the first feeling

2181 Kata
karena kondisi fisik dan psikologi yang tidak memungkinkan akhirnya zero cuti dari sekolah. layaknya seorang bocah umur 4tahun, ada guru les privat yang datang kerumahnya.... dan dialah.... ren yamashita... si ketua osis... "Yaa! zero! kemari... waktunya belajar!" perintah ren. "nggak mau.." jawab zero ketus dan bermain dengan leo. "(pusing sendiri dengan tingkah laku zero)" akhirnya dia sendiri yang menghampiri zero kemudian mengajarinya, tapi 99,9% diabaikan zero yang asyik 100% main sama leo... 2 hari sebelumnya.... sebelum keluar dari RS, dokter PJ memanggil tante nirina dan pak fatir keruanganya. "begini bapak dan ibu... dikarenakan kondisi pasien telah membaik, dia diperbolehkan pulang, akan tetapi, dengan penyakit DID yang ia derita, saya sudah mengoper ke dokter psikiatri, nama beliau dr. Ardha, beliau yang akan bertanggung jawab untuk penyakit DIDnya." kata dokter. "lalu dok, kapan zero bisa kembali, seperti sediakala... seperti zero yang kami tau?" tanya tante nirina. "kami juga tidak mengetahuinya bu, bisa saja sehari, seminggu, sebulan, ataukah lebih parahnya ia akan seperti ini, tidak mau kembali ke kepribadian inti atau aslinya.." jelas dokter. "...." "saya sarankan, lebih baik bapak dan ibu hubungi langsung dr. ardha..." lanjut dokter.. "... terimakasih dok... kami permisi dulu.. terimakasih." ujar pak fatir lalu membawa istrinya kembali ke ruang perawatan zero. di sana, zero sudah mengemasi barang-barangnya. "zero, sudah nggak ada yang tertinggal kan?" tanya mama menghampiri zero. "...mmmm... nggak ada" jawab zero. kemudian mengambil barangnya, membawanya ke mobil, tapi sebelum diangkat, ren dan mikha mengambilnya. "tante, paman, biar kami yang bawa, tante dan paman sama zero aja.." kata ren kemudian membawa barang-barang ke mobil. "rui juga,.. ada yang bisa rui bantu? " "nggak usah.. jawab papa. kemudian bersama mama, memeluk zero,. rui bingung, namun akhirnya nimbrung berpelukan juga. sesampainya dirumah, layaknya anak kecil, zero bermain dengan kasur. ren yang tipe nggak suka berisik., menegur zero. "zero, bisakah kau tenang?" "kenapa? ini kamarku,, terserah aku lah mau ngapain" jawab zero kemudian pandangannya teralihkan ke leo yang berbaring di lantai. "kau kenapa zeus?" tanya zero menghampiri leo.. "...." "capek ya... " kata zero kemudian menggendong leo, memindahkan ke ranjang. "bobok di sini ya...". lanjutnya, ren bengong melihatnya. "zero, aku boleh nanya sesuatu nggak?" tanya ren kemudian. "tanya apa?" jawab zero sambil menemani leo tiduran. "... apa benar kau diadopsi pak fatir dan tante nirina?" "mmmm..... 'ntahlah, aku nggak tau, hal yang kuingat saat kelahiran rui...", jawabnya. "memangnya kenapa?" balik nanya. "nggak papa... aku rasa kau selama ini hidup tenang damai dan bahagia..." "lalu bagaimana denganmu? apa kau tidak bahagia?" "...." kaget dengan pertanyaan yang tiba-tiba zero lontarkan. "... setidaknya, untuk beberapa waktu terakhir ini, cukup menyenangkan..." jawab ren sambil sepintas memperlihatkan senyumnya. "zero.. kemari.." panggil mama. "ya ma.." jawab zero kemudian turun ke lantai bawah disusul ren di belakangnya. "zero, mama sudah booking psikiater, jadi, ayo mama antar kamu periksa." "rumah sakit lagi... nggak mau ah." jawab zero. "zero, mama tuh sayang sama zero, dan zero kan belum sembuh benar, jadi zero harus berobat dulu." "tapi lihat, luka di badan zero sudah mulai hilang, zero juga nggak merasa sakit di bagian tubuh zero... zero nggak mau." jawabnya kemudian kembali kekamarnya. ".... dia seperti kembali ke masa kanak-kanaknya... " ujar mama. "tante, kalau zero nggak mau ke rumah sakit, bisakah dokternya yang berkunjung ke rumah?" "oia, benar juga, ada alternatif itu... " ujar mama kemudian mengambil hpnya," "tolong, temani zero dulu ya... makasih ren.. ya halo..." lanjut mama menelpon sambil menepuk pundak ren. "masama tante..". jawab ren kembali ke kamar zero. di kamar zero sedang asyik dengan leo yang 'bobok' dengan nyenyak di ranjangnya. "zero., bisakah kau bersikap dewasa sedikit? apa nggak kasihan tante., mondar-mandir ngurusin kamu, kamunya malah kek gitu.," "itu bukan urusanmu." jawab zero lalu menarik selimutnya, pura-pura tidur. "hei, aku belum selesai ngomong..." ujar ren kesal, menarik selimutnya. yang berakhir dengan adu mulut dan saling tarik menarik selimut zero. ketika zero menarik selimut dengan keras, ren oleng, dan jatuh diatas zero, dan bisa ditebak,.. untuk beberapa menit mereka saling tatap, sebelum akhirnya mereka sadar, zero memalingkan muka, sedangkan ren mengangkat wajahnya dan terduduk. " ma.. makanya.. dengerin orang kalo ngomong." kata ren mengalihkan pembicaraan. "kau duluan yang salah, jangan ikut campur urusan orang..." " kau ini ya... benar-benar...." "apa?, mau bilang apa? lagipula aku nggak kenal kamu. apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?" "aku ingin kau membayar hutangmu" "hutang? aku nggak ngrasa pernah hutang apapun ke kamu. sudahlah... pergi dari kamarku... sana... hush.." usir zero. "kau punya hutang denganku. dan kupastikan kau harus membayarnya." kata ren, kembali menatap tajam ke zero. "huh.. pergi sana..." kata zero sambil mendorong ren, tetapi tangannya ditangkap dan ditarik. "aku pasti akan membuatmu membayarnya." kata ren yang mulai kesal dengan sikap zero. dan anehnya bukan melepaskan tangannya, zero malah mendekatkan wajahnya dan..... zero membenturkan jidatnya ke jidat ren, karena itu sakit, ren melepaskan genggaman tangannya, mengusap jidatnya. "kau!!" "itu salahmu sendiri, suruh siapa dekat-dekat!" kata zero sambil melet 'me rong',. kemudian menutup selimutnya. "awas lu, liat aja nanti..." ancam ren sebelum pergi. ketika membuka pintu kamar, ternyata di depannya sudah ada seseorang., dialah tante nirina dan dr. ardha. "lho, ren, sudah mau pulang?" tanya tante nirina. "iya tante.. saya pamit pulang dulu." sebelum pergi, tangan ren ditarik dr. ardha. "maaf, bisakah kami bicara sebentar?" tanya dr. ardha pada tante nirina. "lhoh, kalian saling kenal?" tanya tante nirina. "ya,. saya kakak ren" "omo omo omo... tak disangka ya... " "maaf, tante saya pulang dulu." ujar ren mengelak, tapi tetap tertahan oleh dr. ardha, yang kemudian menjauh dari tempat itu. "lepasin... " kata ren setelah mereka menjauh. "ren, kenapa kau tidak menemui kakak lagi?" tanya dr. ardha. "itu bukan urusan kakak.." "ren, dulu kau nggak seperti ini, kenapa sekarang kau menjauhi kakak?" "kak, bukankah kakak kesini karna kerjaan, sana urusi pekerjaan kakak. permisi" kata ren kemudian pergi. toh memang ada benarnya, dr. ardha ke rumah itu karena kerjaan, dia harus professional. dengan raut muka sedih, akhirnya ia kembali ke pekerjaannya. "apa kalian sudah selesai bicara?" tanya tante nirina sesampainya di kamar zero. "ah ya... maaf, apa mereka berteman?" tanya dr. ardha sambil menyiapkan barang-barangnya. "hm... entahlah.. saya rasa mereka berteman... kemarin nih, pas zero dirumah sakit, dan koma beberapa bulan, ren cukup rajin menjenguknya... bahkan sampai sekarang... dia juga menawarkan diri buat ngajarin zero belajar..."jawab tante nirina panjang lebar... "oh, begitu... maaf bu, sepertinya zero sedang tidur..." kata dr. ardha mengalihkan pembicaraan, maklum, kalo bicara gosip sama emak-emak, gak bakal selesai... "zero, dr. ardha disini... bangun nak.." kata mama membangunkan zero. "mmhhh.. aku nggak mau..." jawabnya dari balik selimut. "ayolah bangun... ini juga demi zero, biar cepat sembuh.." "zero bilang nggak sakit.. zero baik-baik saja.." "maaf, apa ada yang di sukai zero?" bisik dr. ardha di telinga mama. "ya, dia sangat menyayangi anjingnya.. " jawab mama. mengerti dengan maksud dr. ardha, mama pun menjauh, membiarkan mereka berinteraksi, mama hanya mengawasi dari kejauhan. di lain pihak, dr. ardha yang sudah siap dengan 'pulpen perekamnya' mulai mewawancarai zero. "zero, nanti setelah kita selesai bicara, zero akan dr. ajak ke taman bermain.. mau? dan tentu saja, si anjing boleh ikut." "benarkah?" jawab zero bangun, tertarik. "tapi sepertinya zeus kelelahan... ah, dia bukan anjing, namanya zeus" lanjut zero. "okey okey, zeus ya... zero tidak harus pergi sekarang, zero bisa pergi lain kali.. ini janji dr." balas dr. ardha sambil menunjukkan jari kelingkingnya. "tapi kita baru kenal, kenapa sok dekat gitu?" "walaupun baru kenal, tapi kita akan sering bertemu..." "kenapa?" "kau berteman dengan ren kan? dia adikku... oh ya, dan karena kalian berteman, aku memperbolehkanmu memanggilku 'hyung'" "kata siapa aku berteman dengannya?" "lho, bukannya kalian dekat?" "tidak dekat!" "apa ada masalah? zero bisa cerita ke hyung, nanti biar hyung marahi ren kalau dia memang salah." "....(terdiam sejenak). aku benci ren!" "kenapa?" "dia bilang, aku berhutang padanya, tapi zero nggak ingat pernah hutang dengannya. dan juga.... juga.... dia bilang zero yang sebelumnya yang berhutang.." "maksud zero yang sebelumnya?" "entah, zee atau zerobi yang berhutang..." "mmmm.... kalau boleh tau, siapa mereka?" "ntahlah, kami selalu bersama.." "apa kalian sering berbicara?" ".... mmm... kecuali zee... " "apa zero tau sifat mereka?" "zerobi keren. dia selalu menolong zero kalau dalam masalah., mungkin begitu juga dengan zee." "kapan terakhir kali kalian berbicara?" "mmmm... ntahlah... mungkin beberapa minggu yang lalu., zerobi memintaku keluar.. aku juga nggak tau kenapa..." "bagaimana dengan zee?" "....." "kenapa? apa dia murung?" "...dia nggak mau bicara" "bagaimana cara kalian berbicara?" "... mungkin saat tidur, atau ketika saat kami keluar, kami sepakat untuk menulis pesan kalau perlu." "lalu, bisakah kau memanggil zerobi atau zee?" "sepertinya mereka lagi nggak mau bicara.. ah.. bodo... aku capek, mau tidur..." ".... ya sudah, kita bicara lagi besok..." "....." setelah selesai bicara dengan zero, dr. ardha menemui tante nirina. "bagaimana dok?" tanya tante nirina. dokter arda duduk sambil meletakkan pulpen rekamannya. "menurut hasil wawancara saya, sepintas dia mirip anak-anak, dia bicara dengan sesuka hatinya, mudah baginya teralihkan, tapi disisi lain, dia memiliki kecenderungan berpikir dewasa,. cara dia menjawab, kadang seperti orang dewasa yang fasih berbicara." ujar dr. ardha menjelaskan. "lalu bagaimana dengan kepribadian yang laiannya?" "sebelum itu, saya ingin bertanya, apa yang membuatnya stres/trauma sehingga kepribadiannya berubah drastis?" "kematian anjingnya, zeus. anjing yang sekarang bersamanya adalah anak zeus, namanya leo, tapi semenjak dia sadar, dia hanya berpaku pada leo saja." "bagaimana anjing itu mati dan kenapa si anjing zeus ini sangat spesial baginya?". "tentang kematiannya, saya tidak tau pastinya, saya dengar dari dokter indra (nama dokter sebelumnya yang menjadi PJ Zero, ~maaf, di episode sebelumnya nama dokter tidak aku sebutkan~), zeus tertusuk pisau, walau tidak mengenai organ vitalnya, tapi dia pendarahan serius, ditambah umur zeus yang sebenarnya sudah tua... sedangkan kalau 'sespesial itu',.... ceritanya cukup panjang..." jawab tante nirina. kemudian ia menceritakan detil awal mula mereka bertemu dan kenyataan bahwa zero merupakan anak adopsinya. sebelum akhirnya lahir rui, putri kandungnya. "...." "begitu dok, ceritanya..." "ini hanya instuisi saya.., zero sudah memiliki kepribadian itu sejak ia bayi, apalagi dia sempat tumbuh bersama binatang yang notabene hanya mengikuti insting, membuatnya tidak tau cara berfikir dan hanya mengkopi paste apa yang pengasuhnya lakukan." "lalu apakah bisa sembuh... ah,. maksudnya.. bisakah ia kembali normal ke sedia kala?" "menurut saya, itu susah susah gampang, kepribadiannya adalah dirinya sendiri,.. mungkin bisa dilebur menjadi satu kepribadian, namun itu butuh waktu." "lalu, apa yang harus kami lakukan?" "sebaiknya ibu, dan suami bersikap seperti biasa, karena kepribadian zero saat ini adalah anak kecil, bersikaplah seperti yang ibu lakukan dengan anak kecil., sementara jangan bahas kematian zeus, bisa di bilang, kedua kepribadian ini melindungi hal itu dari zero.," kata dr. ardha. "baik dok... sebelumnya maaf dok, bisakah pengobatan zero dilakukan dirumah seperti ini?" "menurut saya, itu tak masalah, malahan bagi pasien yang seperti zero, lingkungan asing membuatnya lebih stres dibanding lingkungan kesehariannya..." "berarti dokter tidak masalah kalau perawatan di lakukan dirumah kan?" "iya bu, saya tidak mempermasalahkan, nanti saya bikinkan jadwal kunjungannya." "dan juga, dokter bisa panggil saya tante... dokter kan kakaknya ren, biar tidak terasa asing, apalagi nantinya dokter bakal bolak balik kerumah ini..." "ah, baik bu... ah maksudnya tante" "oia, tante, karna sesi hari ini sudah cukup, jadi saya mau permisi dulu." lanjut dokter ardha kemudian pamit pulang. di sekolah, di waktu yang sama... mikha berkeliling sekolah mencari akira, ia bertemu seojin yang mengajaknya kencan, tetapi mikha menolak dengan alasan ada sesuatu hal penting yang harus ia selesaikan. merasa tidak mau kalah, seojin kembali merayu mengajak kencan, dan sekali lagi mikha menolaknya, dan berakhir dengan sebuah pertengkaran. mikha pun meninggalkan seojin yang masih kesal dengannya. tak berapa lama, ia melihat akira yang masuk ke toilet. dan ketika akira keluar dari toilet... "kenapa kau nggak menemui zero?" tanya mikha ke akira di depan toilet. "....(tak menjawab apapun, melenggang pergi)" "... apa kau tau keadaannya sekarang?" ujar mikha menghentikan langkah akira. "aku tau kau beberapa kali menjenguknya di rumah sakit, tapi kau hanya memandangnya dari jauh, apa ada yang kau sembunyikan?" lanjutnya. "....(kembali berjalan menjauh)" "dia sekarang sudah dirumah, namun dia... bukan lagi zero yang kita kenal..." "... apa maksudmu?" terhenti dan berbalik. "(mendekati akira), jika kau ingin tau, katakan, apa yang kau rahasiakan... aku tau, saat zero dirawat, aku melihatmu disana,.. kau seperti takut akan sesuatu hal,.. kau selalu menyembunyikan wajahmu...." "CUKUP! aku bilang cukup! itu bukan urusanmu!" "semakin kau berusaha keras menutupinya, semakin ingin aku kupas satu demi satu... sepertinya itu akan menyenangkan.." "... kenapa kau bersikap seperti ini, bahkan kau bukan teman zero..." "memang aku bukan temannya, dan aku juga tidak menyukainya, namun setidaknya, kita cukup dekat, dan walaupun sebenarnya aku membencinya, mama nugasin aku buat ngawasin zero... yaahhh... give and take..." "..." "... breaking news-nya cukup sampai disini,.. jika kau ingin aku bantu, cukup ceritakan padaku, akan kuselesaikan masalahmu..." lanjut mikha merangkul akira sebentar, kemudian pergi meninggalkannya. akira masih terdiam di tempat ia berdiri., rasa bersalah semakin menggerogotinya, apalagi mendengar ia bukan zero yang dulu ia kenal membuatnya semakin galau. "apa maksudnya itu..?" bisiknya. sementara itu, mikha, setelah (merasa) jauh dari akira, dia sembunyi di balik tembok, seperti habis berperang, ia menghela nafas dengan berat sambil memegang dadanya. "apa aku terlalu keras ya? dia terlihat sedih gitu... ah... tidak tidak.. jangan lemah mikha, ini harus kulakukan.. maaf akira... bukannya aku ingin mengganggumu... aku harap kita bisa seperti dulu lagi... " pikirnya, kemudian meninggalkan tempat itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN