1. Selembar Takdir
*****
"Dia memang wanita murahan."
"Tepatnya lagi seorang pelacur."
"Dia hanya aji mumpung, coba kau lihat beberapa bulan ke depan ia pasti akan segera ditinggalkan."
"Kau lihat hidupnya sangat tragis, bagaimana bisa ia hidup dan melayani dua pria sekaligus tiap malam."
"Apa kau yakin ia bisa bertahan? Yang ada mungkin ia akan mati lemas di dekapan suami-suaminya."
"Aku rasa ia hanya butuh uang dan menjual tubuhnya pada sang Pangeran Kembar."
"Ya ampun... Aku tak menyangka ia akan melakukan hal hina seperti itu."
~~~
Uuh...berbagai umpatan terus menyentil telinga, berbagai upaya telah di lakukan Ma Yue untuk menepisnya namun kesedihannya tetap tak bisa disembunyikan.
Sekeras apapun ia mencoba tersenyum dan berkata 'aku tidak apa-apa' tetap saja kata-kata orang yang merendahkannya melukai harga dirinya.
Ma Yue hanyalah gadis yatim piatu yang diangkat sebagai anak oleh Panglima Perang Kerajaan Alam.
Hidupnya dihabiskan di kuil dan melayani Dewa dengan melakukan banyak persembahan.
Tak ada yang bahagia dengan pernikahan semacam ini. Bagaimanapun pernikahan yang seharusnya sakral menjadi terasa naif baginya dikarenakan ia harus menikahi dua Pangeran yang lahir kembar sekaligus.
Lebih tepatnya 'sangat memalukan' untuk seorang gadis kuil macam Ma Yue.
Gadis itu hanya bisa pasrah dan menerimanya dengan hati pahit walau seluruh dunia mulai menggunjingkannya.
Menyakitkan ketika tahu bahwa ia menikah bukan karena cinta melainkan demi seorang keturunan saja.
Bahkan pernikahan sakral itu tercoreng maknanya ketika ia harus menuliskan namanya dalam sebuah perjanjian tertulis yang menyebutkan jika dalam waktu 3 bulan ia tak segera mengandung maka ia bersedia untuk diceraikan tanpa tuntutan apapun dan sebagai imbalannya jika ia mau menjalani pernikahan itu adalah ia akan di beri beberapa petak tanah beserta rumah dan apabila ia berhasil memiliki seorang putera, statusnya setara dengan seorang Ratu bahkan ia berhak untuk melakukan apapun atas nama puteranya.
Ma Yue mulanya menolak tapi karena Sang Rajalah yang memintanya langsung maka ia tak berani untuk mengelak apalagi sampai menolak.
Ketika Ma Yue terduduk di taman seorang diri dan hanya ditemani pelayan barunya, Shi Xi ia dihampiri segerombolan anak-anak Menteri yang sengaja menggodanya.
"Hai gadis rendahan jimat apa yang kau pakai untuk merayu Pangeran kembar?" celetuk satu diantara mereka.
Ma Yue terdiam, mata bulatnya menatap mereka satu per satu seraya berdiri. Tak ada jawaban yang keluar dari bibir mungilnya yang ranum.
"Aku rasa ia udah pernah melakukannya dengan orang lain. Lihat saja dadanya terlihat lebih besar dari ukuran kita yang masih gadis." sungut gadis berhanfu merah.
"Oh.. Benarkah? Aku tak menyangka jika gadis yang menghabiskan waktunya di depan patung Dewa bisa berbuat seperti itu." sahut yang lainnya dengan mimik wajah dibuat terkejut.
"Ya... Aku hanya kasihan dengan Pangeran-Pangeran kita, ia bahkan memilih gadis yang salah." sesal gadis berambut pendek.
"Aku tak bisa membayangkan bagaimana wajah Pangeran jika tahu gadis murahan yang pantas di juluki p*****r ini rupanya sudah bekas orang lain. Ah... Aku tak sanggup." celetuknya seraya menutup wajahnya sambil geleng-geleng kepala dan disusul cekikikan teman-temannya.
"Siapa yang w************n? Siapa pula yang kalian juluki p*****r?" tanya seseorang di belakang mereka.
Gadis-gadis yang tak punya pekerjaan itu serentak membalikkan badan.
Wajah mereka mendadak pucat lalu secara bersamaan membungkuk hormat.
"Aku akan memotong lidah kalian jika kalian mengucapkannya sekali lagi pada Ma Yue. Kalian yang berpendidikan kenapa berkata kotor seperti itu? Kalau seperti itu yang pantas di bilang murahan bukan Ma Yue tapi kalian. Dan kalian senang sekali mengumpat Ma Yue dengan kata menjijikkan seperti itu bahkan aku sendiri pun jijik mendengarnya. Semua tingkah laku kalian mirip seperti p*****r. Disini menurut penilaianku yang p*****r itu kalian bukan Ma Yue." ucap Pangeran Li Yun Jie dengan dingin namun menyakitkan.
Anak para Menteri itu tercekat namun tak bisa berkata-kata lagi. Mereka hanya diam dengan wajah merah padam ingin menangis. Mereka tak menyangka si Sulung Li Yun Jie yang mereka dambakan bisa berkata sekejam itu pada mereka.
Si Pangeran Sulung, Li Yun Jie tidak banyak bicara, ia biasa bersikap dingin dan jarang tersenyum.
Namun jika Si sulung sudah mulai angkat bicara apalagi marah maka jangan tanya jika yang keluar dari mulutnya adalah barisan kata-kata pedas yang membuat mata membengkak sepanjang malam.
"Pergilah! Aku muak dengan kalian." ucap Li Yun Jie dengan wajah kesal.
Para gadis cantik itu segera membungkukkan badan lantas pergi dari hadapan Li Yun Jie.
Sang Pangeran menatap Ma Yue yang tertunduk sedih, ia sedikit iba melihatnya.
Perlahan Li Yun Jie mendekati Ma Yue dan berdiri dekat di hadapannya.
"Jangan dipikirkan ucapan mereka, mereka pantas mendapatkan pelajaran." ucap Li Yun Jie tak berekspresi.
"Saya rasa anda terlalu menyakiti hati para gadis Yang Mulia." ucap Ma Yue lirih sembari tertunduk.
Tanpa sengaja bulir airmata Ma Yue jatuh membasahi pipi halusnya, ia tak berani menatap mata Li Yun Jie yang sekarang sudah berstatus sebagai suaminya.
"Kau sekarang adalah istriku, walaupun aku belum mengenalmu lebih jauh aku yakin kau gadis yang lebih baik daripada mereka. Apapun yang terjadi padamu, siapapun yang menghinamu sudah pasti akan berurusan dengan diriku. Aku adalah suamimu, aku wajib melindungimu." ucap Li Yun Jie datar.
Tak ada percakapan lagi hingga akhirnya walau sedikit ragu Li Yun Jie mengangkat jemari tangannya guna menghapus air mata Ma Yue namun belum sempat jemarinya menyentuh....
"Kakak... Ma Yue... Aku mencari kalian. Rupanya kalian disini." ucap Li Yun Sha berteriak seraya menghampiri mereka.
Li Yun Jie menundukkan kepalanya, tangannya turun lagi dan tak sempat menghapus air mata Ma Yue.
Ma Yue segera menghapus airmatanya dan tersenyum ketika Li Yun Sha si Bungsu berada di hadapannya.
"Ayo kita makan siang Ma Yue. Aku sudah lapar." ucap Li Yun Sha sedikit manja sambil meraih tangan Ma Yue.
"Yang Mulia saya belum lapar mungkin.... "
"Ssst... Kau tidak boleh menolak keinginanku sedikitpun. Aku ini suamimu, kau harus menuruti setiap kata-kataku. Iya kan kakak?" ucap Li Yun Sha seraya menoleh pada Li Yun Jie yang menatap ke sisi lain.
Sang Kakak hanya menoleh sesaat dan mengangguk tanpa bicara sedikitpun.
"Ayo kita makan." ajak Li Yun Sha seraya tersenyum.
Tangannya menggandeng jemari Ma Yue lalu berjalan duluan.
Di belakang terdapat Li Yun Jie yang mengikuti mereka dengan ekspresi datar walau sesekali ia harus membuang pandangan ketika melihat si Bungsu menggoda Ma Yue di depannya.
Bukan karena ia cemburu atau apa tapi ia lebih merasa risih saja pada perlakuan mesra si adik pada Ma Yue.
*******
"Kau yakin Panglima Ming jika puteri angkatmu bisa menjalani ini semua? Aku hanya takut jika ia menerima ini semua karena merasa terpaksa." ucap Raja Li Liem memunggungi Panglima Ming.
Sang Panglima membungkukkan badan lalu berbicara dengan penuh rasa sopan.
"Saya yakin Yang Mulia. Ma Yue sudah terbiasa hidup di lingkungan yang mengharuskannya untuk bersikap tanggungjawab." ucap Panglima Ming dengan mantap.
Raja Li Liem terdengar sedang menarik nafas dalam-dalam tanpa beranjak dari posisi berdirinya.
Pria paruh baya itu menatap hamparan taman penuh bunga di halaman istananya dengan tatapan nanar.
"Sebenarnya aku mengkhawatirkannya, Panglima. Ma Yue masih sangat muda, seharusnya di usia semuda itu ia masih menimba ilmu dan berkumpul dengan teman-temannya. Namun takdir sudah memilihnya untuk menjadi pasangan kedua puteraku. Apa aku salah Panglima?" tanya Raja terdengar sendu.
"Tidak Yang Mulia. Saya rasa keputusan anda selalu bijak Yang Mulia." ucap Panglima Ming mencoba menghibur Raja.
"Aku harap cucuku kelak bisa menangkal ramalan tentang kehancuran Negeri Alam ini Panglima. Jika ia lahir maka ramalan buruk itu tidak akan pernah terjadi. Aku pasti takkan melupakan jasa Ma Yue." ucap Raja dengan bijak.
"Ya Yang Mulia, saya juga berharap begitu. Semoga ramalan itu tak pernah terjadi." ucap Panglima Ming lirih.
Raja Li Liem hanya mengangguk berat dan terus menatap lurus ke depan.
Ia tak tahu bagaimana nasib Negerinya ke depan namun ia hanya bisa berdoa tentang kebaikan pada semua orang.
Sebagai Raja, ia harus bijak walau terkadang harus melukai karena kejujuran adalah nomor satu baginya.
*******
"Kau harus makan yang banyak Ma Yue." ucap Li Yun Sha sambil memberikan semua lauk ke dalam mangkuk Ma Yue.
"Yang Mulia, semuanya jangan dipindahkan ke mangkuk saya. Saya hampir tak bisa memakannya." ucap Ma Yue pelan dan sedikit protes ketika mangkuknya sudah penuh dengan lauk.
Li Yun Sha terkekeh kecil lalu memindahkan lauk di mangkuk Ma Yue ke mangkuk Kakaknya.
"Kau lebih pantas menjadi penjual lauk, Adik." tukas Li Yun Jie ketus tanpa menghiraukan aksi sang adik.
Li Yun Sha hanya memerah, tak memperdulikan ucapan sang Kakak.
"Ma Yue setelah ini bisakah kau temani aku belajar di kediamanku. Aku bosan harus belajar di kamar seorang diri apalagi pelajaranku kali ini adalah ilmu politik." keluh Yun Sha dengan wajah merengut sambil sesekali menyumpit nasinya.
"Baik Yang Mulia." ucap Ma Yue pelan dan tidak mempermasalahkannya.
Li Yun Jie terdiam, ia sibuk dengan makanannya walau pikirannya juga melayang kemana-mana.
Sejatinya dia ikhlas jika Ma Yue bersama adiknya namun semenjak kedatangan Ma Yue ditempatnya tidak pernah sekalipun Ma Yue punya giliran bersamanya.
Sang adiklah yang sering memonopoli Ma Yue agar selalu bersamanya.
Sekali lagi Li Yun Jie mengalah demi sang adik.
Karena terlalu memikirkan hal itu tiba-tiba Li Yun Jie tersedak dan terbatuk-batuk.
Semua atensi teralihkan padanya, Ma Yue segera menuangkan air dan menyodorkannya pada Pangeran Sulung.
"Sebaiknya anda hati-hati Yang Mulia." saran Ma Yue khawatir melihat wajah Li Yun Jie memerah.
"Anda tidak apa-apa?" tanya Ma Yue pelan.
Bagi Ma Yue, ia sadar ketika ia mempunyai masalah hanya Li Yun Jie saja yang mau membelanya.
Itulah kenapa Ma Yue sedikit demi sedikit membalas kebaikan pria itu.
"Ah... Ma Yue kau tak usah khawatir, Kakakku adalah pria kuat. Ia bisa menangani masalahnya sendiri jadi kau tak usah khawatir padanya." ucap Li Yun Sha seraya meraih tangan Ma Yue.
Li Yun Sha berusaha merebut kembali perhatian Ma Yue yang sedari tadi tertuju pada sang Kakak.
"Kau baik-baik saja kan, Kak?" tanya Li Yun Sha pada Kakaknya.
"Ya. Baiklah kalian lanjutkan saja makannya. Aku sudah kenyang dan aku akan segera berlatih pedang." ucap Li Yun Jie pelan lalu meraih pedang yang ia letakkan di sampingnya.
Pria dingin itu segera berdiri dan meninggalkan mereka berdua.
Bagaimanapun, di dunia belahan manapun yang namanya suami istri ya sepasang lha kalau ini bagaimana bisa dikatakan sepasang??
Li Yun Jie mencoba menata perasaannya, ia mencoba mengingat kembali akan tujuannya semula.
Ia tahu betul jika tujuannya hanyalah seorang putera mahkota.
Si Sulung tak berhak untuk jatuh cinta pada Ma Yue, jika Adiknya memang menyukainya maka segenap jiwa ia akan memberikannya.
Bukankah dari dulu takdir sudah bicara, apapun yang dimiliki sang Kakak akan jadi milik sang adik juga?
Sebenarnya itu sangat menyakitkan ketika tahu bahwa kenyataan bicara dan mengharusnya berbagi seorang istri untuk dirinya dan adiknya.
Sekali lagi Li Yun Jie mencoba berpikir logis dan tak terbawa perasaan.
Tak ada yang berarti dalam hidupnya selain sang adik, Li Yun Sha.
*******