Misi Berbahaya

1018 Kata
Brigadir Helena menunduk, pura- pura menyuap potongan kue kecil ke mulutnya, sambil melirik ke arah pantai. Ia berbisik pelan, nyaris tak terdengar oleh pengunjung lain. "Dia... sejak tadi ada di situ. Bahkan sejak tadi pagi sudah asik bermain dengan air, lalu sekarang hanya duduk diam seolah menunggu sesuatu. Aku yakin dia pasti sedang merencakan sesuatu." Youngky menyipitkan mata sambil nyeletuk, "kamu pasti lebih tahu Lena... kamu sudah lama jadi bestinya kan?" "Youngky... aku serius... kalau kamu masih ngomong yang ngawur lagi... mulutmu aku sumpal pakai donat, mau??" ucap Helena dengan nada agak kesal. "Aku kan cuma bercanda Len? biar suasananya tidak terlalu tegang," ujar Youngky sambil menyerubut kopinya. Sementara itu, Freddy menggenggam cangkir kopi hitamnya erat. "Betul kamu Len... dari caranya duduk dan memandang sekitar... lebih mirip orang yang terlatih. Tentara? Atau... model majalah play boy kali ya??" Helena mencubit lengan Freddy, "kalian berdua sama saja, situasi serius masih ngomongnya ngawur, nanti jangan salah kalau aku kasih tau si Bos ya?" "Ah... kamu gimana Lena? masalah sepele saja, mau main lapor ke si Bos? mentang-mentang bestinya ya..." timpal Youngky sambil terkekeh pelan. Freddy menimpali, "oke... sekarang saatnya kita serius, gak usah bercanda dulu." Sambil bersandar santai seolah tak peduli, Youngky menambahkan, "yang membuat aku curiga, dia sama sekali belum berinteraksi dengan siapapun sejauh ini. Padahal kalau turis biasanya suka ngobrol, tebar-tebar pesona, atau pesan makanan. Tapi dia hanya diam... dan selalu menghadap laut. Seperti menunggu sesuatu." Helena mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja, seakan sedang berpikir keras. Tatapannya tajam, tak bisa lepas dari pemuda itu. Ada sesuatu yang samar di wajah pria tersebut, seolah tak asing dan sering melihatnya. "Apapun alasannya," gumam Helena pelan, "kita harus pastikan gerakan pemuda itu, siapa dia. Aku yakin, dia adalah bagian penting dari target, kita harus ikutin terus dia, sampai ke tujuan akhir." Suasana santai di tepi pantai Bunaken mendadak berubah serius. Sebuah mobil hitam berkaca gelap meluncur perlahan, berhenti hanya seberapa meter dari tempat si pemuda bersantai. Mesin mobil tetap menyala, suara deru mesinnya menyatu dengan deburan ombak. Pintu belakang terbuka, dari dalam keluar seorang pria berkemeja putih dengan kacamata hitam, tubuh kekar, wajahnya dingin. Dua orang lain tetap duduk di kursi depan, jelas berperan sebagai pengawal. Si pemuda berdiri perlahan, menghela napas seakan sudah menunggu momen ini. Mereka berjabat tangan, lalu tanpa banyak basa-basi, percakapan serius pun dimulai. Helena, Freddy, dan Youngky di cafe seketika tegang, berpura-pura sibuk tapi telinga mereka fokus penuh. Pria berkemeja putih itu berkata pelan namun tegas, suaranya ditelan angin laut. "Jadi, kau benar orangnya? Aku butuh kepastian sebelum kita lakukan transaksi." Pemuda itu menatapnya lurus, sorot matanya tajam namun tetap tenang. "Namaku Bagas," katanya singkat. "Dan aku sudah menunggu lama di sini, aku berharap kesepakatan sesuai dengan pembicaraan awal sebelumnya, harus bersih dan jangka panjang." Pria itu tersenyum tipis, mengangguk pelan. "Namaku Franki, panggil saja aku Frank," lalu ia menoleh ke arah mobil, salah seorang pengawal membuka tas kecil hitam yang berisi tumpukan dokumen dan beberapa kantong plastik berisi bubuk putih. "Ini hanya sampel," ujarnya. "Kalau kau yakin, sisanya akan di kirim. Tapi... kami juga butuh bukti kalau kau memang bisa dipercaya. Kau sudah siapkan uang nya kan?" Bagas mengeluarkan sebuah map tebal dari tas ranselnya. Ia memperlihatkan dengan tenang. Map itu berisi bundelan uang dengan nilai yang besar. Helena menggertakkan gigi, berbisik nyaris tak terdengar ke Freddy, "Ya... ternyata benar, sesuai dugaan, ternyata ini jauh lebih besar dari yang kita duga. Mereka ternyata sindikat besar," Youngky menatap mereka berdua sambil berbisik pelan. "Kita hanya berempat, dan kita tak tahu berapa orang jumlah sindikat-sindikat. Tapi aku melihat kamu begitu yakin Lena?" Helena tersenyum kecil, "wajar kalian ragu... kalian baru kali ini bergabung dengan kami.... tapi kalian harus percaya padaku. Sudah hampir dua tahun aku bersamanya - dan selama itu kami tak pernah gagal dalam membongkar kasus." "Ya... kami mendengarnya, tapi kali ini misi yang kita kerjakan sangat berbahaya," sela Freddy tegang. Helena menatap tajam mitranya satu persatu dan menjawab tenang, "kalian harus percaya satu hal, Inspektur Jaka tak mungkin salah memilih kalian dalam misi ini." Suasana Hening, namun ketegangan masih tampak. Bagas berdiri tenang saat kedua pria itu mendekat, wajah mereka dingin tanpa ekspresi. "Maaf Bagas, jangan tersinggung. Semua yang kami lakukan sesuai prosedur," ucap Franky sambil melirik dan memberi kode ke arah salah satu pengawal. Si pengawal mendekat dan memeriksa seluruh tubuh Bagas dari kepala hingga kaki. Ponsel Bagas disita, dompet serta kartu identitasnya diambil, bahkan jam tangan juga ikut ditanggalkan. Setelah yakin tidak ada yang mencurigakan, seorang pria yang lain mengeluarkan kain hitam. "Untuk keamanan kita bersama." Kain itu langsung menutupi mata Bagas, membuat pandangannya gelap gulita. ia hanya bisa mendengar deburan ombak yang perlahan menjauh saat tubuhnya digiring masuk kedalam mobil. "Kau tidak perlu khawatir Bagas, semua benda milikmu akan dikembalikan selesai transaksi," ucap Franky saat mereka sudah berada dalam mobil. Bagas hanya tersenyum kecil sambil mengangguk pelan, "oke... gimana baiknya menurut kalian." Pintu mobil tertutup rapat. Suara mesin halus menyusuri jalan yang berpasir, meninggalkan pantai Bunaken yang tadi begitu damai. Dari kejauhan, Helena, Freddy, dan Youngky saling bertatapan. Freddy mengambil kunci mobil sewaan mereka dengan cepat. Mereka bertiga langsung bergerak cepat, Helena langsung duduk dibaris kedua mobil, berbisik lirih. "Kita harus cepat, jangan sampai kehilangan jejak," ujarnya dengan nada tegas. Freddy di kursi pengemudi langsung menginjak pedal gas, sementara Youngky duduk disampingnya sambil memantau ke arah mobil hitam yang kini meluncur menjauh. Helena mengeluarkan kamera kecil, memutar nomor plat mobil meskipun samar tertutup lumpur. "Setidaknya kita punya data. Tapi hati-hati, mereka bisa saja curiga kalau kita mengikuti," bisiknya. Mobil hitam itu tidak langsung menuju ke jalan raya utama. Justru berbelok melewati jalur kecil berliku, jalan yang sepi dan dipenuhi pepohonan lebat. Skenario jelas: sindikat ini sangat berhati-hati, mereka ingin memastikan tidak ada yang membuntuti. Freddy merapatkan gigi, mencoba menjaga jarak aman. "Mereka sengaja cari jalan tikus. Kalau terlalu dekat, kita bisa ketahuan, kalau terlalu jauh, kita akan kehilangan mereka." "Kami percaya padamu Fred.... kau pasti pengendara terbaik," ujar Youngky memberi semangat. Helena menatap lurus ke depan dan sesekali melirik ke samping kiri dan kanan. Jantungnya berdegup cepat. Dalam hatinya ia tahu pasti: Misi kali ini jauh lebih berbahaya dan seru dari misi-misi sebelumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN