"Bisa nggak sih Lo jauhan dikit dari gue?!" suara Mika nyaring, menyentak Desyana yang berjalan tepat di belakangnya, terkesan membuntuti.
"Maaf Mika, aku tidak bermaksud buntutin kamu kok. Kelas Kitakan sama jadi wajar aku ikutin langkah kaki kamu." ucap Desyana sembari menaikkan kacamatanya yang melorot.
"Lagian ngapain sih Lo ikut ambil kelas yang sama kayak gue?! Nyusahin gue aja Lo!" sentak Mika sebal sembari mengipasi wajahnya yang memerah karena emosi.
"Mika!" suara nyaring mengalun kencang diikuti dengan lambaian tangan di udara dan gadis yang tadi memanggil Mikaila berlari kecil kearahnya.
"Ngapa sih kok kayaknya badmood banget?" wajah cantik itu mengerut.
" Menurut Lo apa, The?" Mika menatap Desyana dengan sengit, "Nih anak ngintilin gue Mulu, risih guenya!" ucap Mika keras tak peduli pada Desyana yang kini menundukkan kepalanya menahan tangis karena Mika terang-terangan menunjukkan rasa tidak suka pada dirinya di depan orang lain.
"Sabar. Dia sepupu Lo-kan jadi Wajarlah dia ngintilin Lo. Kalau dia nggak ngintilin Lo, bisa habis dia dibully anak yang lain gegara gayanya yang aneh itu." gadis itu bernama Thea dengan sudut mata melirik Desyana, "Udah ah, yuk masuk kelas keburu Pak Budiman datang." Thea merangkul Mika, mengajak temannya itu untuk pergi dari halaman parkir Fakultas.
"Eh tunggu!" Mika tadi tidak sengaja melihat bekas kissmark di leher temannya itu.
"Dapat kissmark dari siapa? Lo punya pacar?"
"Ada deh. Kepo banget sih." Thea menyibakkan rambutnya hingga bekas kissmark itu terlihat semakin ketara.
"Kenalin ke gue!"
"Iya nanti kalau waktunya pas dan dia free, bakalan aku kenalin kok."
"Tapi ngomong-ngomong anak mana? Aku kenal? Eh tapi anak kuliahan, pekerja kantoran atau gimana?" Mika menghentikan langkahnya dan menatap Thea curiga, "Lo nggak jadi ani-ani, kan?"
" NGGAKLAH!"
"Sorry, gue kepo banget soalnya. Gue nggak sabar pengen kenalan sama pacarnya bestieku ini."
"Kan sudah kubilang tadi, kalau dia ada waktu, Mika!"
"Iya. Iya." angguk Mika cepat. Keduanya lantas duduk di bangku kosong paling belakang karena tempat itu paling nyaman dan jauh dari incaran dosen berbeda sekali dengan Desyana yang memilih duduk di bangku paling depan agar bisa mendengarkan lebih jelas mendengarkan sang dosen.
Kelas bubar setelah sang dosen memberikan tugas individu dan Mika mengeluh kesal akan hal itu.
"Kenapa mesti pusing sih? Lo lupa kalau punya Desyana yang pintar dan rajin?" Thea menunjuk kearah Desyana yang kini duduk dibawah cantiknya pohon Tabebuya kuning yang bermekaran cantik sembari membaca buku yang dia pinjam dari perpustakaan Universitas, "Suruh dia bantu ngerjainlah."
"Bener juga." Mika menatap sepupunya itu dengan anggukan kepala ringan.
"Habis ini nggak ada jadwal lagi, Lo mau langsung pulang apa gimana?"
"Nggak ah, males di rumah." jawab Mika dengan bibir menipisnya, "Gue mau shopping, Lo mau ikut nggak?"
"Boleh." angguk Thea cepat, "Kebetulan ada parfum yang lagi gue incer." Thea lantas meraih tangan Mika, berniat menggeret tangan gadis itu namun langkahnya terhenti saat melihat sosok pemuda berjalan kearah mereka dengan senyum tampan terbit di bibir.
"Hai Mika." Pemuda itu melewati Thea untuk merangkul pundak Mika dan mengecup puncak kepalanya cukup lama.
"Ehm!" Thea berdehem keras kearah pasangan itu, "Ini masih wilayah kampus ya, harap attitude dijaga."
"Iri bilang." kekeh Mika bersembunyi di dekapan Marco namun gadis itu buru-buru meralat perkataannya, "Eh kayaknya nggak jadi iri deh soalnya dia sudah punya gebetan."
"Oh ya? Siapa?" Marco menatap Mika dan Thea cukup lama, "Nggak yakin aku kalau ada cowok yang mau sama dia." sudut bibir Marco menyeringai.
"Katanya sih nanti dikenalin ke kita." jawab Mika, "Lagian kamu nggak lihat bekas kissmark di lehernya dia? Mana PD banget lagi dari tadi nggak ditutupin. Untung nggak ketahuan sama dosen."
"Kamu sudah nggak ada jadwal lagi, kan? Mau langsung pulang?" Marco mengalihkan pembicaraan dengan cepat karena semakin berbahaya jika Mika terus bicara dan beresiko Thea akan terpancing oleh gadis itu.
"Kita mau shopping." yang menjawab pertanyaan Marco justru Thea, "Kenapa? Mau ikut?
"Nggaklah!"
"Buset ngegas amat kalau ngomong. "ejek Thea kemudian merebut Mika dari pelukan Marco, menariknya secara paksa untuk pergi dari sana.
Sebelum langkah mereka semakin jauh, Thea menolehkan kepalanya kearah Marco, menatap pemuda itu dengan seulas senyum dengan wajah memerahnya saat Marco berkata, "Love you." tanpa suara.
"Lo yang nyetir ya." Dan suara Mika menyentak Thea hingga kontak matanya dengan Marco terputus.
"Iya gampang." Jawab Thea dan kedua gadis itu pergi ke shopping mall tak jauh dari kampus mereka dengan mengendarai sedan milik Mika.
Keduanya berpencar begitu masuk kedalam shopping mall, Mika berkelana memburu pakaian dan lingerie sedangkan Thea memburu parfum.
"Pilih warna mana, ya?" Mika berdiri tepat dihadapan gerai lingerie, menatap deret dalaman minim nan seksi dengan berbagai model dan warna.
Mika mengambil satu lingerie dan mengepaskannya didepan tubuh depannya sembari melihat kaca besar yang ada didepannya.
"Warna cocok tapi ukuran cup terlalu besar." Mika mencocokkan satu persatu di tubuhnya sembari menggelengkan kepala.
"Coba yang ini." Thea datang tiba-tiba datang dan menyerahkan set lingerie berwarna merah dengan Lace tipis seperti jubah yang menutupi bagian cup yang dibuat menerawang dan bagian underwear berbentuk segitiga mini.
"Lebih seksi yang ini." Ucap Thea, "Mau Lo pakai depan Marco, kan?"
" Ih apaan, nggaklah." wajah Mika bersemu merah, malu.
"Hallah, gue tahu elo. Udah beli ini aja. Seksi. Gue jamin Marco pasti suka." Mika terdiam didepan cermin, menimbang cukup lama hingga akhirnya kepala mengangguk.
"Ok gue ambil ini." Mika lantas mengambil satu lingerie yang ada didepannya pada Thea, "Ini buat Lo."
"Nggak usah, Mika."
"Ambil! Gue yakin Lo juga butuh ini buat dipakai depan pacar Lo." senyum Mika menggoda. Setelah semua barang yang dibutuhkan telah terbeli, kedua gadis itu menuju kassa.
Seluruh belanjaan Thea selesai dihitung, gadis itu membuka tasnya, hendak mengambil dompet namun gerakan tangannya mulai terlihat panik, menjelajah setiap sudut dan ruang di tasnya dengan buru-buru.
"Duh!"
"Kenapa?" Mika yang berdiri disamping Thea akhirnya bertanya.
"Dompet gue ketinggalan!" Thea menatap Mika panik, "Gimana dong? Sudah di-scan sama mbaknya lagi..."
"Sudah biar jadi satu aja sama punya gue." Mika lantas memberikan barang belanjaannya pada kasir dan meminta wanita cantik itu untuk menghitung barang belanjaannya.
"Tapi Mik, masa Lo bayarin lingerie gue juga? Yang bener aja dong?!"
"Memangnya kenapa? Sudah terlanjur masuk data dan nggak mungkin nggak dibayar, kan?" Mika lantas berdehem kecil, "Lagian bukannya tadi gue yang ngambilin lingerie itu buat Lo? Jadi shut up." Mika mengalihkan pandangannya kearah kasir, memberikan kartunya dan semuanya selesai dalam satu kali transaksi.
"Nih." Mika memberikan barang belanjaan Thea pada pemiliknya.
"Thanks banget. Besok duit Lo gue ganti."
"Nggak usah. Anggep aja traktiran dari gue."
Thea hampir memekik senang, 'Anjir, tahu gitu gue ambil kosmetik sama skincare sekalian tadi.' total belanjaan Thea tadi hampir dua juta dan Thea tahu jumlah itu amat kecil bagi Mika.
"Thanks lagi, ya. Perhatian banget Lo sama gue." Thea tersenyum senang sembari merangkul tangan Mika.
"Pokoknya Lo harus coba tuh lingerie di depan pacar Lo!"