?" Rafael memastikan. "Iya, Pak." Rafael mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ada lagi?" tanya Rafael. "Saat ini Zahira tinggal di sebuah apartemen xxxxx." "Kalau itu saya sudah tahu. Baiklah kalau begitu kau boleh keluar sekarang!" suruh Rafael. "Baik, Pak, saya permisi," pamit detektif sewaan sembari melangkahkan kakinya keluar. "Zahira." Rafael kembali menggumamkan nama itu. "Kau benar-benar membuatku penasaran!" Kemudian Rafael mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari saku celananya. Lalu menghubungi seseorang. *** Di sebuah cafe dengan desain klasik sederhana yang bernuansa kayu ini menonjolkan suasana ruang yang tampak nyaman. Tapi tidak berlaku kepada Zahira yang saat ini tengah duduk dan berhadapan dengan Rafael. Pagi tadi Rafael menghubunginya dan mengajaknya makan malam. Entah darimana Rafael mendapatkan nomornya, tapi di benak Zahira bisa saja Rafael meminta nomornya ke Dante. Mengingat Dante yang memperkenalkan mereka. Zahira menundukkan kepala dan mengaitkan kedua jari telunjuknya. "Kau mau pesan apa?" tawar Rafael. Suara bariton itu sontak membuat Zahira mendongak menatap Rafael. "Sushi, minumnya matcha smoothie." Dengan segera Rafael memanggil waiters. "Sushi, takoyaki, matcha smoothie, sama milk tea," ucap Rafael kepada waiters. Setelah mencatat pesanan pelayanan pun pergi meninggalkan mereka berdua. Kini keheningan melanda mereka berdua. Rafael berdehem. "Zahira ada yang mau aku bicarakan," ucap Rafael. Rafael menghela nafas dan menatap Zahira lekat-lekat. "Aku mau minta maaf soal kejadian malam itu. I'm really out of control." Zahira malu saat tiba-tiba Rafael membahas tentang malam itu, kini pipinya bersemu semerah tomat. Rafael sengaja meminta bertemu dengan Zahira karena ingin meminta maaf atas kejadian tempo hari saat dirinya lepas kendali. Seharusnya setelah masuk ke kamar hotel mereka tidak melakukan apa-apa. Karena sesuai perjanjian awal, Rafael dan Zahira hanya sebatas ciuman. Itu juga di depan Kelvin. Tapi setelah masuk ke kamar hotel mereka berdua lepas kendali. Rafael benar-benar terpana oleh pesona Zahira. "Maaf kalau tidak nyaman dengan pembicaraan ini. Tapi aku benar-benar minta maaf," ucap Rafael. "Tidak apa-apa lupakan saja soal kejadian malam itu anggap saja kita tidak pernah melakukannya," ucap Zahira mantap. Entah keberanian dari mana Zahira mengatakannya tanpa terbata. "Tapi aku benar-benar khawatir kalau kau hamil. Karena aku tidak memakai alat kontrasepsi saat itu." "Tidak perlu khawatir, pagi itu aku langsung minum pil pencegah kehamilan." "Baiklah, kalau ada apa-apa kabari aku. Jangan sungkan!" tukas Rafael. Zahira menganggukkan kepalanya. "Aku harap kita bisa berteman baik," ucap Rafael tersenyum hangat. Zahira berpikir tidak ada salahnya berteman dengan Rafael. Rafael adalah pribadi yang ramah. Kemudian pelayan datang menyajikan makanannya. Dengan segera mereka menyantapnya. "Aku suka banget sama takoyaki. Takoyaki ini salah satu makanan favoritku," ucap Rafael di sela-sela kunyahannya. "Oh, ya? Seenak itukah? "Iya, kalau aku bisa memasak, pasti masakanku setiap hari takoyaki." Zahira terkekeh geli. "Kenapa tidak belajar memasak? "Kalau aku bisa masak nanti badanku gemuk, karena setiap hari pasti makan takoyaki," ucap Rafael tertawa. Zahira tertawa renyah mendengar cerita Rafael. Benarkan? Rafael memang orang yang ramah. Zahira bisa cepat nyaman dengan Rafael padahal baru beberapa kali bertemu. "Nanti pulangnya bareng aku aja!" ajak Rafael dan di jawab anggukan oleh Zahira.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN