*Bab 17*
Clarita memperhatikan jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah hampir 20 menit ia duduk di sebuah restoran tersebut menunggu kedatangan seseorang.
Hari ini Stevano mengajaknya bertemu di restoran tersebut, tetapi pria tersebut masih belum memunculkan tanda-tanda kedatangannya. Sudah hampir seminggu Clarita tidak bertemu dengan Stevano.
Keduanya akhir-akhir ini sedang sangat sibuk, terlebih Clarita yang notabennya seorang aktris harus membintangi beberapa program televisi dan dan juga beberapa film yang harus ia mainkan.
"Maaf ya, bikin nunggu lama."
Clarita kenal suara itu, ia melirik Si pemilik suara dan kembali mengalihkan pandangannya ke area sekitar. Ia agak kesal dengan Stevano yang datang terlambat tanpa mengabarinya terlebih dahulu.
"Hmm," singkat Clarita dengan wajah yang tidak bersahabat.
"Maafin aku, ada meeting mendadak tadi jadinya aku agak telat." Stevano berusaha meyakinkan Clarita agar memahami keadaannya.
"Setidaknya kabarin dulu lah, lewat sekretarismu juga ngga apa." Clarita tidak mampu lagi membendung rasa kesalnya, ia mengambil kasar segelas air putih dan meminum tandas air tersebut.
"Iya, aku minta maaf. Lain kali aku kabarin biar kamu ngga lama tunggu," sesal Stevano. Pria itu duduk berhadapan dengan Clarita.
"Kok tumben ngajak makan?"
"Emang salah?"
"Ya ngga. Kan lagi sama-sama sibuk."
Lagi-lagi Clarita kesal dengan tingkah Stevano yang terlalu spontan kepadanya, wanita itu memanggil pelayan disana untuk memesan makanan yang ingin ia makan malam ini.
"Aku ngajak kamu juga karena ada yang mau aku omongin." Stevano mengutarakan maksudnya mengajak Clarita untuk makan bersama malam ini.
"Apa?"
"Aku mau ngajak kamu kerumah lagi, kita bujuk Aileen dan kasih dia pengertian supaya dia paham juga," jelas Stevano.
Clarita terdiam, baru saja ia melupakan kegundahan hatinya tetapi Stevano kembali memunculkan kegundahannya lagi. Ia bingung bagaimana cara membujuk Aileen agar menyukai dan menerima keberadaanya.
"Tapi, gimana caranya?"
"Kita lakukan pendekatan, aku juga berusaha kasih dia pengertian biar nerima kamu. Dan kamu juga berusaha dekat sama dia, waktu dia main kamu temanin. Intinya setiap aktivitas yang dia lakuin kamu coba selalu sama dia," jelas Stevano.
Kembali Clarita terdiam, ia agak gugup melakukan kemauan Stevano padanya. Tetapi dia harus bagaimana, hanya itu caranya untuk bisa dekat dengan Aileen.
"Okelah, hari minggu jam 12 siang aku kerumah kamu." Clarita berusaha untuk mencoba mengambil hati Aileen.
"Aku yang jemput," singkat Stevano dan mulai menikmati makanan yang ia pesan telah tiba beberapa menit yang lalu.
Clarita mengangguk singkat dan memulai menikmati hidangannya, tak ada perbincangan yang dikeluarkan keduanya. Denting piring dan sendok garpu yang berirama menghiasi suasana saat itu.
****
"Hallo, ada apa Michael?"
"Bisa bertemu denganku ditaman?"
"Kapan?"
"Sekarang, honey."
Sambungan panggilan diputuskan secara sepihak oleh Michael. Marshanda dan Michael telah menjalin hubungan yang sebenarnya selama sebulan, bukan pasangan sewaan lagi setelah kejadian Marshanda bertemu dengan kedua orang tua Michael, Michael menyatakan perasaannya kepada Marshanda.
Awalnya ia kira Michael bercanda, tetapi ia melihat kesungguhan dari mata pria tersebut. Ia pun menerima pernyataan Michael, karena ia pun memiliki perasaan yang sama kepada anak laki-laki keluarga Harington tersebut.
Marshanda menyelesaikan kegiatannya didapur, kini ia sedang membantu ibunya berjualan di warung makan mereka. Tetapi saat Michael mengajaknya bertemu, ia pun bergegas membereskan pekerjaannya dan berpamitan kepada ibunya, Bu Inah.
"Bu, aku pergi dulu ya."
"Ketemu nak Michael, kan?"
"Ish, ibu ini ya, tahu-tahu aja."
Seulas senyum di tunjukkan oleh Bu Inah, ia telah tahu jika putrinya telah berpacaran dengan Michael. Awalnya ia tak percaya, tetapi saat Michael datang kerumah makan mereka dan mengatakan bahwa ia benar-benar ingin serius dengan anaknya, akhirnya Bu Inah percaya.
"Yaudah, hati-hati ya. Ajak nak Michael juga kalo bisa kesini."
"Iya, Bu. Nanti aku ajak di kesini."
Marshanda mencium pipi ibunya dan kemudian berjalan meninggalkan ibunya.
Hampir 15 menit akhirnya Marshanda tiba di taman yang dimaksud Michael, ia hanya menggunakan ojek online karena motornya yang telah ia jual tak mampu ia beli kembali.
Disana ia mellihat Michael duduk disudut taman seorang diri, Marshanda mendatangi pria tersebut.
"Maaf aku agak telat, soalnya bantu ibu tadi dan nunggu ojeknya lama banget." Marshanda duduk disamping Michael.
"Kenapa ngga bilang aku sih? Kan aku bisa jemput." Michael memposisikan posisinya agar berhadapan dengan Marshanda.
"Nanti aja waktu pulang, ibu nyuruh kamu ke warung." Marshanda menyadarkan tubuhnya pada penyandar bangku taman tersebut.
"Oke, nanti aku anatar kamu. Sekalian makan."
"Eh, kenapa ngajak ketemu?"
"Kangen."
"Cuman itu?"
"Hehe.. Ada yang lain yang mau aku omongin."
"Apa itu?"
Micahel merapikan jasnya dan memperbaiki posisi duduknya.
"Jadi gini, aku mau invest ke kamu."
"Invest apa?"
"Aku mau kamu bikin restoran besar, aku harap cara ini berhasil biar orang tuaku setuju. Seengaknya mereka mau nerima kamu kalo kamu punya usaha."
Marshanda diam menatap ragu Michael. Ia tahu kedua orang tua Michael tidak merestuinya karena ia masih kuliah dan termasuk orang yang pas-pasan, tidak seperti mereka.
"Kamu yakin ini berhasil?" ragu Marshanda.
"Aku yakin, aku kasih modal ke kamu. Aku udah bikin buku rekening buat kamu." Michael menyodorkan sebuah buku rekening kepada Marshanda.
"Ini?" Marhanda mengambil buku itu, ia pun membuka buk tersebut dan melihat isinya. "Ini banyak banget, Mic."
"Kan mau bikin restoran ya modalnya segitu, kamu bisa minta tolong ibu juga bantuin kamu."
Marshanda diam menatap buku rekening yang ada di di genggamannya saat ini, ia agak ragu tetapi ia pikir ini pun kesempatan dan caranya agak mampu di terima di keluarga Harington.
"Baiklan, aku sama ibu buka restoran besar. Dan aku juga minta tolong beberapa teman aku."
"Ngga perlu, aku punya temen yang bisa bantu kamu. Namanya Rendy, aku sudah kasih tau kedia dan nanti dia akan hubungin kamu dan ngasih tau kamu apa-apa aja yang harus kamu lakukan," jelas Michael padanya.
"Oke, cuman ini aja kan? Ayo kita ketemu ibu, kayaknya ibu kangen sama kamu."
"Wah, ayo."
Michael menggenggam tangan Marshanda dan berjalan beriringan menuju mobilnya, keduanya masuk kedalam mobil dan Michael mulai melajukan mobilnya meninggalkan area taman.