bc

Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....

book_age16+
23.3K
IKUTI
84.1K
BACA
small town
childhood crush
like
intro-logo
Uraian

Menikah adalah impian setiap wanita dewasa. Namun, bagaimana jika kamu menikah dengan pria yang memiliki wajah buruk rupa?

Raihana Kamaya, wanita cantik itu menutup mata dan telinga dari cemoohan orang-orang yang menganggapnya bodoh, karena menikah dengan laki-laki yang langka. Berwajah seram dengan tanda lahir yang dia punya. Namun, Raihana yakin, jika pria itu memanglah jodoh yang dikirim Tuhan untuknya. Hingga akhirnya, keyakinan serta ketulusan cinta Raihana berbuah manis. Pria yang mengaku seorang supir taksi online itu ternyata bukan pria sembarangan. Dia bukan supir taksi online, dan tentunya jauh lebih baik dari penilaian orang terhadapnya.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1 pengantinku
"Si Raya, apa gak malu, ya punya pasangan kayak gitu?" ucap wanita yang paling tua diantara dua wanita lainnya. "Iya, ya. Kalau aku, pasti malu banget. Ogah, nikah sama laki-laki macam calon suaminya si Raya." Naima menimpali. "Lebih baik jomblo, daripada malu seumur hidup." "Mungkin matanya ketutupan ...," ujar Naima menggantungkan ucapannya. Tiga wanita seumuranku, berhenti berkata saat mereka menyadari kedatanganku di dapur. Mereka pura-pura sibuk dan hanya tersenyum tipis padaku.  Perut yang tadinya terasa lapar, kini sudah kenyang dengan sendirinya. Ucapan-ucapan mereka yang membuatku tidak memiliki nafsu makan.  "Ra, bukannya mau makan? Kok, malah diam saja?" ucap Ibu yang menyusulku ke dapur. "Hmm ... sepertinya tidak jadi, Bu. Nanti saja, aku mau lihat yang pasang dekor dulu," jawabku yang langsung pergi meninggalkan dapur. Banyak sekali orang di rumahku. Mereka datang dengan sukarela untuk membantu memasak dan mempersiapkan pernikahanku. Termasuk, ketiga wanita tadi yang tidak lain adalah sepupuku. Anak dari kakak, dan adiknya Ibu. Suara-suara sumbang seperti tadi, bukan hanya sekali aku dengar. Sudah sejak acara lamaran dua bulan yang lalu, aku sudah jadi bahan omongan di kampung ini.  Alasannya?  Ya, karena calon pengantinku tidak seperti yang mereka harapkan. Mereka tidak menyangka jika aku akan menerima pinangan seorang pria yang seperti itu.  Bahkan, beberapa dari mereka ada juga yang bertanya langsung kenapa aku menerima pinangan dari laki-laki yang aneh seperti calon suamiku itu. "Jodoh."  Hanya satu kata sebagai jawaban dari bibirku. * "Ibu, mau tanya sekali lagi, Raya. Kamu yakin dengan pilihanmu?"  Wanita yang telah melahirkanku dua puluh lima tahun yang lalu, duduk dengan anggun di depanku. Diambilnya tanganku, ditatapnya mataku dengan begitu lekat. "Insya Allah, Bu. Raya, yakin." Kulihat Ibu mengembuskan napas dengan berat. Pertanyaan itu selalu Ibu tanyakan padaku. Bahkan, sekarang pun. Disaat waktu pernikahanku tinggal menghitung jam. "Ini untuk yang terakhir kali Ibu bertanya. Kamu yakin, dengan pilihanmu?" "Sangat yakin, Ibu," jawabku. Sungguh, tidak ada keraguan dalam ucapanku. Aku memang sudah sangat siap menikah. Apa pun dan bagaimanapun keadaan suamiku nanti, aku akan menerimanya. Insya Allah. Tidak ada lagi kata dari bibir Ibu, ia mengusap surai hitam milikku yang baru saja disisir.  "Baiklah, Nak. Jika itu pilihanmu, Ibu bisa apa? Hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk putri Ibu," ucapnya bersiap untuk keluar dari kamarku. "Ibu!" panggilku. Wanita itu berbalik melihatku. "Restui pernikahan kami, Bu." "Tentu, anakku. Restuku menyertaimu." Ibu menghampiriku, mengecup pucuk kepalaku sangat lama.  Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Aku sudah siap dengan riasan pengantin khas Sunda. Musik sudah dinyalakan untuk menyambut kedatangan calon pengantin pria beserta rombongan. Kuintip dari kaca jendela kamarku, orang-orang sudah berkerumun memenuhi halaman rumah. Aku tahu, mereka datang bukan hanya untuk sekedar mendoakan pernikahanku. Tapi, juga penasaran dengan calon suamiku.  "Sudah pada datang, matikan musiknya!" Seseorang terdengar berteriak dari arah luar. Itu artinya, rombongan calon suamiku sudah hadir dan akad akan segera dimulai. "Apa aku keluar sekarang?" tanyaku pada MC yang tiba-tiba masuk. Ia memperbaiki riasan make-upnya.  "Jangan dulu, Neng Geulis. Nanti, kalau dipanggil baru keluar," ucapnya seraya kembali ke luar. Aku duduk dengan gusar. Rasanya jantungku berdetak sangat kencang. Udara berubah menjadi sedikit panas. Padahal kipas angin terus berputar sedari tadi. Beberapa kali aku menarik napas dengan begitu dalam, menghilangkan kegugupan yang teramat sangat. Pintu kamar terbuka kembali. Mimi, teman dekatku datang dan duduk mengapit lenganku. "Cie, cie ... calon manten, ciee ....!" "Apa, sih? Aku deg-degan, Mi." Mimi melihatku yang gelisah. Lalu, dia menepuk-nepuk pundakku dengan pelan. "Santuy, semuanya akan berjalan dengan lancar," ucapnya. Aku hanya mengangguk dan berdoa dalam hati. Semoga semuanya benar-benar lancar dan berjalan sebagaimana mestinya. MC sudah mulai bersuara. Acara penyambutan sudah dilakukan oleh pihak dari keluargaku. Aku mengintip dari kaca, melihat dia yang berdiri tegak dengan diapit kedua orang tuanya.  Jika dibandingkan denganku, calon suamiku memang jauh di bawahku. Bukannya aku sombong, tapi pada kenyataannya memang seperti itu. Kata orang-orang, aku itu cantik, kulit putih bersih, hidung mancung, dengan pipi kemerahan. Namun, calon suamiku .... "Astaghfirullah ...," lirihku seraya memejamkan mata. Aku menghapus pikiran burukku. Bagaimanapun, aku sudah menerima dia apa pun keadaannya. Aku harus kuat iman, jangan gara-gara dia seperti itu, aku jadi membatalkan pernikahan dan kabur dari pelaminan.  "Kenapa, Ra? Kebelet?" tanya Mimi. "Tidak, Mi. Aku deg-degan," ucapku berbohong. "Pengantin wanitanya silahkan dibawa keluar!" MC berseru dengan suara yang halus. Dibantu Mimi, aku keluar dari kamar. Tanganku sangat dingin, apalagi setelah melihat banyak sekali orang-orang di luar sana. Tua, muda, anak-anak sampai lansia pun turut hadir menyaksikan pernikahanku.  Sebagian dari mereka pun mengabadikan momen ini. Memotret dengan ponsel pintar mereka, dan mungkin akan disebarkan di dunia maya. "Sudah siap untuk ijab qobul, Nak Raffi?" tanya penghulu saat aku sudah duduk di samping calon suamiku yang diam dan hanya mengangguk. "Coba, dilihat dulu pengantin wanitanya. Benar, itu wanita yang akan kamu nikahi? Takutnya nanti tertukar sama juru masak," ujar Pak Penghulu membuat guyonan. "Betul, dia, Pak," ucap pria di sampingku. "Baiklah kalau begitu. Neng Raihana Kamaya, coba dilihat dulu calonnya. Betul, jika dia laki-laki pilihanmu?" Sekarang pertanyaan yang sama dilemparkan padaku. Aku memutar sedikit kepalaku, melihat ke arah kanan, di mana laki-laki itu berada. Dari jarak yang dekat seperti ini, aku bisa melihat dengan jelas dirinya yang .... Ya Allah .... Bersambung

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook