bc

Tertawan Cinta Raja Hutan

book_age18+
370
IKUTI
2.2K
BACA
contract marriage
HE
heir/heiress
blue collar
bxg
serious
scary
loser
city
like
intro-logo
Uraian

Malam itu bermula dari Lenora yang harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak diajak menikmati makan malam spesial bersama sang kekasih, melainkan dijual.

Lenora dijual kekasih sendiri dan berhasil kabur dari pria tua dengan cara masuk ke dalam hutan. Tidak menyangka kalau di dalam hutan, Lenora bertemu seseorang yang dianggapnya sebagai penyelamat. Namun, pertemuan mereka itulah yang menjadi awal mula dari beberapa masalah.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1 Menyelamatkan atau Menceburkan Diri
Bibirnya yang pucat, bukti bahwa ketakutan benar-benar menguasai seorang gadis yang kabur dari rumah pembelinya. “Tolong! Tolong!” teriaknya ketakutan dengan napas terengah-engah. Rambut panjangnya acak-acakan. Gaun selutut yang dari rumah terlihat cantik dan rapi, berubah menjadi sobek-sobek di beberapa bagian. Masih dengan posisi berlari, sepasang kaki yang sudah tidak pakai alas bergesekan dengan kasarnya jalanan kasar berpasir. “Oh, Tuhan ... aku mohon, tolong bantu aku,” lirihnya bergetar bersamaan dengan jantungnya yang tidak bisa tenang. Meskipun lelah, dia harus berhasil pergi, atau kesuciannya akan direnggut tanpa seizinnya. “Oh ... aku tidak mau disetubuhi ... aku bukan wanita penghibur!” Air matanya yang sudah turun sejak beberapa menit lalu mulai mengering, namun tidak dengan rasa takut yang makin mengembang. Sekarang yang dipikirkan ialah bagaimana caranya untuk pergi dari daerah sepi ini. Gadis yang masih ketakutan itu sesekali menoleh ke belakang, perjuangannya akan sia-sia kalau pria tua yang hampir memakainya mengirim orang untuk menyusul. Dirinya pasti akan ditangkap jika tidak bisa menjauh dari wilayah sepi ini. Mengatur napas sejenak, netranya mulai menjelajah sekitar. Lahan yang ditumbuhi pepohonan berjejer terlihat olehnya. “Hutan ... apa aku harus bersembunyi di sana dulu?” Diliriknya ratusan pepohonan menjulang di sebelah kiri, lalu menengok ke belakang lagi. “Tidak ada pilihan lain,” sambungnya lalu menggigit bibir bawah sebelum memantapkan mental untuk menginjak hamparan lahan yang didiami pohon besar nan jangkung. Kakinya membawa tubuh untuk makin masuk ke kumpulan pohon tinggi, dan suasana sunyi tanpa penerangan sama sekali mulai memenuhi pandangannya. Sumber cahaya satu-satunya hanya dari langit. Dengan tangan memeluk tubuh sendiri, gadis berumur dua puluh tahun itu makin masuk ke dalam hutan yang tak pernah ia injak sebelumnya. Baru kali ini gadis yang mulai merasakan hawa dingin melingkupi tubuhnya itu masuk ke dalam hutan. Kakinya yang perih tak dipikirkan, kehormatan dan nyawanyalah yang paling berharga. Begitu melihat ada batu besar, ia kembali berlari dan memilih untuk bersembunyi di sana sekaligus rehat. Dengan perasaan setengah takut oleh binatang buas atau makhluk tak bernyawa, ia menggosok-gosok lengannya. “Semoga tidak ada yang menemukanku di sini ...,” ucap gadis bertubuh ramping itu penuh harap. Kepalanya perlahan mendongak, dan tubuhnya mulai duduk di alas yang penuh dedaunan kering. Disandarkannya punggung itu pada batu besar dengan kaki lurus memanjang. “Mengapa nasibku begini, Tuhan? Kekasih yang kukira sangat mencintaiku ternyata tega menjualku,” sambungnya memeluk erat tubuh sendiri. Perlahan matanya dibuat terpejam, ia berusaha menenangkan jantungnya yang berdegup kencang saat kantuk mulai menyapa. “Aku tidak boleh tidur! Bagaimana kalau mereka bisa menemukanku? Tamat sudah riwayatmu, Nora!” Menyemangati sekaligus menyadarkan diri dengan menampar pelan pipi kanan dan kiri bergantian. Gadis itu kembali lanjut mengatakan, “Jangan tidur! Tetap sadar!” Kini perasaannya sedikit lebih tenang, walaupun rasa waspada masih ada. Akan tetapi, ia sudah tidak setakut di awal-awal memukul si lelaki tua dan memutuskan lari. Kembali memeluk tubuhnya sendiri, kakinya pun ditekuk. Kepalanya kembali mendongak ke atas langit yang diterangi cahaya rembulan. Baru saja bernapas lega, dari kejauhan ia mendengar suara beberapa orang. “Pasti dia berada tidak jauh dari sini. Ayo, kita berpencar!” seru salah seorang yang mampu masuk ke telinga gadis yang mendadak merasa takut berkali-kali lipat. “Siap! Aku ke sana!” “Baiklah, aku ke sana! Kalian jangan sampai melewatkan satu jengkal tanah pun, cari gadis seksi itu sampai dapat!” Membekap mulutnya sendiri, ia perlahan bangun dari duduk. Gadis itu memilih merangkak perlahan, karena ia takut jika berdiri dan lari bisa diketahui orang yang mencarinya. Jika dari suara tadi, dirinya menebak orang yang tengah berusaha mencarinya lebih dari dua orang, yakni tiga lelaki. Dengan rasa takut makin membesar, Lenora berusaha menjauh dari batu besar tempatnya istirahat. Hawa yang tadinya sudah menusuk kulit, kini sudah tak lagi dingin. Keringat dingin bahkan perlahan menguasai tubuh Lenora. Dirinya sangat takut tertangkap. Semoga alam masih baik padanya. Namun, baru beberapa kali lututnya bergerak menuntun badan, mulutnya tiba-tiba ditutup oleh seseorang dari belakang. Membuat tubuhnya kaku, dan melotot. Air mata pun sudah menggenang. “Jangan berteriak, dan jangan takut ...,” bisik seorang pria yang masih membekap mulutnya. Embusan napasnya menerpa telinga Lenora, pertanda bahwa orang ini sangat dekat walau tubuhnya tidak menempel. “Aku akan menolongmu, menurutlah ....” Lenora yang sangat gugup dan hampir menangis, seakan terbius akan kalimat terakhir dari pria itu. Membiarkan pria itu merengkuh pinggang lalu menggendongnya, Lenora menggantungkan dua tangannya ke leher kokoh. Detik itu juga Lenora berusaha menatap wajah lelaki yang kini tengah membopongnya. “Tidurlah jika mengantuk, aku berjanji tidak akan menyakitimu,” ucap pria itu yang terdengar sangat lirih, namun mampu menyihir Lenora. “Perjalanan kita masih panjang, kau bisa memejamkan matamu.” Lenora spontan menyembunyikan wajah ke d**a pria misterius tersebut. “Aku tidak tahu kau ini dewa penolong atau bukan, tapi kehormatanku benar-benar diincar sekarang ...,” bisik Lenora kala rasa kantuk berusaha menggoda dirinya agar terlelap dalam gendongan pria tak dikenal. Lenora yang kelelahan perlahan-lahan memejamkan matanya. Ia sudah tidak tahu lagi tubuhnya ini akan aman atau justru makin terancam. Jauh di dasar hati Lenora berharap, lelaki ini menjadi penolong untuknya yang hampir putus asa. * Lenora yang merasakan silau matahari, lantas membuka matanya lebar-lebar. Ia spontan terduduk dan menatap pakaiannya. “Gaunku semalam ke mana?!” paniknya karena yang dipakainya sekarang adalah kemeja hitam besar. Masih syok dengan pakaian yang dikenakannya bukan milik sendiri, Lenora memegang lehernya. Ia sangat haus. Kebetulan di samping kasur ada sebuah meja dan di atasnya terdapat gelas plastik. Lenora mengambilnya, dan tatapannya memeriksa sekitar. “Aku di mana?” Dengan hati-hati Lenora turun dari ranjang sedang. “Aku butuh air,” ucapnya lagi seraya jalan ke arah pintu. Akan tetapi, belum sempat melangkah lebih jauh dia mendengar suara seseorang yang tidak asing di telinganya. “Aku tidak akan pulang kalau Mama selalu mengirim wanita itu padaku.” “Baiklah kalau itu maumu. Mama tidak akan mengizinkan Alexa menemuimu.” “Jika Mama berani ingkar janji, aku bersumpah tidak akan menunjukkan wajahku di depan Mama,” ancam pria yang tengah mengangkat segelas kopi dengan serius. “Ingat, aku tidak pernah main-main dengan ucapanku, Ma.” “Jika memang begitu, carilah wanita dan segera kenalkan pada Mama. Mama sudah ingin cucu, Aro. Umurmu juga sudah tidak muda lagi!” “Mencari istri tidak semudah mencari kutu—“ belum sempat meneruskan, bunyi gelas jatuh membuat pria itu menoleh ke sumber suara. “Aku tutup panggilannya, sampai nanti, Ma.” Tatapannya kini tertuju pada seorang gadis yang semalam ia selamatkan dan meletakkan segelas kopi panasnya ke meja. Perempuan yang tengah mengambil gelas plastik kosong itu buru-buru bangun dan langsung memandang ke arah pria dewasa bertubuh kekar. Tatapan mereka beradu, dan entah mengapa Lenora tidak bisa memalingkan muka. Menelan ludahnya sendiri, Lenora dibuat jantungan saat pria perkasa itu bangun dari kursi dan berjalan ke arahnya. “Apa sudah lama kau menguping pembicaraan orang lain?” Tidak mengelak bahwa pria itu memang tampan sekaligus menyeramkan, Lenora yang mendapat tatapan tajam itu menundukkan kepala dengan mata terpejam. “Ma-maaf, aku tidak sengaja. A-aku benar-benar baru saja keluar dari kamar dan tidak sengaja mendengar suaramu dan ibumu yang terdengar kencang.” Anehnya, beberapa detik diam, Lenora tak mendapat jawaban. Sesudah itu tidak ada suara apa pun, hening. Lenora yang penasaran akan apa yang dilakukan pria di depannya tadi, lantas memberanikan diri untuk mendongak. Ia membuka mata pelan-pelan, dan ternyata pria dewasa di hadapannya sudah hilang. Lenora celingak-celinguk. “Loh, pergi ke mana dia?” Mengamati satu ruangan yang dijadikan dapur sekaligus ruang makan ini, Lenora justru kagum pada desain minimalis dan sangat menyatu dengan alam. Kemudian ia menatap gelas plastik hitam di tangannya dan memegang leher. Mengabaikan ke mana perginya si pemilik rumah, Lenora lebih mengutamakan dahaga. “Maaf sekali lagi, aku minta air minummu, Tuan ...,” gumamnya sembari berjalan mengendap-endap ke arah lemari pendingin. Lemari es di depannya sudah terbuka. Lenora dibuat kagum dengan isinya yang penuh dan beragam, berbeda dengan isi lemari pendingin di tempat kostnya. Saat ingin mengambil satu botol mineral sedang, Lenora dikejutkan dengan suara dari arah belakang yang berseru, “Kau mau apa?!”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Pacar Pura-pura Bu Dokter

read
3.1K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
10.2K
bc

Jodohku Dosen Galak

read
31.0K
bc

(Bukan) Istri Simpanan

read
51.1K
bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
35.7K
bc

Desahan Sang Biduan

read
53.9K
bc

Silakan Menikah Lagi, Mas!

read
13.4K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook