Mentari belum sepenuhnya muncul ketika Nu memacu motornya melewati jalan-jalan yang masih basah oleh embun pagi. Angin dingin menyusup ke pori-porinya, tapi tak sanggup mengusir hangatnya kerinduan yang membakar dadanya. Sejak subuh tadi, Nu sudah tak tahan. Rasa rindu yang menghunjam begitu dalam, membuatnya tak peduli lagi dengan jarak ataupun amarah ibunya. Hanya satu yang ia tuju: Semarang. Lebih tepatnya, apartemen Ryan. Dengan jaket abu-abu dan helm berwarna biru yang sudah sedikit pudar, Nu tampak seperti gadis muda biasa. Tapi hati dan pikirannya dipenuhi satu nama yang membuat dadanya sesak oleh rindu. Ryan. Sementara itu, di Semarang, Ryan duduk termenung di tepi tempat tidurnya. Sejak semalam, ia tak bisa tidur. Matanya sembab, pikirannya kacau. Tak ada pesan dari Nu, tak ada

