"Hari ini kita memantapkan langkah kaki yang kaku. Tapi entah kenapa tiada ragu saat kau di dekatku, ku ingin bahagia bersamamu"
Sesuai dengan yang dikatakan Riko kemarin. Hari ini dia pergi ke kampung halamannya yaitu Pasaman Barat. Orang tua Riko sama-sama perantau, mereka merantau ke Pasaman lalu menikah dan memilih untuk menetap di Pasaman bersama 3 orang anak. Riko adalah anak pertama. Dia memiliki 1 adik perempuan dan 1 adik laki-laki yang usianya hanya dua tahun lebih muda dari nya. Saudaranya yang perempuan bernama Hana saat ini masih kelas 5 SD sedang adik laki-lakinya yang bernama Geri duduk di bangku SMA kelas 2.
Sebenarnya Geri dan Riko sama-sama sekolah di Padang. Geri sekolah di salah satu SMA Negeri yang ada di kota Padang yaitu SMAN 1 Kota Padang, sedangkan Riko sendiri kuliah di UNP fakultas Teknik Informatika. Walaupun keduanya sekolah di kota yang sama tetapi keduanya tidak tinggal di kos yang sama. Pasalnya Riko dan Geri tidak akur. Keduanya sering bertengkar dan sulit bersatu. Keduanya sama-sama keras kepala dan egois. Riko berasal dari keluarga yang berada walaupun bukan kaya raya. Ayah nya seorang pegawai Bank dan ibunya punya usaha kuliner di Pasaman Barat. Keluarga ini tergolong keluarga yang sangat harmonis dan saling menyayangi. Mereka juga hampir tidak pernah ribut ataupun bertengkar. Ibu Lia dan bapak Petrus adalah orang tua yang sangat di segani di lingkungan tempat tinggal mereka.
Riko mengendarai motor dari Padang ke Pasaman memakan waktu hampir 3 jam. Sebenarnya dia tidak begitu yakin bisa membicarakan hal ini pada ke dua orang tuanya. Tapi sebagai pria gentlemen dia harus bisa mengambil tanggung jawab. Setelah mengendarai motor selama hampir 3 jam akhirnya Riko sampai di rumah. Ibu Lia sangat terkejut melihat putra sulungnya tiba-tiba pulang, padahal dia tau betul kalau saat ini Riko punya jadwal kuliah. Riko menyalam tangan ibunya lalu dia meletakkan tas ke kamar. Rasanya terlalu cepat untuk meminta restu. Riko harus bersabar menunggu malam untuk membicarakan hal sebesar ini.
******
Di tempat lain tepatnya di kediaman Diana, ia terlihat sedang melamun. Pikirannya jauh melayang ke sebuah titik yang seperti nya tidak bercahaya. Dia hanya bisa menerawang bagaimana nasibnya nanti ketika dia dihadapkan pada titik gelap dari ke putus asa an yang mereka ambil. Matanya terasa sangat lembab karena terlalu sering menangis. Diana berusaha untuk bisa kuat dan tegar. Tapi sayang ke putus asa an selalu datang menghampiri. Entah apa yang akan terjadi, ia bahkan tak sanggup menatap biru nya langit.
******
Di ruang makan seluruh keluarga bapak Petrus yang ada di Pasaman sudah duduk di kursi masing-masing. Semuanya sangat antusias menyantap hidangan makan malam. Suasana di ruang makan sangat hangat. Tapi sayangnya Riko memilih untuk tidak bergeming. Dia hanya diam saja, hal ini yang membuat papa nya bingung sekaligus curiga. Karena tidak biasanya Riko seperti ini, namun demikian ia tidak ambil pusing, dalam benaknya mungkin saja Riko sedang lelah karena berjalan jauh seharian. Namun, dia akan bertanya setelah makan malam usai. Kegiatan makan malam pun usai, seluruh keluarga beranjak dari kursi menuju ruang keluarga. Kecuali Hana, dia membantu ibunya membersihkan meja makan seperti biasanya. Setelah semuanya beres Hana pun kembali ke kamar nya begitu pula dengan Ibu Lia. Sedang Riko dan bapak Petrus memilih duduk di ruang tv.
Tv di nyalakan untuk memecahkan suasana. Ayah dan anak ini terlihat tengah menyimak tayangan berita di tv, walaupun pada kenyataan tidak sama sekali. Mereka hanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Lalu Riko memberanikan diri untuk membuka pembicaraan.
"Pa.. ada yang mau Riko bahas sama papa".
"Apa?"
Sejujurnya Riko sangat gugup dan juga takut membicarakan hal ini pada Ayahnya. Tapi ia harus bisa. Dengan nafas yang berat Riko akhirnya memberanikan diri untuk bicara.
"Aku.. aku mau nikah Pa"
"Apa?" Hampir saja Riko membuat ayahnya terkena serangan jantung.
"Iya Pa, Riko mau nikah"
Ibunya yang menguping pembicaraan di balik kamar sontak terkejut lalu memutuskan untuk beranjak keluar kamar. Bahkan kehadiran Ibu Lia membuat mereka berdua terkejut.
"Kamu mau nikah?"
Sungguh nada yang sangat keras dan mampu membuat Riko ketakutan.
"Jangan bilang kalau kamu menghamili anak orang"
Walaupun sebenarnya iya, tapi Riko tetap tidak ingin membongkar rahasia ini.
"Tidak Ma.. Riko mau nikah karena Riko sayang degan pacar Riko. Dan Riko nggak mau nanti Riko malah salah langkah dan nantinya malah membuat gosip di mana-mana"
"Kamu tau kan apa yang baru saja kamu katakan! Kamu mau nikah, emang kamu pikir nikah itu gampang apa?"
Ayahnya benar-benar berusaha keras mengatur emosi agar tetap tenang.
"Aku sadar Pa, karena aku sadar maka dari itu aku ke sini minta restu dari Mama dan Papa"
"Kamu Mama kuliahin baik-baik bukannya bawa kabar baik, kamu malah ngasih kabar kayak gini, kamu pikir ini lucu Riko?"
"Riko tau ini bukan lelucon Ma. Riko hanya merasa nggak ada salah nya nikah muda. Banyak kok orang yang nikah muda tapi masih bisa sukses"
"Sukses nikah? Hufff.. kamu Bahkan masih 19 tahun. Tau apa kamu dengan pernikahan?"
"Pa ma, emang pernikahan itu salah apa?
"Enggak" jawaban mereka hampir sama.
"Nggak salah Riko, tapi belum tepat waktu. Kamu masih 19 tahun, kamu saja masih kuliah, semua kebutuhan kamu masih papa yang tanggung. Dan satu lagi menikah membutuhkan kesiapan mental. Kamu pikir kamu bisa melawati semua rintangan yang ada? Nikah tidak mudah Riko".
"Riko ngerti Pa, tapi Riko pengen nikah"
"Mama jadi curiga kenapa kamu tiba-tiba mau nikah lalu ngotot pula. Jangan-jangan kamu memang menghamili anak orang, ayo jawab jujur!"
"Ma aku nggak sejahat itu juga Ma. Aku merasa kalau udah siap buat nikah"
"Siap apa? Memang nya kamu udah punya pekerjaan? Jajan saja masih minta sama Papa".
"Terserah Papa sama Mama mau ngomong apa. Intinya aku pengen nikah itu aja titik"
"Riko kamu mau kemana? Papa sama Mama belum selesai bicara, Riko!"
Riko tidak peduli dengan panggilan ayahnya. Dia juga sebenarnya tidak ingin berdebat dengan orang tua. Bahkan dia sendiri juga tidak mau menikah. Siapa juga yang mau nikah di usia 19? Yang benar saja!.
Riko menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Di pejamkannya mata untuk bernafas sejenak. Ini benar-benar berat. Sungguh amat teramat berat. Bahkan ia sulit mengatur nafas yang sesak, ia tengah berusaha menutup mata agar bisa beristirahat. Namun setiap saat menutup matanya selalu membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi nanti.
Bahkan ia sempat berpikir bagaimana jika nanti orang tuanya tidak memberi izin dalam waktu dekat selama satu bulan, maka tamatlah riwayat mereka berdua. Jika orang tuanya tidak merestui maka rencana awal mereka gagal. Riko tidak akan bisa menjaga nama baiknya Diana.