Malam itu akhirnya berganti pagi. Matahari muncul samar di balik tirai jendela rumah sederhana itu. Udara masih terasa lembab, sisa hujan semalam membuat halaman depan berbau tanah basah. Ryan belum benar-benar tidur, hanya memejamkan mata sebentar di kursi ruang tamu. Tubuhnya lelah, tapi pikirannya tak bisa berhenti bekerja. Di satu sisi, ia lega karena kondisi Dewi dan Nu perlahan membaik. Di sisi lain, ia tahu konflik di antara mereka justru semakin tajam. Paginya, Nu terbangun lebih dulu. Tubuhnya masih lemah, tapi senyum tipis menghiasi bibir ketika melihat Ryan tertidur di kursi dengan posisi yang tak nyaman. Perlahan, ia bangkit, melangkah pelan menghampiri. “Ryan…” bisiknya sambil menyentuh bahu lelaki itu. Ryan membuka mata perlahan, menatapnya dengan senyum lelah. “Kamu udah

