Part 5

1357 Kata
"Beri aku kekuatan dan keyakinan untuk meyakinkan ayah ibuku agar aku bisa menjadikan mu istri ku" Ke esokan harinya Riko ke luar kamar. Dia memperhatikan seisi rumah. Rumah terlihat sepi, bagaimana tidak semua keluarga pergi untuk aktifitas masing-masing. Ayah pergi ke kantor, Hana ke sekolah dan Ibunya ke warung makan. Riko melangkah hendak mencari makanan untuk sarapan. Di meja makan tersedia nasi goreng kesukaannya. Maka ia pun langsung menyantap makanan tersebut. Sedang asik mengunyah Riko teringat akan Diana. Lalu dia mengambil ponsel dan menelpon Diana. "Halo Din" "Hai Ko" Suara Diana terdengar parau dan kurang bersahabat. "Kamu kenapa sakit?" "Nggak, aku nggak papa. Cuman agak pusing aja" "Kenapa? Emang kamu belum makan?" "Udah, maksudku kalau semalam udah, tapi sekarang belum" "Kenapa? Ini udah jam 10 loh, masak kamu belum makan. Ntar kamu sakit gimana?" "Nggak kok, iya nanti aku makan juga" "Ok" "Gimana?" "Apa?" "Kamu udah bicara sama orang tua?" "Oh itu.. iya Din, tapi kamu sabar ya soalnya ortu aku syok banget, jadi belum bisa menemukan titik terang" "Oh gitu.. iya deh nggak papa" "Yang jelas, kamu jangan cerita ke siapapun kalau kamu lagi hamil. Terus satu lagi, kalau kamu mau muntah pelan-pelan aja ya. Pokoknya jangan sampai keluarga kamu curiga, ok!" "Iya ok, tapi Ko.. kamu yakin rencana kita bisa berhasil?" "Nggak, aku nggak yakin, semalam aja Papa sama Mama syok setengah mati. Tapi aku akan berusaha Din, kamu tenang aja" "Ok" "Ya udah aku mau mandi dulu yah. Aku mau ke warung buat bantu mama di warung" "Iya.. hati-hati ya di sana. Ingat kamu nggak boleh emosi di depan orang tua, bagaimana pun juga ini semua adalah kesalahan kita. Kamu nggak boleh marah dengan orang tua, kamu bisa kan" "Iya pasti. Aku bakalan hadapi ini dengan sangat dewasa" "Thank Ko" "Aku yang harusnya berterima kasih, dan aku juga yang seharusnya minta maaf" "Aku ngerti, ya udah kamu mandi sana, aku juga mau siap-siap ke kampus" "Ok bye" "Bye" Setelah menutup telepon Riko langsung ke kamar mandi. Selang 15 menit menyiapkan diri, Riko bergegas menuju warung makan. Ketika wajahnya bertemu dengan ibunya, Riko merunduk sebab Ia tau ibunya masih kesal dengan nya saat ini atas pembahasan mereka semalam. Benar saja ibu Lia sedari tadi terlihat dengan wajah yang muram. Dia masih tidak habis pikir kalau anak nya akan memberikan berita yang seperti itu. Sebagai seorang ibu ia tidak senang dan ia sangat kecewa. Apalagi jika dugaannya benar, bahwa Riko menikah karena menghamili gadis lain. Bisa bisa dia akan mendaratkan tamparan yang sangat keras di wajahnya Riko suatu hari nanti. Ibu Lia terlihat berusaha keras mengatur emosi nya yang masih memuncak. Dia terlihat menarik nafas beberapa kali. Pelayan yang bekerja di warung melihat ada yang aneh dengan mereka berdua, mereka bingung dengan wajah tegang antara ibu dan anak ini. Namun mereka takut untuk menanyakan apa yang terjadi pada Riko atas perubahan sikap ibunya itu. Alhasil mereka hanya menduga duga dalam hati. Kemudian untuk mencairkan suasana yang kaku itu Riko berusaha mengambil kembali simpati ibunya. "Ma.. Riko mau bantu Mama di warung ya" "Kamu mau bantu apa?" Ibu Lia refleks menjawab anaknya dengan ketus. "Apa aja Ma, daripada nggak ada kerjaan di rumah" "Ya udah kamu bantu kakak kakak ini antarin makanan ini ke meja sana, terus kamu ambil piring-piring kotor di meja-meja itu, lalu bawa semua ke dapur dan tolong cucikan. SEMUA" "Iya Ma" Tanpa pikir panjang Riko langsung melakukan apa yang di perintahkan Mamanya. Ibu Lia memperhatikan secara seksama bagaimana anaknya sangat telaten melayani pelanggan. Tapi walau demikian ia tidak dapat menerima keputusan Riko untuk menikah di usia muda. Ia masih tidak habis pikir anaknya akan menikah di usia muda, dia bahkan belum genap 20 tahun. Riko menyelesaikan tugas-tugas nya tanpa ada istirahat, karena tak sedikit pun ia merasa kelelahan. Beban yang saat ini di pikirannya membuat nya lupa dengan segala hal. Namun tak sedikitpun Riko memberitahu kepada keluarga tentang apa yang tengah mengacaukan pikiran nya saat ini. Malam pun tiba, sekali lagi Riko membuka percakapan tentang niatnya untuk menikah. Di tengah ke sunyian mereka bertiga duduk dalam ketegangan yang tak terkira. Beberapa kali bapak Petrus mengatur pernapasan nya yang sedikit sesak. "Pa Ma.." Riko memberanikan diri untuk bicara, walau sebenarnya ia tau orang tuanya masih enggan untuk bicara padanya. Mereka tidak menyahut, keduanya hanya melirik dengan tatapan penuh arti, dalam artian mereka tengah kecewa. "Aku tau ini terdengar buruk untuk kalian berdua. Tapi Riko harap Mama sama Papa bisa mengerti apa tujuan Riko Ma Pa" "Emang nya tujuan kamu apa mau nikah muda?" Jawab Ibu Lia dengan ketus dengan sedikit memiringkan badan ke arah Riko. "Riko pengen punya seseorang yang bisa Riko jadikan support system yang bisa Riko bawa kemana-mana Pa Ma. Maksud Riko gini, Riko udah gede Pa Ma. Ada beberapa hal ketika Riko lagi berduaan dengan cewek Riko pengen ngelakuin nya Pa Ma. Tapi karena Riko sadar, kalau Riko nggak bisa ngelakuin 'hal itu' karena Riko belum nikah akhirnya Riko urungi niat itu Ma Pa. Tapi sampai kapan Riko harus menyiksa diri untuk nahan diri biar Riko bisa tetap pada batasan sementara tubuh Riko ini nggak bisa nahan Pa. Pasti Papa ngerti kan apa yang Riko maksud. Papa ngerasain juga kan Pa. Beda dengan perempuan Pa, mereka bisa aja nahan atau bahkan nggak ngelakuin 'itu' pun seumur hidup bisa. Tapi kita sebagai laki-laki nggak bisa kan Pa?" "Kamu tuh ya selain udah pandai bohong sekarang kamu belajar ngarang. Kamu jelasin panjang kali lebar hanya untuk menutupi kesalahan kamu. Bilang aja kalau kamu udah menghamili anak orang" Riko nggak tau harus jawab apa?. Ternyata usaha nya untuk menutupi aib bahwa Diana tengah hamil tidak berjalan dengan lancar. Ia pun kehabisan akal untuk mencari alasan yang tepat untuk membuat orang tuanya percaya. "Riko Mama percaya sama kamu, tapi kenapa kamu harus berbelok-belok minta restu. Mama kenal anak mama kalaupun Mama mau meyakinkan diri bahwa anak mama tidak seperti 'itu' mama yakin kamu nggak akan mungkin minta nikah di usia muda. Sekarang mama tanya kamu, seberapa besar keinginan kamu buat nikah?" Air mata Riko jatuh di pipi. Ia pun tak kuasa menahan tangis walaupun ia tidak menangis sepilu wanita. Riko tidak mampu menjawab, yang bisa ia lakukan hanyalah menyeka air mata sembari memalingkan muka. Sedang ayahnya hanya bisa menarik nafas. "Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan ibumu?" Riko berusaha menenangkan diri agar bisa memberikan jawaban. "Sebesar keinginan Riko untuk kuliah Ma" "Kamu mau nikah atau kuliah?" "Riko mau nikah tanpa harus berhenti kuliah" "Kamu bercanda! Kamu pikir kamu bisa bayar uang kuliah sementara kamu punya istri yang harus kamu tanggung jawapi? Kamu tidak tau bagaimana susahnya menikah Riko. Mama aja yang sudah hampir 20 tahun menjalani pernikahan masih susah menjalaninya apa lagi kamu yang nggak tau apa-apa. Kamu jajan aja masih dari Mana, kamu mau beli sesuatu masih minta dari mama. Sekarang kamu malah sok-sok an mau nikah tapi tetap kuliah. Apa kamu sudah berpikir matang-matang sebelum mengambil keputusan?" "Udah Ma, tenangkan diri dulu. Kita harus cari tau kenapa Riko mau menikah. Jangan terlampau emosi, tenang... tenang.." Riko hanya bisa diam. "Sekarang Papa mau kamu jawab jujur, kamu nikah karena pacar kamu hamil atau bukan?" "Nggak Pa, Riko nikah karena Riko pengen Pa" "Baik, berarti kamu tidak dalam keadaan terdesak. Kalau begitu Papa tidak akan merestui, tapi kalau memang pacar kamu hamil, Papa akan merestui" Seketika air mata Riko jatuh sederas-derasnya. Dengan reaksi ini saja mereka sudah bisa menebak bahwa firasat mereka benar. Tanpa mereka sadari mereka pun ikut menangis. Lalu Riko beranjak dari tempat duduknya lalu ia sujud di kaki kedua orang tua nya sambil menangis. "Riko nggak sengaja Pa, Riko nggak ada maksud buat merusak orang lain Pa, Ma.. Riko benar-benar nggak tau Pa kalau hal ini bakalan terjadi di dalam kehidupan Riko. Riko nyesal Pa.. Riko nyesal.. Riko nggak bermaksud buat melukai hati Papa sama Mama" Riko masih menangis, begitu pula dengan kedua orang tuanya. Ketiganya tak urung menyudahi kesedihan mereka. Kemudian Riko melepas pelukannya dari pangkuan kedua orang tuanya. Lalu dia duduk di lantai sambil menghapus air mata. Lalu dia mencoba untuk menenangkan diri. "Aku minta maaf Ma Pa. Riko harap Mama sama Papa bisa maafin Riko" "Mama kecewa Riko, mama kecewa" "Maafin Riko Ma" Kembali air mata jatuh di pipi Riko.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN