Malam itu, angin dari sela-sela jendela kamar Dewi membawa suara-suara yang seharusnya tak dia dengar. Samar, tapi jelas cukup menusuk. Bisik-bisik para tetangga yang duduk di warung depan rumah, tertawa kecil, lalu menyebut namanya dan nama Ryan. Satu kalimat yang sempat lolos membuat d**a Dewi terasa seperti diremas. Dewi berbaring memeluk guling, menatap atap kamar yang dihiasi bekas tempias air hujan. Matanya panas. Bukan hanya karena kabar hubungan itu sudah tersebar, tapi karena cara orang membicarakannya—seolah hidupnya hanya layak jadi bahan obrolan sambil menyeruput kopi. Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk keras. Suara langkah kaki ayahnya terdengar berat, dan tanpa menunggu jawaban, pintu dibuka. "Dewi, keluar sebentar. Ada yang mau kita bicarakan," kata ayahnya, suaranya tegas n

