Suara petir yang tadinya bergemuruh kini mulai mereda, menyisakan keheningan yang menekan d**a keduanya. Saat itulah Sabine tersadar bahwa ia tengah berada dalam pelukan seseorang. Kedua matanya membesar, napasnya tercekat. Perlahan ia mencoba melepaskan diri, namun kilatan cahaya putih dari petir tanpa suara justru menyingkap wajah Kalief di hadapannya. Wajah itu tampak jelas dalam sekejap, meski kamar masih tenggelam dalam gelap. “Kau... baik-baik saja kan, Bine?” suara Kalief terdengar gugup, nyaris bergetar. Ia sendiri sama terkejutnya dengan Sabine. Sabine terdiam kaku. Ia bahkan tidak sadar bagaimana dirinya bisa sampai memeluk pria itu. "A-aku... memeluknya?" batinnya goyah. Tangan Sabine terangkat, ingin mendorong tubuh Kalief, namun ia akhirnya sadar pada rencana yang dia buat

