Aku yang sudah mulai masuk dalam mimpiku tersentak kaget. Aku mendengar suara pria itu, Papaku ia meneriakkan nama Mama kencang.
Aku segera turun dari ranjang, melangkahkan kaki ku untuk menemui Mama. Aku sangat khawatir pada Mama, aku takut Papa akan melukai Mama.
Criettt!!
Suara pintu kamar tamu yang ku buka. Aku melihat sekeliling masih gelap. Aku berjalan ke arah kamar Mama.
Langkah kaki ku terhenti, aku melihat sekilas pintu depan kamar Mama, kamar pasangan selingkuh, Perempuan itu dan pria itu.
Aku menghela nafas kasar, segera ku buka kamar Mama.
"Ma..?"
Mama menoleh ke arahku, matanya terlihat khawatir menatapku.
Aku melangkah ke samping ranjang, berjongkok dan menggenggam erat telapak tangan Mama.
"Papa lukain Mama?"
Mama hanya menggeleng.
"Kenapa Papa teriak nama Mama?"
"Mama juga nggak tau. Papa kamu masih di kamar."
Alisku bertaut.
"Mama mendengar hal lain selain Papa teriak nama Mama?" jujur saat ini aku sangat khawatir. Tidak biasanya Papa sampai teriak seperti itu.
Bukannya menjawab, tubuh Mama malah menjadi tegang. Aku tidak tau kenapa.
"Ma.." panggilku pelan.
"emm.. i-itu.. kalo Mama nggak salah dengar. Mungkin Papa kamu baru saja memenuhi kebutuhan batin Rena. Karena ibu hamil mudah menginginkan hal seperti itu."
Aku hanya menghela nafas berat. Mendengar kata kata yang Mama ucapkan.
"Kita akan segera pindah dari sini Ma." kataku pada Mama. Aku tak ingin Mama tersiksa batin yang terus mendengar suara desahan suami dan menantunya itu.
Mama pasti juga ingin nafkahi secara batin juga. Sejak beliau tidak dapat menggerakkan kakinya lagi. Mungkin Papa juga tudak pernah menyantuhnya.
Aku segera berdiri dan mengecup dahinya pelan. Dan mengayunkan langkah ku keluar kamar.
****
Setelah menutup pelan pintu kamar Mama, aku berbalik ingin melangkahkan kakiku ke kamar tamu. Namun langkah ku terurungkan karena aku melihat pria itu, Papaku yang kanarnya terbuka lebar. Papa tertidur miring menghadap pintu dengan keadaan yang masih bugil.
Aku tak melihat perempuan itu. Masa bodo! Aku ngantuk saat ini yang ku butuhkan adalah tidur.
Sesampainya di kamar, keadaannya masih gelap sama seperti saat aku akan keluar tadi. Ku hidupkan saklarku, aku ingin menggamti kaos ku dengan kaos yang agak panjang karena suara petir mulai terdengar. Pasti sebentar lagi akan segera turun hujan.
Tak!
Aku terkejut bukan main melihat perempuan itu berbaring miring mengahapku dengan tangan kiri menyangga kepala nya.
Ia tersenyum menggoda kearah ku, saat ini ia memakai gaun tidur satin yang ku belikan beberapa bulan yang lalu saat aku ada tugas di Bandung. Gaun dengan belahan d**a rendah sehingga aku saat ini bisa melihat p******a yang mendesak ingin keluar.
Dulu aku sangat suka bila ia memakai gaun itu, gaun yang membangkitkan gairah binalku. Membuat otot otot ku menegang.
Tapi sekarang? Aku hanya tersenyum miring. Tubuhku bahkan tidak bereaksi sama sekali.
Rena dengan gaya menggoda meliuk liukkan tubuhnya di atas ranjang, perlahan tangannya meraih ujung gaun dan perlahan mengangkatnya ke atas. Terlihat pahanya yang putih terekspos.
Kuakui memang dia sangat seksi malam ini, dengan gaun satin mini dan perut membuncit membuat gaun itu sangat ketat melekat pada tubuhnya.
Aku terus melihat apa yang akan ia lakukan selanjutnya, ku dudukan tubuhku di sofa disudut kamar tamu ini. Dengan tangan yang menopang pada pinggiran sofa. Rena mulai bangkit berjalan pelan dengan meliukkan bongkahan b****g yang terbungkus gaun malam itu. Ia menghampiriku.
Rambutnya kumal aku tau ia tidak sampai klimaks ketika bermain dengan Papa, kalau sampai klimaks ia tidak akan datang kemari.
Rena sudah ada dihapannku saat ini putingnya tercetak di gaun itu. Kutebak ia saat ini tidak menggunakan bra. Tanngannya mulai meraih wajahku, tapi segera kutepis tangannya itu. Dia sudah seprti jalang di luaran sana. Atau mungkin sudah termasuk? Kurasa iya.
Rena tak menyerah ia menuruhkan tali spageti gaunnya. Mengikap pelan hingga terekspos belahan d**a yang dulu selalu membuat ku ketagihan. Aku ingat dulu setiap malam aku selalu menyusu pada d**a itu. Memainkan, meremas, dan menggoda p****g kecoklatan itu.
Rena masih menggodaku menurunkan CD nya dengan gerakan gemulai. Dan mengarahkan CD itu pada muka ku. Tapi tak lama, setelah itu ia langsung menjatuhkannya di samping sofa.
Aku terbelalak saat jari tengan Rena menuju daerah intim miliknya. Apa yang dia pikirkan? Apa dia tidak waras? Mungkin ia bingung seperti apa lagi dia harus menggodaku.
"Ahhh.. shhh.. yaasss.." Rena mendesah merem melek di hadapanku. Apa yang sebenarnya ia lakukan? Apa dia memasukkan jarinya sendiri pada lubang v****a miliknya?
Rena tiba tiba menurunkan gaun ketatnya itu. Agak sulit ketika sampai perutnya. Aku dulu memang membelikannya gaun malam press body. Sekarang saja perutnya yang masih sedikit datar itu tidak muat untuk menurunkan gaun. Aku hanya dia menatapnya.
Kena! Gaun itu akhirnya terlepas dari tubuh Rena. Aku melihat hutan j****t hitam. Buah d**a membusung. p****g tegang. Dan perut membuncit.
"Sentuh aku Mas..." desahnya pada ku.
Aku tidak menggubris kata-katanya aku hanya ingin melihat sampai dimana ia akan bertindak.
Tangan Rena perlahan menuju lubang v****a itu. Jari telunjuk dan tengah perlahan dimasukkan dalam lubang v****a itu. Sementara tangannya yang lain, ia gunakan untuk memainkkan k******s nya sendiri.
Aku sangat heran dengan tingkahnya. Apa harus sampai seperti ini?
"Ahhh.. ahhhh.. yaass.. yaasss.. shhh.. ahhh.. ohhh.. sayang... sentuh aku.."
"ohhhh... ohhh.. enakkkk... ahhhh.. ohhh... enakkkkk.... ahhh..."
Aku menghela nafas, jujur kejantananku saat ini sudah tegang dan mengeras. Aku juga laki laki normal, tidak akan tahan dengan apa yang ada dihadapan ku ini. Tapi aku menahan sekuat yang aku bisa untuk tidak menyentuh Rena.
Rena terus merancau keenakan. Tubuhnya tiba tiba ambruk. Bukan pingsan tapi tidak kuat dengan tangannya sendiri. Mungkin kocokan itu sangat nikmat sehingga kakinya menjadi lemas.
Ia mengginjal sendiri di lantai, dengan terus mendesah dan melenguh keenakan. Tak lama ia sampai karena kulihat cairan itu keluar di lantai. Cairan putih kental hasil pelepasan istri penghiatanku ini.
Jika ia tidak mengkhianati aku, aku akan dengan senang hati melayani kebutuhan batinnya. Dan akan sangat menyayangi anak yang ada dikandungan Rena.
Namun itu sudah takdir, mungkin seperti ini takdirku. Dihianati Papa dan Istriku sendiri.
****