Pagi itu, mentari memancar lembut dari celah-celah daun jendela rumah di Desa Karang Arum. Aroma teh melati dan kue apem kukus menyeruak dari dapur rumah Lek Lastri, memeluk udara dengan kehangatan yang menenangkan. Namun, di salah satu sudut ruang tamu, duduk seorang perempuan setengah baya dengan mata sembab dan wajah murung. Dialah Dewi Ningsih, ibu dari Nuraini Senja. Sejak dini hari, hatinya tidak tenang. Anak semata wayangnya hilang tanpa kabar, dan ponselnya tak bisa dihubungi. d**a Dewi terasa sesak, pikirannya berkecamuk antara marah, khawatir, dan terlukai harga dirinya sebagai seorang ibu. "Ngapain kamu duduk diam begitu dari tadi, Dek?" suara Lastri, kakak kandung Dewi, memecah kesunyian pagi. Dewi mendesah. "Anak itu, Las... seenaknya sendiri. Malam-malam pergi, nggak pamit

