Ryan menyalakan kompor, menuang air ke dalam panci kecil, dan menunggu hingga mendidih. Di meja, ada bubur instan, beberapa potong roti, dan obat-obatan yang sudah ia tata rapi. Tangannya bergetar saat membuka bungkus, bukan hanya karena lelah, tapi juga karena cemas. “Ya Tuhan… mampukah aku menjalani ini semua?” gumamnya lirih. Sementara itu, suara infus dari kamar bergema samar. Tetesan demi tetesan, mengingatkannya betapa rapuh kedua perempuan itu. Ryan membawa nampan berisi bubur hangat, segelas air putih, dan obat. Ia melangkah ke kamar Dewi lebih dulu. Dewi masih terbaring dengan wajah pucat. Keringat dingin membasahi dahinya. Ryan duduk di tepi ranjang, mengambil kain lembut, dan perlahan membasuh wajah Dewi. Sentuhan itu begitu hati-hati, seolah ia takut membuat perempuan itu sem

