Maut yang Menjemput

1006 Kata
Lampu-lampu neon sebuah club malam bernama Prince berpendar liar, memantul di meja-meja kaca dan botol-botol minuman yang berjajar rapi. Lantunan musik berdentum keras, membuat siapa pun tak akan pernah tahu bahwa malam itu, bukan hanya tawa yang biasa, tapi sebuah peristiwa yang berakhir dengan darah akan terjadi. Di sudut ruang VIP, Escobar Ruiz tampak sedang duduk santai, mengenakan setelan premium dan ditemani dua wanita muda cantik menggoda di sebelahnya. Di atas meja beberapa botol brand mahal berjejer rapi, segelas whiskey di tangan, dan senyum kepalsuan menghias wajahnya. Jam sudah menunjukkan pukul 21.01 WIB. Andy masuk ke dalam club malam dengan langkah mantap. Matanya dingin, tatapannya membelah kerumunan. Dia menuju ke tempat Escobar berada. "Andy! Duduklah," kita berpesta dulu malam ini," sapa Escobar ramah, seperti biasanya, seolah tak ada masalah apa pun antara mereka berdua. Andy menatapnya sesaat. Escobar membalas kembali dengan ramah. "Ayo, Andy, kita akan bicara soal--" Tak ada waktu basa-basi atau sekedar menyelesaikan kalimat. Andy meraih SINGLE MALT berharga ribuan dolar dari meja, dan dalam satu gerakan cepat: BRAK!! Botol itu pecah menghantam kepala Escobar. Darah bercampur cairan alkohol mengucur, membuat Escobar terhuyung. Ia bahkan belum sempat berdiri ketika Andy--dengan tatapan mata seperti singa yang memburu mangsanya, menggenggam leher baju Escobar, menariknya mendekat. "Aku bukan datang untuk minum dan tertawa. Tapi aku kesini untuk mengirimmu ke neraka," suaranya serak namun penuh dendam dan kemarahan. Tanpa rasa ragu. Ia mengangkat pecahan botol yang masih dalam genggamannya, lalu gerigi tajamnya menusuk--CRESSS!! Menembus dalam ke jantung Escobar. SATU KALI--DUA KALI sampai TIGA KALI, darah kental membanjiri sofa kulit dan lantai marmar ruang VIP room itu. Jeritan samar terdengar. Namun dentuman keras suara musik menelan semuanya. Escobar terkulai, matanya terbelalak, seolah terkejut menyaksikan kengerian yang di alaminya sendiri malam itu. Nafasnya tersengal-sengal sebelum akhirnya berhenti selamanya. Bau alkohol bercampur amis darah memenuhi udara. Andy berdiri, dadanya naik turun, memandang tubuh tak bernyawa itu tanpa sedikitpun rasa penyesalan. Di sekelilingnya, beberapa orang mulai menyadari apa yang terjadi. Ada yang menjerit, ada yang mundur dengan wajah pucat. Bagi Andy, malam itu bukan hanya pembalasan dendam. Malam itu adalah malam keadilan... yang harus dibayar dengan darah. Cahaya lampu strob yang berkedip-kedip di langit-langit membuat pemandangan itu terasa seperti mimpi buruk yang terpotong-potong. Darah di sofa VIP mengkilap setiap kali sinar cahaya neon mengenainya, membentuk kilauan merah yang anehnya terlihat indah - namun menebar aroma mengerikan. Andy masih berdiri tegak, napasnya tampak tenang, namun jemarinya bergetar menggenggam pecahan botol yang kini sudah tumpul basah oleh merahnya darah. musik DJ dengan irama disco yang terus berdentum terasa seperti nada detak nadinya sendiri, menghantam jantung dari dalam. Beberapa pengunjung berteriak, sebagian terpaku, seolah tak percaya dengan apa yang terjadi dalam suasana gemerlap malam itu. Apakah semua itu nyata atau hanya bagian atraksi malam yang mencekam. Seorang pelayan wanita menjatuhkan nampan koktail, kaca-kaca pecah berhamburan di lantai. Dua pengawal klub malam yang berdiri tak jauh dari pintu VIP segera bergerak cepat. Salah satunya berusaha meraih Andy dari belakang, tapi dengan refleks seorang petarung hebat, Andy memutar badan, menghantamkan sikunya tepat ke rahang pengawal itu hingga tersungkur dan ambruk. Pengawal kedua maju, namun Andy langsung menendang meja ke arahnya, membuat pria itu kehilangan keseimbangan dan terjerembab ke lantai. Kepala Escobar terkulai di sandaran sofa, matanya masih terbuka lebar namun kosong. Alkohol mahal terlihat menetes di rambut ikalnya, bercampur darah yang terus meresap turun mewarnai jas mewahnya. Bagi Andy, pemandangan itu adalah jawaban dari semua luka yang pernah ia tanggung sejak kepergian Melly. Sirene samar terdengar dari kejauhan, menandakan seseorang sudah menghubungi polisi. Andy meletakkan pecahan botol itu di atas meja, seolah mengembalikan benda yang telah menjalankan misi terakhirnya. Tanpa terburu-buru, ia melangkah melewati kerumunan yang membuka jalan, sebagian orang melihat dengan rasa takut, dan sebagian karena terpaku pada sosok pria yang baru saja mengakhiri nyawa seseorang di depan mata mereka. Saat keluar dari pintu club malam, udara malam dingin menyambutnya. Andy menarik napas panjang, merasakan beban di dadanya sedikit berkurang, meski ia sadar bahwa perburuan berikutnya akan dimulai. Dengan langkah cepat, Andy menaiki motor sportnya. Lampu-lampu neon kota berpendar di kaca helem Andy--ketika ia menyalakan motor sport hitamnya. Raungan mesin menggema memecah malam. Di arah belakang, suara sirene polisi meraung semakin dekat. Mereka mengetahui bahwa pembunuhan brutal telah terjadi di club malam, dan Andy adalah sang pelaku utama. Dengan kecepatan penuh, ia melesat membelah jalan raya, memotong setiap kendaraan yang menghalangi. Angin malam menampar wajahnya, tetapi pikirannya fokus hanya pada satu hal: lolos atau mati. Rasa sakit kehilangan Melly dan darah Escobar di tangannya membuat adrenalin mengalir lebih deras dari sebelumnya. Polisi semakin agresif, beberapa mobil mencoba memblokir jalan. Andy memelintir gas hingga jarum spidometer menembus batas, motor meliuk tajam nyaris bersentuhan dengan aspal. Dentuman peluru mendesing, memantul di bodi motor. Jalanan mulai menurun menuju arah pelabuhan, dan di sanalah ia melihat kesempatan terakhirnya. Sebuah dermaga di ujung jalur terlihat samar, diapit laut yang berkilau di terpa cahaya bulan. Andy menurunkan gigi, kecepatan semakin gila. Polisi menjerit lewat pengeras suara memintanya untuk menyerah. Tapi ia hanya tersenyum dari balik Helem, senyum getir yang menyimpan kemarahan dan kebebasan. Roda depan motor menginjak papan dermaga yang rapuh, suara kayu berderak keras. Lalu, tanpa rasa ragu, ia memacu motor hingga ujung dermaga dan melompat. Dalam sepersekian detik, tubuh Andy dan motornya melayang ke udara, seperti peluru yang melesat cepat. Angin malam menusuk, suara sirene memudar dari arah belakang. Cahaya lampu jalan berubah menjadi gelap pekat - ketika Andy dengan motornya menghantam air laut dengan hentakan keras. Ombak menelan semuanya, hanya meninggalkan riak yang cepat menghilang dalam kegelapan samudra yang membentang luas. Polisi yang tiba di dermaga hanya bisa menatap ke laut yang sunyi. Tak ada jejak Andy. Tak ada motor. Hanya samudra yang kini menyimpan rahasia tentang ke mana sang pembalas dendam itu menghilang. LAUT ADALAH RAHASIA YANG TAK PERNAH SEPENUHNYA TERUNGKAP. MENYIMPAN BERIBU KISAH SUKA ATAUPUN DUKA. OMBAKNYA SELALU BERBISIK TENTANG JIWA-JIWA YANG HILANG. ANGINNYA MEMBAWA PESAN YANG TAK PERNAH SAMPAI KEPERMUKAAN. DI BIRUNYA SAMUDRA, ADA BERIBU JANJI YANG TELAH TERKUBUR, DAN DI SETIAP DEBUR OMBAK YANG MENGHEMPAS KARANG, TERDENGAR PANGGILAN UNTUK MEREKA KEMBALI ATAU PERGI TANPA KEMBALI.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN