5.

1107 Kata
"Gimana? Kamu suka nggak?" Pintu kamar itu dibuka dan Mika langsung duduk diatas ranjang dengan ukuran queen size berwarna gading, menatap kamar ukuran 6x 6 meter lengkap dengan AC, Tv, koneksi internet, meja belajar, almari serta kamar mandi dalam. "Ini berlebihan Mika." "Berlebihan darimana? Ini standard. Yang nggak wajar itu kostmu sebelumnya, cuma ada kasur tapi mahal banget." "Disana dekat kampus, dekat tempat nongkrong..." "Sudah ah. Pokoknya kamu kost disini aja. Sudah kubayar full sampai tahun depan." "Kamu suka sekali cari masalah. Aku baru dibebaskan oleh Bodyguard kakakmu dan sekarang kamu berulah lagi?" "Ih kan aku sudah bilang kali ini aku pegang kartu As jadi nggak akan ada yang berani ngusik kita lagi." Mika merebahkan tubuhnya diatas ranjang diikuti dengan tangannya yang terulur kearah Marco yang berdiri di depan pintu. "Mau cuddling in bed?" Mika menggigit bibirnya, menatap Marco dengan sorot menggoda. "CK!" decakan keras keluar dari bibir Marco diikuti dengan senyum lebarnya, pria itu segera melepas kaos yang membungkus tubuhnya dan langsung menindih tubuh mungil Mika hingga gadis itu menjerit kegelian karena pria itu menyerbu leher Mika dengan ciuman-ciuman basah dan jilatan menggelitik. "Geli, Marco!" gelak tawa itu terdengar merdu diikuti dengan tubuhnya yang berguling-guling di ranjang di bawah tindihan Marco, beruntung kamar yang mereka tempati kedap suara hingga penghuni kost lain tidak mendengar suara mereka. "Kan tadi minta mesra-mesraan." Marco mengangkat kepalanya dari leher Mika, merapikan rambut Mika yang berantakan karena ulahnya kemudian membawa kepala gadis itu untuk tidur di lengannya, "Jadi maunya seperti ini, hm?" "Huft." Mika menghirup nafas cukup dalam untuk membaui tubuh Marco, "Tubuhmu tercium parfum lain, aku nggak suka!" Mika bangkit dari atas tubuh Marco, menatap sang kekasih sembari bersendekap kaku. "Mandi sana!" "Bentar lagi, Mika. Aku masih capek." "Ih mandi sana biar bau parfumnya hilang!" Mika lantas menarik tangan Marco untuk bangun dan berniat menyeret kekasihnya itu ke kamar mandi namun niatnya itu tidak terlaksana karena ada suara nyaring mengalun diantara mereka berdua. "Hust!" Mika meletakkan jarinya di depan bibir, meminta Marco untuk tidak bersuara, "Jangan bicara apapun, Bundaku telepon." "Ya hallo, ada apa Bunda?" "Kamu kemana? Bunda tinggal istirahat sebentar saja sudah hilang lagi." "Maaf Bunda tadi Mika harus pergi untuk mengerjakan tugas kelompok." ringis Mika sembari menatap Marco penuh sesal. "Kalau begitu apakah tugasmu sudah selesai? Bisakah kamu pulang sekarang?" "Tapi Bun..." "Bunda belum sempat ngobrol sama kamu tapi kamunya sudah hilang duluan. Sekarang tugasnya kan sudah selesai. Bunda kangen banget sama kamu, Mika." "Hm." Mika menatap Marco, meminta pendapat pemuda itu. "Pulang saja." suara Marco lirih karena posisinya Mika me-loundspeaker ponselnya. "Ok. Tunggu Mika di rumah ya." Mika mematikan ponselnya dan merengek pada Marco, "Aku malas pulang, maunya disini sama kamu." "Pulanglah Mika, toh besok kamu masih bisa kesini lagi." "Marco..." bibir Mika mencebik dengan mata berkaca-kaca. "Pulang dulu Mika, jangan buat Kartu As kamu kecewa." ucapan Marco membuat Mika menyerah. Gadis itu lantas meraih tasnya yang berada di atas meja dengan kesal. Gadis itu masih menyempatkan diri untuk memeluk Marco erat sebelum akhirnya pergi. Belum sedetik pintu kost ditutup, Marco meraih ponselnya, menekan nomor telepon tanpa nama yang sering dia hubungi dan meminta orang tersebut untuk datang ke tempatnya. Marco selesai membasuh tubuhnya di kamar mandi saat pintu kamar kostnya diketuk dari luar dan sosok cantik langsung masuk kedalam pelukan pemuda itu begitu pintu kamar dibuka. "Susah nggak nyari tempat ini?" Marco duduk diatas ranjang dan mengajak gadis itu untuk duduk diatas pangkuannya. "Nggak." gelegnya polos sembari mengamati seluruh isi kamar dengan tatapan penuh senyum karena kamar ini jauh lebih nyaman daripada kamar kost Marco yang mirip kandang ayam yang kemarin. "Pinter juga ya Mika cariin kamar kost buat kamu." "Hm, Mika juga udah bayar kamar setahun." "Setahun?" Manic gadis itu melotot sebelum akhirnya tertawa, "Gila banget tuh anak, aku yakin kost ini setahun lebih dari 20 juta. Emang bener-bener dia tuh mentang-mentang bapaknya kaya." "Tapi semuanya ada resikonya, Thea." desah Marco sembari menyebut selingkuhannya itu, "Dan resikonya itu dimulai semalam saat aku dihajar habis-habisan oleh kakaknya." "Hm." angguk Thea sembari menyelusup wajah Marco kasihan, "Kan aku yang obatin luka kamu dan begonya Mika ngira kamu dibawa ke rumah sakit dan dia transfer 7 juta ke rekening kamu." "Dan tadi pagi setelah kamu pulang, Mika datang ke kost mencariku dan kakaknya tahu. Mika diseret dan aku ditahan dengan dua bodyguard kakaknya." "Apa katamu tadi? Ditahan bodyguardnya? Kamu tidak diapa-apakan sama mereka, kan? Kenapa baru kasih tahu sekarang, sih?" Thea panik, memeriksa luka baru ditubuh sang kekasih namun Marco buru-buru menggelengkan kepalanya supaya Thea lebih tenang. "Tidak, mereka hanya menghancurkan kamar kostku sebelumnya dan setelah itu mereka pergi. Mika bilang dia punya kartu As untuk mengancam kakaknya itu supaya nggak macam-macam padaku. Mika bilang kamar itu sudah tidak layak dan disinilah aku berakhir sekarang, di kamar kost baru sama kamu." "Segitunya si Mika." Bibir Thea cemberut sembari membelai d**a bidang sang kekasih, "Kecintaan banget dia sama kamu. Apapun dia kasih." "Namanya juga cinta. Dia pasti ngasih apapun yang dia punya ke aku supaya aku seneng." "Dan kamu cintanya sama aku makanya kamu kasih apapun yang aku mau supaya aku seneng." senyum Thea lebar, gadis itu lantas meraih wajah Marco dan mengecup bibirnya singkat. "Tapi kita mesti lebih hati-hati, Thea. Jangan sampai Mika curiga sama aku seperti tadi pagi." "Oh ya?" "Hm." angguk Marco, "Dia cium bau parfum asing di badan aku dan nemuin kissmark yang kamu kasih semalam, untung Mika bego jadi dia gampang aku kibulin." ucapan yang keluar dari bibir Marco membuat Thea tertawa. "Emang bego dia tuh." "Pokoknya kita harus hati-hati. Aku nggak mau sumber uang kita lepas gitu aja." "Hm. Jangan khawatir." Thea tersenyum lebar sembari menggigit ujung hidung Marco. "Berhubung situasi aman, mau nggak ngelanjutin yang semalem?" "Mau dong. Siapa sih yang bakalan nolak?" Thea tersenyum lebar, gadis itu bangkit dari atas tubuh Marco. Melepas seluruh kain yang membungkus tubuhnya hingga gadis itu telanjang total. "Seksi banget sih pacarku. Ayo sini sayang." Marco menjilat bibirnya, menatap tubuh seksi sang kekasih dengan nafsunya yang naik pesat. "Mau ini atau ini?" Tangan Thea dengan nakalnya memainkan buah dadanya dan tangannya yang lain memainkan bagian intim tubuhnya yang memerah penuh nafsu. "Semuanya. Semuanya pengen kumakan dan kujilati sampai kamu teriak keenakan." "Sabar dong." Dan Thea duduk diatas tubuh Marco, menggesekkan tubuh bawahnya berulang kali pada kejantanan Marco yang berdiri sembari melepas kaos tipis yang dipakai pemuda itu hingga tubuh halus keduanya bertemu, menciptakan sengatan ringan yang menggelitik dan menggairahkan. "Enak banget posisi kek gini." Marco mengeram keras sembari menundukkan kepalanya, memberi ciuman panjang di buah mengkal Thea yang menempel pada tubuhnya. "Laper, ya?" Thea mengelus surai Marco yang sedikit basah. "Haus banget." ucapnya sembari memainkan lidahnya di buah sang kekasih. "Kalau gitu ayo lakuin sekarang, Marco."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN