Bab 2 Flashback

885 Kata
*Flashback* "Jacooobb , mandiii ! Malu tau gak udah jam 12 siang belum mandi. Celana mu tuh udah bau. Malu sama tetangga cowo 25 tahun jam segini melom mandi!" Tuhkan, mama selalu teriak begitu, katanya malu sama tetangga kalau aku belum mandi, tapi sebenarnya, tetangga pun gak akan tahu jika saja dia tidak teriak begitu setiap hari. Sungguh diluar nalar. "Iya ma, sebentar lagi seru ini, skornya kejar kejaran, final Indonesia Open sektor MD, mana lawan China pula mah. Habis ini deh, aku mandi." Iya, alasan aku menunda mandi, adalah karna ini, hobi menonton pertandingan bulu tangkis. Hobi yang sangat murah, tapi bisa juga menjadi sangat mahal. Kenapa ? Ya karena setiap Badminton Lovers pasti sangat menginginkan untuk nonton langsung, dan berkesempatan untuk berswafforo bersama atlit idola. Tetapi semakin tahun silih berganti, harga tiket juga semakin mahal. Tahun ini harga tiket final Reguler mencapai 2,4 juta, itupun dalam waktu 10 detik sudah terjual habis, entah berapa harga tiket jika sudah mendarat di tangan calo. Jadi, disinilah aku, hanya mampu menikmati pertandingan lewat layar kaca. Kenapa tidak sanggup beli tiket? Karna miskin? Tentu tidak, tapi karna sangat miskin. Perkenalkan aku, Jacob Wijaya, lulusan terbaik jurusan Teknik Mesin prodi S1 teknik mesin dengan IPK 3,9. Keren kan? Tapi, kemampuan bersosialisasiku sangat buruk, bahkan aku tidak mengenal tetangga depan rumah dan samping rumah, sungguh miris. Setiap jenjang pendidikan, aku hanya punya 1 teman, ketika lulus sekolah maka 1 teman itu akan hilang dan tidak bertahan lama, kemudian aku menemukan 1 teman baru lagi di jenjang sekolah berikutnya. Tantangan terberatku adalah ketika lulus kuliah maka aku harus mencari pekerjaan, aku telah mengirim beberapa lamaran pekerjaan, ada satu atau dua kali aku mendapatkan panggilan wawancara, namun aku tidak mempunyai keberanian untuk menghadiri wawancara tersebut, ada kalanya aku memberanikan diri untuk menghadiri wawancara,namun wawancara tersebut selalu berakhir buruk, aku selalu tidak cakap dalam menjawab pertanyaan karena melihat orang saja aku sudah gugup. Aku pun berhenti mengirim lamaran pekerjaan, dan tidak terasa sembilan tahun telah berlalu dan aku menghabiskan seluruh hidupku hanya di kamar kecil dirumah milik orangtuaku ini, dan menemukan menonton badminton menjadi satu-satunya hobiku. Dan untungnya, orang tuaku masih sanggup menghidupiku, aku takut, jika mereka meninggalkanku, bisakah aku hidup? "Jacob, mandi ini sudah satu jam lebih!" Mama berteriak lagi, terpaksa aku menurutinya, ku ambil selembar handuk dari jemuran, dan aku masuk ke kamar mandi. Eh tapi, Pertandingan ganda putra baru saja selesai, aku sedih dan kecewa ketika di game ke 3 Wongso dan Purwanto sudah unggul 20 -15 tetapi tiba tiba tertikung berkat Purwanto yang tiba tiba smashnya selalu menyangkut di net dan game berahir dengan kekalahan 20-22 sungguh menyedihkan. Pertandingan berikutnya yang paling ditunggu -tunggu Martha Kartowidjoyo hari ini masuk final lagi, siapa sangka gadis itu yang biasanya akan Kalah di babak r32 kini bertengger ke ranking 10 besar dunia dan hari ini adalah final yang sangat penting karena melawan ranking 1 dunia dari negara Korea Selatan yaitu Lee Kwang Min. Aku harus menontonnya, ah batterey hp ku tinggal 5 persen, pertandingan akan segera dimulai, dan tidak ada colokan listrik di kamar mandi. Ah aku ingat, aku punya colokan roll, sisa harta ku saat kos dahulu kala. Ku bawa roll, charger hp, ku ambil listrik dari colokan dapur dan memperpanjangnya sampai ke kamar mandi, ku gantung roll di paku dekat gantungan baju dan hpnya aku letakkan di bibir bak mandi, posisi sempurna untuk melihat pertandingan itu sembari duduk di closet WC, jika nanti mama bertanya, tinggal jawab, aku sedang pup. "Jacob, kok diam saja ga ada suara air.. Kamu mandi beneran apa tidur disana?" teriak mama lagi. Terpaksa aku menonton sambil mandi, cukup rugi karena kehilanggan beberapa moment penting, karena sekali memejamkan mata saat mengguyur air, poin akan berubah terlaampau jauh. Seperti saat ini, sebelum aku menggambil air poin di game pertama adalah 8-10 untuk sementara Martha memimpin, nah ketika aku mengguyurkan air dan memejamkan mata agar mata tidak perih, skor berubah menjadi 10-10. Memang, menonton badminton itu harus tetap fokus jika tidak ingin rugi. Yah rupanya Martha mengganti strategi, setelah tertinggal 10-12, dia lebih ke bertahan dan mengangkat bola dan strategi ini berhasil hingga dia memenangkan game pertama dengan skor 21-19. Game berlanjut ke game ke 2 kali ini permainan berjalan dengan cepat, Lee Kwang Min memaksa Marha untuk melakukan adu netting dan kalau sudah begini Martha menjadi cukup tertinggal, dia selalu kalah adu net skor sementara tertinggal 1-7. Di saat seperti ini aku jadi takut untuk melihatnya, jadi aku memutuskan untuk tidak fokus pada melihat pertandingan itu, lebih baik aku melanjutkan mandi saja, aku menggambil shampo dan mencuci rambutku, tak lupa aku menggosok gigiku sehabis selesai mencuci rambut, tak terasa terdengar suara umpire. "21-17 game , game won by Kartowidjoyo 21-19 ,21-17" Wow sangat mengagetkan dan membuat bahagia, kenapa selalu begini, disaat kita fokus melihat, kebanyakan terlihat akan kalah, tapi ketika kita mengabaikannya kenapa menjadi menang, sayang sekali jadi tidak bisa menyaksikan saat-saat kemenangan. Ah senang sekali akhirnya Martha dapat menang, maafkan aku karna dulu saat Martha masih selalu kalah di R32 aku merupakan salah satu netizen yang membubuhkan komentar jahat di kolom komentar akun resmi i********: Martha. Tapi kali ini, aku sangat ingin mengucapkan selamat dan ikut bangga pada anak ini. Aku segera meraih hp ku untuk membubuhkan komentar manis di ig Martha, tapi kenapa mataku jadi gelap. Inikah akhir dari hidupku? Atau... . *Flashback off*
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN