Anti Jompo
Pagi itu, Bu Tuti (Kanjeng Ibu), anak kedua, mengunjungi rumah adiknya, Pak Lik Agus, ditemani anak pertamanya, Titah, dan suaminya (Kanjeng Romo). Kedatangan mereka menyimpan agenda terselubung: rencana menempatkan Mbah Sutarno di panti jompo.
Mendengar rencana tersebut, Mbah Sutarno, yang baru saja berolahraga pagi, memutuskan untuk melarikan diri. Ia meminta bantuan Titah untuk merencanakan pelariannya.
Di taman komplek, Mbah Sutarno berujar, "Lari pagi... Enak dan segar sekali! Badan terasa sehat. Cukup olahraga hari ini. Pulang saja, hehehe..."
Di rumah Pak Lik Agus, percakapan mengalir:
"Diajeng," panggil Bu Tuti.
"Iya, Mbakyu," jawab Bulik Lina.
"Bapak mana?" tanya Bu Tuti.
"Biasa, Mbakyu," jawab Bulik Lina.
"Oh," sahut Bu Tuti.
"Siwi mana, Mbakyu? Kok nggak ikut?" tanya Bulik Lina.
"Pulang ke kampung suaminya," jawab Bu Tuti.
"Manado maksudnya, Mbakyu?" tanya Bulik Lina.
"Iya," jawab Bu Tuti.
Titah kemudian bertanya, "Bulik, Pak Lik Agus mana?"
"Kerja, Tah. Belum pulang," jawab Bulik Lina.
"Oh," sahut Titah.
Bulik Lina melanjutkan, "Kamu katanya kuliah di Arab, ya?"
"Iya, Bulik. S3. Kebetulan lagi liburan, jadi sekalian kumpul dengan keluarga di sini. Mas Afgan juga lagi ngurus bisnisnya Bulik," jawab Titah.
"Oh, bagus! Alhamdulillah. Semester berapa?" tanya Bulik Lina.
"Semester akhir, Bulik. Tahun ini lulus," jawab Titah.
"Semoga cepat lulus, ya," kata Bulik Lina.
"Aamiin," sahut Titah.
Bulik Lina kembali bertanya, "Oh ya, lupa. Mbakyu ke sini mau ngapain?"
"Ada yang mau dibicarakan sama kamu dan adikku, Agus, nanti," jawab Bu Tuti.
"Soal apa?" tanya Bulik Lina.
Titah bertanya, "Lik, itu Rangga, ya?"
"Iya, libur kerja, Tah. Biasanya kalau kerja nggak di rumah, sekarang Rangga ngekos dekat kantornya," jawab Bulik Lina.
"Ya sudah, aku ke sana. Amit, Bulik," kata Titah.
"Iya, lanjutin. Jadi gimana?" tanya Bulik Lina.
Sesampainya Mbah Sutarno di rumah Pak Lik Agus, ia melihat mobil Titah dan mobil Kanjeng Romo. Ia bergumam, "Sepertinya saya kenal mobil ini. Satu mirip mobil cucu saya, Titah. Yang satunya lagi mirip mobil menantu saya, Nano. Kalau benar Titah di sini, saya minta jalan-jalan saja, sekalian mampir ke rumahnya. Mau bertemu cicit saya, melepas rindu. Hehe..."
"Tu, tu, tuh... Kan benar mobil Nano, tapi kok cucuku, Titah, enggak ada, ya?" gumam Mbah Sutarno.
Saat itu, Pak Lik Agus tiba. "Assalamu'alaikum..." sapa beliau.
"Wa'alaikumussalam..." jawab Bulik Lina. "Nah, itu dia, Mbakyu, Mas Agus pulang."
"Ya sudah, nanti kita obrolkan, ya," kata Bu Tuti.
"Iya," sahut Bulik Lina.
"Mbakyu," sapa Pak Lik Agus.
"Ya," jawab Bu Tuti singkat.
"Katanya ada yang ingin Mbakyu sampaikan pada Mas Agus," kata Bulik Lina.
"Oh, ya? Tentang apa, Mbakyu?" tanya Pak Lik Agus.
"Begini, Ajeng, Dhi Mas, saya sudah tidak sanggup mengurus Bapak. Setiap hari bikin masalah terus," keluh Bu Tuti.
"Saya juga sudah tidak sanggup, Kang Mas," timpal Pak Lik Agus.
"Kemarin kamu tahu, Ajeng, Dhi Mas? Bisnis Mas Nano gagal!" lanjut Bu Tuti.
"Kok bisa, Kang Mas?" tanya Pak Lik Agus.
"Ya bisa, Ajeng, Dhi Mas. Itu semua gara-gara siapa coba?" tanya Pak Nano ikut bersuara.
"Pasti Bapak, kan, Kang Mas?" tebak Bulik Lina.
"Iya, benar. Begini ceritanya, Ajeng, Dhi Mas..." Pak Nano memulai penjelasannya.
(Flashback On)
Di rumah Pak Nano:
"No, No..." panggil Mbah Sutarno.
"Iya, eh, Sutarno..." jawab Pak Nano.
"Kurang ajar kamu, anak durhaka! Orang tua dipanggil namanya saja. Saru tau!" gerutu Mbah Sutarno.
"Bapak, Kang Mas..." Bu Tuti mengingatkan.
"Eh, iya, maaf, Pak. Bapak ke sini mau ngapain?" tanya Pak Nano.
"Saya mau tanya soal kamar mandi," jawab Mbah Sutarno.
"Oh, haa... Kenapa dengan kamar mandinya, Pak?"
"Airnya meluap. Saya nggak ngerti cara mengeringkannya," jelas Mbah Sutarno.
"Oh, itu gampang, Pak. Betup..." kata Pak Nano.
"Bathtub, Kang Mas," Bu Tuti mengoreksi.
"Oh, iya, itu maksud saya. Bathtubnya kan ada karetnya. Bapak copot saja, nanti airnya surut sendiri kok," jelas Pak Nano.
"Oh, iya. Satu lagi, Tuti, istri saya mau berbicara, Pak. Silakan, Diajeng," pinta Pak Nano.
"Baik, Kang Mas."
Bu Tuti berkata dalam bahasa Jawa Krama Inggil, "Pak, mangke telas rama siram ampun miyos kamar rumiyen nuwun, amargi kula wonten tamu wigatos, kawan bisnis pun Kang Mas Nano."
"Oh, iya, iya. Nanti saya nggak akan keluar kamar, deh," jawab Mbah Sutarno.
"Ya sudah, gih, sana. Hus... Hus... Hus... Hus..." Pak Nano menyuruh Mbah Sutarno masuk kamar.
"Songong kamu sama bapak mertuamu sendiri!" gerutu Mbah Sutarno.
Dua menit kemudian, Bu Elly datang. "Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumussalam..." jawab Pak Nano dan Bu Tuti.
"Diajeng, itu Titah atau Bu Elly, rekan bisnis saya, ya?" tanya Pak Nano.
"Tidak tahu, Kang Mas. Mungkin Titah. Kang Mas, biarkan saja. Nanti juga masuk sendiri ke dalam rumah dan tidak usah disambut. Yang harus kita sambut Bu Elly, Kang Mas," jawab Bu Tuti.
"Oh, gitu. Ya sudah, saya lanjut nonton TV saja, deh," kata Pak Nano.
Bu Elly kembali memberi salam. "Assalamu'alaikum, Pak Nano..."
"Wa'alaikumussalam..." jawab Pak Nano.
"Itu Bu Elly, Diajeng," kata Pak Nano.
"Iya, Kang Mas, benar," sahut Bu Tuti.
Tiba-tiba Mbah Sutarno muncul tanpa busana dan menutup matanya. Bu Elly berteriak, "Haaa aaa haaa!"
"Aduh, Sutarno, Sutarno..." Pak Nano panik.
"Songong kamu dari tadi nama bapak mertuamu terus yang disebut!" gerutu Mbah Sutarno.
"Eh, iya, maksud saya itu Bapak," kata Pak Nano.
Bu Elly kesakitan karena terkena lemparan Mbah Sutarno. "Aduh!"
"Kang Mas..." Bu Tuti memanggil suaminya.
Bu Elly marah, "Apa-apaan ini, Pak Nano? Perjanjian kita batalkan!" Ia pun pergi.
"Tapi, Bu, Bu, Bu Elly..." Pak Nano berusaha menjelaskan, tetapi Bu Elly sudah pergi.
"Bapak, hemm..." Pak Nano dan Bu Tuti kesal pada Mbah Sutarno.
(Flashback Off)
Kembali di rumah Pak Lik Agus:
"Saya juga mengalami hal yang sama, Mbakyu, Kang Mas," kata Pak Lik Agus.
"Oh, ya?!" Bu Tuti dan Pak Nano terkejut dan penasaran.
"Iya, pada waktu itu..." Pak Lik Agus mulai bercerita.
(Flashback On)
"Dede, Kakung di sini," kata Mbah Sutarno.
"Darling..." panggil Bulik Lina.
"Iya, Darling..." jawab Pak Lik Agus.
"Sini sebentar, deh," pinta Bulik Lina.
"Nanti dulu, mau ajak anak kita main," tolak Pak Lik Agus.
"Oh, jadi lebih penting anak kita daripada aku, ya, Darling?" tanya Bulik Lina cemburu.
"Bukan begitu, Darling..." Pak Lik Agus mencari alasan.
"Kalau begitu, sini dong, bantuin aku pasang sanggul," pinta Bulik Lina.
"Hai..." sapa Mbah Sutarno.
"Hai juga, Pak," jawab Pak Lik Agus.
"Mau ajak cucuku, Farid, jalan-jalan, ya?" tanya Mbah Sutarno.
"Iya, Pak," jawab Pak Lik Agus.
"Sudah, biar Bapak saja yang ajak jalan-jalan," kata Mbah Sutarno.
"Darling..." Bulik Lina memanggil lagi.
"Iya, Darling..." jawab Pak Lik Agus.
"Sudah, sana, tuh, istrimu manggil," kata Mbah Sutarno.
"Oh, paling minta dibuatkan sarapan, Pak," jawab Pak Lik Agus.
"Kamu nggak usah bohongin Bapakmu, deh... Sudah hapal Bapak ini kalau menantuku itu minta dipasangin konde alias sanggul, kan...?" tanya Mbah Sutarno.
"Hehe, iya, Pak," jawab Pak Lik Agus.
"Ya sudah, gih, sana," pinta Mbah Sutarno.
"Tapi, Pak..." Pak Lik Agus masih mencari alasan.
"Kamu nggak percaya sama Bapak?" tanya Mbah Sutarno.
"Bukan begitu, Pak, tapi..." Pak Lik Agus masih mencari alasan.
"Aah... Sudah, sana!" paksa Mbah Sutarno.
"Iya, deh, Pak. Titip anakku, Farid, ya, Pak," kata Pak Lik Agus.
"Iya, sudah sana," kata Mbah Sutarno.
Mbah Sutarno mengajak Farid bermain. Saat lengah, ia menemukan Farid di atas genteng! "Ning nang ning nung, putu ku arepe turu, tu... tu... Tu... Dede kemana? Waduh..." Mbah Sutarno terkejut.
(Flashback Off)
"Hahaha..." Bu Tuti dan Pak Nano tertawa mendengar cerita Pak Lik Agus.
"Lucu banget, ya, Kang Mas," kata Bu Tuti sambil tertawa.
"Iya, benar, Diajeng, lucu..." sahut Pak Nano.
"Emm, terus apa yang akan kita lakukan?" tanya Pak Lik Agus.
"Ya, kita harus tetap memasukkan Bapak ke panti jompo, Dhi Mas, Diajeng," jawab Bu Tuti tegas.
"Tega banget kalian pada sama aku! Itu sepertinya cucuku, Tah..." Mbah Sutarno menangis, lalu berhenti ketika melihat Titah.
"Iya, eh, Mbah Kakung..." Titah mencium tangan Mbah Sutarno.
"Gimana keadaan kamu dan suamimu di sana?" tanya Mbah Sutarno.
"Alhamdulillah baik, Mbah," jawab Titah.
"Syukur deh... Hemm... Emm... Emm..." Mbah Sutarno masih terisak.
"Loh, kok Mbah Kakung nangis, sih? Kenapa?" tanya Titah khawatir.
"Mbah Kakung mau curhat, boleh nggak?" tanya Mbah Sutarno.
"Boleh, Mbah," jawab Titah.
"Di kolam renang saja, ya? Kan sepi," usul Mbah Sutarno.
"Oh, iya, Mbah," kata Titah.
Di kolam renang:
"Jadi, Mbah mau cerita apa?" tanya Titah.
"Jadi begini ceritanya..." Mbah Sutarno menceritakan rencananya akan dimasukkan ke panti jompo. Titah mendengarkan dengan saksama dan kemudian mendapat ide.
"Aha... Titah punya ide," seru Titah.
"Ide apa?" tanya Mbah Sutarno penasaran.
Titah menjawab dalam bahasa Arab, "هكذا ذهب هذا الجد إلى الغرفة ، ثم وضع الكثير من ملاءات السرير من النافذة ، وصعد الجد إلى الخزانة مباشرة ، ثم اعتقد الجميع أنه هرب"
"Kamu ngomong apa, sih? Mbah nggak ngerti. Itu kayak bahasa Arab, ya?" Mbah Sutarno bingung.
"Lah, memang iya, Mbah. Bahasa Arab itu," jawab Titah.
"Oh, artinya apa, sih? Mbah nggak ngerti," Mbah Sutarno bertanya lagi.
"Hemm, kirain ngerti. Nanti Mbah juga tahu apa yang kumaksud. Sekarang Mbah ke kamar, yuk. Titah bantuin," jawab Titah.
"Oke, ayo kita ke kamar," ajak Mbah Sutarno.
Di kamar Mbah Sutarno:
"Mbah, sprei-nya mana?" tanya Titah.
"Di lemari," jawab Mbah Sutarno.
"Ya sudah, aku ambil, ya... Emm..." Titah ragu.
"Kenapa?" tanya Mbah Sutarno.
"Biar nggak repot, lebih baik Mbah Kakung naik ke atas lemari dulu saja, ya," saran Titah.
"Oh, gitu, ya? Emm, ya sudah, deh," kata Mbah Sutarno.
"Mbah naik bangku, Mbah. Nanti aku pegangin," Titah membantu.
"Iya," kata Mbah Sutarno.
"Oke, Mbah, aman, ya?" tanya Titah memastikan.
"Iya," jawab Mbah Sutarno.
"Sekarang tinggal sprei, deh..." kata Titah.
Dua menit kemudian...
"Huh... Akhirnya selesai juga, alhamdulillah..." Titah lega.
"Sudah belum?" tanya Mbah Sutarno dari atas lemari.
"Sudah, Mbah. Di situ saja, ya. Aku keluar, nanti ketahuan," jawab Titah.
"Oke..." Mbah Sutarno diam di atas lemari.
Di rumah Pak Nano:
"Assalamu'alaikum..." Afgan memberi salam pada anak-anaknya.
"Wa'alaikumussalam..." jawab Dzaka dan Winda.
"Ibu mana?" tanya Afgan.
"Pergi, Bi," jawab Dzaka.
"Pergi ke mana?" tanya Afgan lagi.
"Ke rumah Mbah Agus, Bi," jawab Winda.
"Oh..." sahut Afgan.
"Abi habis ini nggak ke mana-mana lagi, kan?" tanya Windi.
"Enggak, Windi sayang," jawab Afgan.
"Yes!" sorak anak-anak gembira.
"Jagoan Abi yang satunya lagi, lagi apa?" tanya Afgan.
"Lagi ngerjain bahasa Arab, Bi. Abi ajarin, dong," pinta Dzaki.
"Sini, Abi ajarin..." Afgan membantu Dzaki mengerjakan PR-nya.
Di rumah Pak Lik Agus:
"Oke, semuanya kan sudah sepakat. Jadi, lebih baik kita ke kamar Bapak," kata Pak Lik Agus.
"Ayo," ajak Bu Tuti.
"Kang Mas, Mbakyu..." Bulik Lina memanggil.
"Iya, Diajeng," jawab Bu Tuti dan Pak Nano bersamaan.
"Kang Mas atau Mbakyu saja yang lihat ke kamar Bapak, deh. Aku nggak tega," pinta Bulik Lina.
"Ya sudah, kalau begitu saya dan kamu saja, Gus, ke kamarnya Bapak," kata Pak Nano.
"Ya sudah, ayo, Kang Mas," ajak Pak Lik Agus.
"Duh, pura-pura nggak tahu ini," gumam Titah yang kebetulan ada di sana.
"Bulik, Ibu..." panggil Titah.
"Iya, Nduk," jawab Bulik Lina dan Bu Tuti.
"Mau ke mana si Bapak dan Pak Lik?" tanya Titah.
"Mau ke kamar si Mbah," jawab Bu Tuti.
"Oh..." sahut Titah.
Sepuluh menit kemudian...
"Diajeng, gawat!" Pak Nano panik setelah keluar dari kamar Mbah Sutarno.
"Gawat kenapa, Kang Mas?" tanya Bu Tuti cemas.
"Bapak nggak ada di kamar. Jadi begini ceritanya..." Pak Nano menjelaskan pada yang lain.
(Flashback On)
Pak Nano masuk kamar Mbah Sutarno. "Assalamu'alaikum, Pak. Ini Nano datang menjenguk, Pak... Pak... Pak... Duh, gawat, Gus! Kabur lagi si Bapak! Kasih tahu yang lain, yuk. Duh, kenapa ada kursi segala, sih, ih..." Pak Nano menendang kursi hingga jatuh karena panik.
"Duh, dasar Nano anak kurang ajar! Kursi untuk saya turun malah ditendang," gerutu Mbah Sutarno dari atas lemari.
(Flashback Off)
"Jadi gitu ceritanya..." Pak Lik Agus menyelesaikan penjelasannya.
"Ya sudah, yuk, kita lihat ke kamar Bapak, lalu kita cari Bapak kalau benar-benar hilang," saran Bulik Lina.
"Ya sudah, yuk..." ajak Pak Lik Agus.
...
"Bapak!" panggil Pak Nano.
"Waduh..." Mbah Sutarno terkejut.
"Yah, Kang Mas, Bapak kabur lewat jendela!" Bulik Lina melihat sprei yang terjuntai dari jendela.
"Pak, ayo naik!" Pak Nano menarik sprei yang digunakan Mbah Sutarno untuk kabur.
"Enggak mau, saya!" Mbah Sutarno menolak.
"Enggak mau kenapa, Pak?" tanya Pak Lik Agus.
"Nanti kamu masuk ke panti jomblo lagi! Kualat kamu sama Bapakmu, kalau Bapak dimasukin ke panti jomblo!" jawab Mbah Sutarno.
"Panti jompo, Pak, bukan panti jomblo," Pak Nano mengoreksi.
"Nah, itu ada si Asep tukang koran! Sep, Sep... Sini," Bulik Lina memanggil Asep.
"Tahan si Bapak, jangan sampai kabur!" Bu Tuti meminta bantuan.
"Tapi..." Asep ragu.
"Iya, entar dikasih upah, deh," kata Pak Nano.
"Kalau kabur gimana?" tanya Asep.
"Gampang, kamu giring ke sini saja," jawab Pak Nano.
"Emang aku bebek apa, pakai digiring segala?" protes Mbah Sutarno.
Mbah Sutarno dikejar Asep, bersembunyi di taman depan rumah tetangga, ternyata di depan rumah Pak Lik Agus sendiri!
"Ngumpet di sini saja, deh, biar aman..." gumam Mbah Sutarno.
Tiba-tiba, Bu Tuti mencoleknya dari belakang. Titah berhasil menengahi, bersedia merawat Mbah Sutarno di rumahnya.