Aku Milikmu

1267 Kata
Di kantin yang lumayan ramai itu, Rida dan Ferdhy tengah asyik menikmati sepiring siomay hangat. Asap makanan itu tampak masih mengepul, menguarkan aroma sedap yang menggelitik indra penciuman. Mereka menyantap jajanan khas Bandung tersebut ditemani dua gelas teh hangat. "Enak," ucap Ferdhy. "Hmm, siomay Mang Ujang emang nggak ada matinya." Rida tersenyum lebar. "Idup, dong." Sepasang suami istri itu mengumbar kemesraan. Keduanya saling menyuapi tanpa mempedulikan pasang mata di sekitar yang menatap mereka iri. Lebih tepatnya Ferdhy yang tidak hirau sedangkan, Rida yang tak acuh dengan sekitar, tampak belum menyadari hal itu. Perempuan itu masih terlalu fokus pada makanan dan suaminya. “Mas, aku mau mendoan, dong. Tolong pesenin,” pinta Rida seraya memasang wajah imut. "Nggak." "Kok, gitu, sih?" Rida memperlihatkan kekecewaannya. "Nggak baik makan gorengan tiap hari, nimbun lemak. Satu gorengan itu mengandung seratus sampai dua ratus kalori. Tinggi banget itu." "Tapi, kan, aku makannya nggak pernah banyak. Paling satu sampai dua buah aja sehari. Please, mendoan Mang Ujang ini satu-satunya gorengan kesukaanku. Jangan paksa aku buat jauhin makanan kesukaanku. Nanti aku galau." Ferdhy menghela napas dalam. Dia tak tega melihat wajah sedih sang istri. "Sekali ini saja aku turutin, oke?" Seketika roman gembira langsung membias pada wajah Rida. "Siap, Bos Suami!" Dia menghormat seperti petugas upacara lalu tersenyum senang. Ferdhy pun bangkit dari duduk tanpa memprotes lagi. “Mau berapa?” “Emmm … dua aja, deh. Sama sate jeroannya juga ya, Mas, dua.” Rida menyengir menampakkan deretan giginya yang rapi. “Ya udah, aku pesenin dulu. Jangan lupa entar malem.” Rida memutar bola matanya lalu menghela napas gusar. Ternyata, kebaikan Ferdhy hanyalah modus belaka. “Apaan? Nggak ada! Mending aku pesan sendiri kalau gitu!” Namun, bahu Rida ditahan Ferdhy kala hendak bangkit dari kursi. “Duduk manis di sini. Nggak usah ke mana-mana.” Ferdhy menatap istrinya tajam. Ucapannya seperti sebuah ancaman hingga membuat Rida mengindahkan perintah suaminya itu tanpa banyak berkomentar. “Iya, Pak Ferdhy. Buruan pesenin.” Ferdhy pun pergi meninggalkan bangku pojok yang menjadi markas Rida di kantin ini. Dia menghampiri Mang Ujang. Ferdhy begitu tergoda kala melihat mendoan panas yang baru saja diangkat dari penggorengan. “Mang, saya pesan mendoan sama sate jeronanya masing-masing lima." Mang ujang mengacungkan kedua jempolnya. “Siap, Pak Dosen. Tumben nggak sama, Non Rida?” Tampak Ferdhy menunjukkan Rida yang masih sibuk menikmati sepiring siomaynya. “Itu orangnya, Mang. Lagi asyik makan siomay.” Mang ujang terkekeh sambil menepuk keningnya pelan. “Astagfirullah. Mamang lupa. Padahal, tadi yang antar siomay pesanan Non Rida, kan, Mamang sendiri. Maklum, Pak Dosen. Faktor usia.” Ferdhy tersenyum simpul. “Nggak apa-apa, Mang. Saya memakluminya." Mang ujang memberi Ferdhy dua piring berisi pesanannya. “Ini, Pak Dosen, pesanannya udah siap. Mau Mang Ujang yang antar atau dibawa sendiri?” Ferdhy tersenyum kecil lalu mengambil alih dua piring itu. “Nggak usah, Mang. Biar saya sendiri saja yang bawa.” Mang Ujang tersenyum ramah. “Baik, Pak Dosen.” Ferdhy pun pamit lalu kembali ke mejanya. “Hemmm ... enak banget, ya, makan seporsi siomay sendirian? Suaminya nggak ditungguin, malah disuruh pesan mendoan,” gerutunya pada Rida. Ia pun meletakkan dua piring yang dibawanya lalu duduk. “Loh, kok, banyak? Kan, aku cuma pesan tempe dua, sate jeroan dua. Ini kok, jadi lima?” bingung Rida. “Lah, emang kamu, doang, yang mau? Aku juga pengin lah.” Ferdhy menyeret kursi yang tadi diduduki Angga lalu duduk di sana. Ferdhy mengambil satu mendoan hangat lalu melahapnya. Rida melirik Ferdhy dengan ekor matanya. Dia tak tahan untuk tidak nyinyir. "Katanya nggak sehat. Kalorinya tinggi, nimbun lemak. Eh, ternyata sendirinya juga mau." "Mulai, deh, julidnya. Sekali-kali boleh kali. Tiap hari, jangan. Nih, aku baru kali ini makan gorengan. Aku cukup mempedulikan kesehatanku, nggak kayak kamu. Doyan banget jajan sembarangan." Rida memutar bola matanya. Ferdhy memang pandai berkilah. Dia selalu tidak mau kalah dan tidak suka terlihat salah. "Dasar menyebalkan!" batin Rida. Namun, perhatiannya tiba-tiba terpaku pada Ferdhy sedang begitu asyik menikmati makanan tersebut. Rida tergelitik untuk bertanya, “Enak?” Pertanyaan Rida yang satu ini mungkin tidak berguna. Sudah jelas-jelas dirinya tahu jawabannya. Kalau mendoan Mang Ujang tidak enak, Rida tidak mungkin mau memesannya hampir setiap hari. Pun wajah Ferdhy sudah menjawab pertanyaannya. Pria itu terlihat menggeramus gorengan tersebut dengan semangat. Tidak ingin ritual makan mendoannya terganggu, Ferdhy hanya mengangguk sebagai jawaban. “Aku mau disuapin, dong,” pinta Rida begitu manja. Entah disengaja atau tidak, yang jelas itu salah satu bentuk keusilan Rida. Seperti tidak ingin melihat suaminya bahagia. Fedhy melirik piring yang masih penuh dengan mendoan tempe di atasnya. “Tuh, masih banyak di piring, makan sendiri!” ketusnya. “Dih, jahat banget, sih. Ya udah, minta suapin yang lain aja.” Cepat, Ferdhy langsung menjejalkan mendoannya ke mulut Rida, membuat mulut perempuan itu penuh. “Nggak usah macem-macem, kamu!” cercahnya geram. Rida pun bergegas menghabiskan mendoan yang memenuhi mulutnya. Setelah mendoan terlahap dengan sempurna, kekehan kecil terdengar dari mulut Rida. “Duh, yang lembut napa, Pak. Untung nggak keselek.” Ferdhy menatap Rida sinis. “Ya, kamu mancing-mancing. Aku orangnya cemburuan, jadi jangan cari masalah. Aku nggak suka milikku ditaksir orang lain. Jangan pernah lirik-lirik yang lain. Aku tahu, mungkin aku bukan lelaki yang kamu idamkan. Yang masih muda, bucin, yang tiap hari selalu mengatakan ‘aku cinta kamu.’ Kalau kamu maunya aku kayak gitu, emang kenyang makan cinta? Aku realistis. Cintaku tidak terucap dengan kata, tapi perlakuanku ke kamu yang berbicara. Aku nggak bisa tiap hari bilang i love you, pakai baju couple terus pergi nonton bioskop sambil makan popcorn. Aku bukan anak ABG lagi, Sayang. Aku ini udah, tua. Aku nggak akan bisa mengikuti gaya pacaran anak zaman sekarang. Tapi meskipun begitu, kamu tahu cintaku tulus sama kamu. Yang aku pikirin cuma bagaimana caranya aku bisa menjamin kebahagiaan kamu. Aku mencintaimu dengan caraku. Jadi tolong, jangan pernah berpikir untuk melihat yang lain. Kamu sudah menerima pinanganku. Jadi, baik buruknya diriku, kamu harus terima.” Wajah Rida berubah sendu. Seketika dia merasa tidak enak hati. Kemudian Rida meraih tangan Ferdhy lalu menggenggamnya. Tangan kokoh yang hangat itu memberikan efek nyaman pada Rida. “Maafin ucapan Rida barusan. Rida tadi cuman bercanda. Rida nggak akan lirik-lirik cowok lain selain, Mas Ferdhy. Cuman Mas Ferdhy yang halal untuk Rida. Rida pastikan, cinta Rida hanya untuk Mas Ferdhy, doang. Mulai hari ini, besok, lusa, dan hari-hari yang akan datang, semua yang ada di diri Rida hanya milik Mas Ferdhy. Termasuk raga dan hati ini.” Rida tersenyum tulus pada suaminya. Senyuman yang mampu meredam rasa kesalnya. Ferdhy terpesona akan senyum menawan Rida. “Jangan senyum kayak gitu ke orang lain, ya? Cukup di depan suamimu saja. Aku nggak mau orang lain terpincut senyum manis itu.” Ferdhy mencubitnya gemas bibir Rida. Rida semakin melebarkan senyumnya. “Siap, Bapak Dosen.” Rida yang lola pun baru menyadari jika dirinya dan Ferdhy sudah menjadi pusat perhatian. “Mas, kok, banyak yang ngeliatin kita? Ayo cabut, cepet.” Rida meraih tasnya lalu bangun. Namun, Ferdhy menarik tas Rida kala akan beranjak. “Bayar dulu!” “Lah, kan, kamu yang bayar.” “Dompet aku ketinggalan di mobil. Kamu dulu yang bayar, entar aku ganti.” Rida tampak cemberut. Bibirnya mengerucut sebal. Dia geregetan dengan kelakuan Ferdhy yang selalu saja seperti ini. Anehnya, Rida seperti tidak pernah kapok terus menerus masuk jebakannya. Muah! Ferdhy mendaratkan kecupan singkat di pipi Rida. “Buruan bayar. Tuh, makin banyak yang lihatin.” “Iih!” Rida mengentakkan kakinya seraya mengepalkan tangan. "Curang!" Ferdhy tertawa kecil lalu pergi meninggalkan Rida lebih dulu ke parkiran mobil. Rida memilih untuk mengalah dan gegas melakukan kewajibannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN