Langit mulai berwarna jingga. Senja turun perlahan, menebarkan cahaya redup ke dalam rumah. Ryan sibuk di dapur, menyiapkan makan malam sederhana. Sesekali ia menoleh ke arah ruang tamu, memastikan Nu duduk santai meski wajahnya masih pucat. “Ryan…” suara Nu lirih, “Jangan terlalu capek.” Ryan tersenyum hangat. “Untukmu, Nu, aku nggak pernah merasa capek.” Nu tersipu. Tapi sebelum ia sempat membalas, dari kamar terdengar suara batuk keras. Dewi. Suara yang memutus sejenak kehangatan itu. “Ryan!” panggil Dewi, parau, namun ada desakan. Ryan buru-buru menuju kamar, sementara Nu hanya bisa menatap dengan resah. Ia tahu ibunya tak akan pernah berhenti mencari cara untuk menarik perhatian lelaki yang kini menjadi cinta hidupnya. Dewi terbaring, wajahnya pucat, keringat membasahi pelipis.

