Fajar baru saja mengintip di ufuk timur ketika Dewi sudah terjaga. Rumahnya masih senyap; hanya suara kokok ayam bersahut-sahutan dari kejauhan. Udara subuh menampar lembut pipinya saat ia keluar ke halaman belakang, menenteng jaket jeans biru yang sedikit kebesaran. Pagi itu, Dewi sudah memutuskan: ia akan menemui Ryan. Hari ini, apapun yang terjadi, ia ingin mendengar langsung dari bibir lelaki itu—tanpa jeda, tanpa penundaan, tanpa telepon yang bisa diputus di tengah pembicaraan. Di dapur, ia meneguk segelas air putih, lalu mengendap menuju garasi. Motor milik kakaknya—Yamaha Force 1 warna hitam—terparkir di pojok, setia menunggu. Ia menyalakannya dengan hati-hati, memutar gas perlahan agar suara knalpot tak membangunkan siapapun. Helm setengah-bukanya terpasang di kepala, dan ia melaj

