Kapten Basket

1138 Kata
Agatha merebahkan tubuh di ranjang dengan seprai bermotif bintang berwarna biru. Ia baru saja selesai mengerjakan PR dan makan malam bersama dengan anggota keluarganya.  Memainkan handphone ia mengintip akun milik Zidan. Hanya ada lima postingan saja dan hampir semuanya tentang roti dan juga pemandangan yang Agatha tahu itu gunung fuji, Jepang.  Satu per satu dari postingan itu Agatha lihat dan baca captionnya. Tak ada yang spesial atau kalimat puitis, hanya kalimat biasa saja namun Agatha tahu bahwa Zidan begitu menyukai tentang Jepang.  Setelah selesai melihat akun media sosial milik Zidan, Agatha menutup aplikasi tersebut kemudian melihat aplikasi chatting dan kosong, tak ada pesan dari Zidan untuknya. Mungkin laki-laki itu sudah tidur atau sedang sibuk dengan tugasnya seperti Agatha tadi yang sibuk dengan tugas sekolah.  Memilih untuk menyimpan handphone kembali ke atas meja lalu ia merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamarnya yang di penuhi dengan hiasan bintang dan jika lampunya di matikan maka hiasan itu akan muncul warna dan membuat langit-langit kamarnya indah.  Agatha menekan saklar lampu yang berada tepat di samping tempat tidurnya, lalu menyalakan lampu tidur dan bintang yang bertaburan di langit kamarnya pun mulai kerlap kerlip persis seperti bintang di langit. Agatha menyukai suasana ini.  Jarum jam terus berputar, sampai berada tepat menunjukkan pukul 10 malam namun kedua mata Agatha seolah tak bisa terpejam. Entah apa yang ia pikirkan malam ini, tapi ia benar-benar tak bisa tertidur.  Agatha menghela napas pelan lalu merubah posisi tidurnya menjadi menyamping menghadap tembok kamarnya. "Jatuh cinta itu kaya gini ya," gumamnya.  Semenjak mengenal Zidan, Agatha merasa hal aneh dengan jantungnya sering kali ia merasa detak jantungnya tak wajar dan wajahnya selalu merasa merah padam atau tersipu malu setiap kali Zidan melakukan hal manis, seperti mengelus rambutnya, tersenyum manis padanya dan apapun yang hampir membuatnya sesak napas.  Apa ini wajar? Atau jangan-jangan dia malah memiliki penyakit jantung?  Agatha menggeleng pelan, tidak ia tak boleh berpikir sampai ke mana-mana. Agatha berusaha memejamkan matanya dan dia kembali membuka mata saat bayangan Zidan ada di depannya saat dia menutup kedua matanya.  Astaga ... Ini benar-benar tak wajar bukan, bagaimana bisa jatuh cinta sampai segilaa ini?  Agatha mengatur napasnya pelan, menarik napas lalu mengembuskannya  begitu seterusnya sampai ia merasa sedikit lebih tenang. Lalu ia kembali memejamkan matanya dan sekarang berhasil ia masuk ke dalam mimpi malam ini. ** Agatha berjalan dengan terburu-buru menuju kelas, hari ini ia benar-benar hampir terlambat masuk sekolah.  Semua karena kesalahan dirinya sendiri yang terbangun di tengah malam dan tak bisa tidur lagi, ya bangun di tengah malam karena ia mimpi berpacaran dengan Zidan dan karena mimpi itu juga ia tak tidur lagi malah membayangkan jika apa yang terjadi dalam mimpi bisa terwujud di hidup nyata.  Agatha menyimpan tas sampai mengeluarkan bunyi yang membuat kedua sahabatnya menatap Agatha dengan alis mengerut. Rania dan Karin saling bertatapan kemudian kembali menatap Agatha yang duduk di hadapan mereka.  "Lo abis di kejar setan?" celetuk Karin melihat Agatha bernafas ngos-ngosan.  "Gue takut telat."  "Lagian tumben banget lo baru dateng, Ta," ucap Rania.  "Semua gara-gara mimpi," gerutu Agatha membuat Rania dan Karin bertanya-tanya.  Ada apa dengan mimpi?  "Emang lo mimpi apaan? Ketemu sama Chang wook? Lee minho? Gong yoo?" tanya Karin menyebut semua artis korea.  "Bukan, itu sih lo yang sering mimpi."   Terus siapa?"  "Kak Zidan," ucap Agatha berbisik mendekat pada Rania dan Karin.  "What?!" pekik Karin yang berhasil membuat seluruh teman yang berada di dalam kelas kompak memandang ke arah meja mereka.  "Sorry guys, lanjutkan-lanjutkan," ucap Karin pada teman-teman yang menatap mereka saat menyadarinya.  Sementara Rania dan Agatha menggeleng pelan melihat tingkah Karin yang selalu saja heboh. "Kebiasaan banget, yang kalem dikit jadi cewek," gerutu Agatha.  "Kalem gue segini."  "Rusuhnya malu-maluin," celetuk Rania.  "Twins lo sensi amat sama gue, udah sekarang lanjut aja ceritanya. Jadi lo mimpi ngapain sama Kak Zidan?" tanya Karin kembali mode serius menatap Agatha.  "Ya gitu, mimpi jadian sama dia. Seneng jadinya gue sampe gak bisa tidur lagi," balas Agatha diakhiri dengan senyum-senyum sendiri membuat kedua sahabatnya itu menatap Agatha bersamaan.  "Virus merah jambu mulai deh."  Agatha menatap Karin yang selalu saja mengatakan "virus merah jambu" setiap kali ia bercerita tentang Zidan. Karin memang yang lebih sering berkomentar di bandingkan Rania, kembarannya.  Tapi bukan berarti Rania tak suka dengan apa yang di ceritakan oleh Agatha justru bagi Agatha setiap kali ia curhat kepada kedua sahabatnya, Rania selalu menjadi orang yang memberikan saran logis di bandingkan dengan Karin yang selalu memberikan saran semaunya dan tanpa berpikir panjang.  Meski begitu Karin adalah sahabat yang selalu berdiri di depan jika ada yang mengganggu Agatha atau Rania, maklum saja altlet karate sabuk hitam.  "Mimpi itu bunga tidur, lo jangan terlalu mikirin, Ta. Jatohnya nanti berharap kalau terus di pikirin mending kalau bener, kalau nggak lo sendiri yang sakit. Menurut gue ya Ta, lo jalani aja yang sekarang ini sama Kak Zidan apapun hubungannya lagian sebagai cewek ya apa lagi kalau bukan nunggu si cowok yang beraksi, emang sih kita sebagai cewek harus berusaha juga tapi apa nggak terlalu agresif nantinya kalau semisal lo terus mepet tu Kak Zidan."  Rania memang selalu berhasil membuat Agatha kembali merenung, semua yang dikatakan Rania ada benarnya Agatha tak ingin di pandang terlalu agresif oleh Zidan kalau dia selalu memposisikan diri dengan terus mendekat, kadang jarak itu penting supaya keduanya merasakan sebuah perasaan yang dinamakan "rindu" setelah mendengar penjelasan Rania, Agatha mulai melupakan mimpi tadi malam karena diingat pun belum tentu hasilnya akan seperti dalam mimpi meski ia ingin. ** "Emang ada pertandingan basket ya?" tanya Agatha di saat mereka bertiga menikmati makan siang di kantin sekolahnya.  Mereka duduk di kursi paling ujung di kantin ini dengan di temani tiga mangkuk bakso dan tiga minuman yang berbeda di atas meja mereka kali ini. Agatha memilih untuk minum jus mangga, sementara si kembar memilih minum jus jeruk.  "Seminggu lagi, kata Kak Elvan sih tanding sama sekolah sebelah."  "Sekolah sebelah mana ni?"  "SMA Permata."  "Permata? Sekolah Kak Zidan dong."  "Emangnya dia sekolah di sana?" tanya Karin yang kemudian diangguki oleh Agatha.  "Jangan-jangan si kapten basket, yang pake nomor punggung 10 terus namanya Zidit," ucap Karin.  "Nama Kak Zidan setahu gue Zidan Aditya."  "Ya bener, Zidit ... Zidan Aditya. Wuih  ... Agatha ternyata deket sama kapten basket Permata yang jadi idola cewek-cewek. Super sekali," ucap Karin bertepuk tangan pelan.  Agatha hanya diam menatap Karin, kapten basket? Ia benar-benar tidak mengetahuinya. Jadi Zidan setenar itu meski ia sempat menduganya tapi Agatha tak pernah berpikir kalau Zidan adalah kapten basket di sekolah laki-laki itu, Agatha hanya berpikir kalau Zidan memang populer karena ia murid berprestasi di bidang akademik karena selama ini Zidan tak pernah terlihat membahas basket, laki-laki itu lebih sering membahas tentang pelajaran apalagi tentang bahasa Jepang yang memang sekarang ini mulai ia pelajari.  Fakta pertama yang Agatha tahu, selama ini ia memang belum terlalu tahu tentang Zidan meski mereka sudah lama dekat. Sepertinya Agatha harus menanyakan hal ini pada Zidan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN