01. Malam yang kelabu
Malam ini suasana begitu sunyi di sebuah rumah yang sangat megah. Di salah satu kamarnya, ada seorang gadis terduduk sendiri di kamarnya. Menatap gemerlap bintang yang menemani sang rembulan. Malam ini adalah malam minggu. Aryo-Papa Rere sedang di luar kota. Asisten di rumahnya tengah izin pulang kampung. Tinggal di rumah sendirian membuatnya lebih memilih duduk di sudut kamar tidurnya seraya menatap keluar jendela yang sengaja dibuka olehnya.
Rere mengulurkan tangannya meraih sebuah album foto. Kenangan masa lalu terbayang kembali dipikirannya. Tangannya terhenti untuk membalikkan foto berikutnya, foto itu memperlihatkan seorang siswa dan siswi yang memakai seragam SMA tengah merangkul dengan senyum yang merekah diantara mereka.
Rere tersenyum samar. Lagi dan lagi ia mengingat kejadian itu. Kejadian dimana ia kehilangan sosok yang dicintainya.
"Gue nggak tau apa alasan lo ninggalin gue sendiri di dunia ini?" ucapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Hatinya mulai bergejolak tak karuan. Saat mengingat kejadian,
1 tahun yang lalu....
Flashback on
Tiga orang anak remaja tengah berkumpul di sebuah Cafe yang tak jauh dari sekolah mereka.
"Han, lo kapan ke rumah susul Rere ke Singapura?" tanya Dimas-sahabat Rere setelah meneguk jus yang ia pesan.
"Nanti besok gue ke sana."jawab Farhan.
"Lo yakin?" Kali ini bukan Dimas yang berbicara, melainkan Ulfa yang sedari tadi memperhatikan Farhan.
Farhan mengangguk. Karena sebenarnya, ia juga merindukan kekasihnya yang tengah menghabiskan waktu liburan di Singapura.
"Gue nggak rela lo susul Rere kesana, Han!" batin Ulfa.
"Syukurlah. Gue capek di tanya mulu sama Rere!" kesal Dimas.
"Udah, sekarang lo tenang. Lo nggak akan di tanya lagi sama Rere. Besok gue berangkat ke Singapura." jelas Farhan.
****
"Guys, gue pamit" ucap Farhan memeluk Dimas kemudian Ulfa.
"Hati-hati di jalan ya, Han"! ucap Ulfa dengan berat hati.
"Iya, Fa."
"Lo nggak mau gue antar ke bandara?" tanya Dimas.
"Nggak usah Dim, gue naik taksi aja!" ucap Farhan meninggalkan mereka. Kemudian, beranjak menuju taksi yang sudah berada di depan rumahnya. Ia harap dengan perginya ke Singapura dapat membuat sang pemilik hatinya bahagia.
***
"Halo Re?" ucap Dimas dengan suara serak.
"Iya, ada apa, Mas?"
"Hiks...hiks Re, lo yang sabar ya.. Pesawat yang Farhan tumpangi kecelakaan."
"Ng...nggak mungkin! Lo bercanda 'kan?!" ucap Rere tak percaya.
Tak ada sahutan dari Dimas.
Seketika, tubuhnya melemas sehingga ponsel yang ia genggam terlepas dari tangannya. Ia tak pernah menyangka jika hal itu akan terjadi. Mungkin memang tak seharusnya Farhan pergi menyusulnya. Jika tahu akhirnya akan seperti ini, Rere tak akan memaksa Farhan. Tak akan memaksa. Tetapi, nasi sudah menjadi bubur dan hanya meninggalkan sebuah penyesalan.
Sudah beberapa rumah sakit ia datangi bersama Aryo, Dimas dan Ulfa, tetapi belum juga menemukan Farhan. Sudah banyak jasad yang diotopsi dan dinyatakan meninggal dunia. Hal itu menambah pedih di hati Rere. Sejak mendapat kabar dari Dimas ia tak kunjung menahan tangisnya hingga kini.
1 minggu berlalu....
Tak ada kabar dari pihak rumah sakit ataupun tim SAR tentang ditemukannya Farhan. Mereka beranggapan jika Farhan meninggal dan kemungkinan jasadnya dimakan oleh ikan besar, karena pesawat yang ia tumpangi jatuh ke lautan.
Hatinya telah hancur berkeping-keping mendengar ucapan tim SAR. Sungguh, ia tak sanggup melanjutkan hidup tanpanya. Karena Farhan adalah semangat hidupnya. Bukan orangtua ataupun keluarga.
Kondisi kesehatan Rere semakin memburuk, ia sering bolak balik ke rumah sakit. Karena terlalu larut dalam kesedihannya membuatnya jauh dari makanan, ia lebih sering melamun. Rere kehilangan semangat hidupnya. Bahkan hampir depresi. Ia bertahan sampai saat ini karena suatu hal yang Farhan janjikan di umur yang ke-20 nya, yang sudah lama disiapkan oleh Farhan dan itu ia titipkan kepada Dimas. Dengan terpaksa Rere harus menunggu.
Setelah kejadian itu, Ulfa membenci sahabatnya sendiri, karena ia menganggap bahwa Rere yang menyebabkan Farhan meninggal. Selama Rere di Singapura, ia selalu memohon kepada Farhan agar menyusulnya ke sana. Dan itu menjadi alasan kuat Ulfa membenci Rere. Sejak saat itu Ulfa selalu mengatakan Rere adalah Pembunuh!. Luka di hatinya semakin amat terasa ketika Ulfa memutuskan hubungan dengannya. Begitu juga dengan teman yang lainnya di sekolah, mereka semua di hasut oleh Ulfa untuk membenci Rere.
"Karena lo! Gue kehilangan orang yang gue cinta."
Perkataan Ulfa membuat Rere semakin stress. Ia tak pernah tahu jika Ulfa mencintai kekasihnya sendiri. Memang Ulfa lebih dulu mengenal Farhan dari pada dirinya. Tetapi seingatnya, Dimas-lah yang mencintai Ulfa, jadi wajar saja jika Dimas ikut menjauhinya meskipun hanya dihadapan Ulfa.
Flashback off
Rere menghela nafas panjang saat melihat layar ponselnya menyala, karena ada panggilan masuk. Ia semakin jengah ketika membaca nama pemanggil itu.
Bima
Is Calling....
Rere menyeka air matanya dan menerima panggilan tersebut.
"Apaan sih lo! Malem-malem telpon gue?!" dumel Rere dengan suara sedikit serak.
"Nggak usah ngegas kali Mbaknya... Lo pasti abis nangis 'kan?" tebak Bima.
Bima adalah kakak sepupunya. Ia yang selalu ada untuknya setelah kepergian Farhan. Hanya dia.
"Eng...enggak kok" sahut Rere gelagapan, pasalnya ia bingung bagaimana Bima tahu jika dirinya habis menangis?.
"Nggak usah bohong Re! Siapa yang bikin lo nangis?! Bilang sama gue!" ucap Bima yang tidak akan tega jika adik sepupunya ini menangis.
"Apa Ulfa? Bilang sama gue! Gue bakal kasih pelajaran sama orang yang bikin sepupu gue nangis!"
"Berlebihan lo, Bim." ucap Rere menarik sudut bibirnya. Karena itu bukan kali pertama Bima mengatakan hal tersebut. Setiap dirinya menangis, pasti Bima akan berkata seperti itu.
"Berlebihan gimana? Gue nih sayang sama lo Re!" ucapnya menekan kalimat terakhir yang diucapkannya
"Iya, gue juga sayang banget sama lo!" ujar Rere dengan menekan kalimat terakhir yang diucapkannya juga.
"Udah berapa kali gue bilang! Gue ini lebih tua dari lo, panggil gue Abang susah amat, sih!!" kesalnya pada Rere yang tidak pernah menuruti perkataannya untuk memanggilnya dengan embel-embel Abang.
"Iya iya maaf, Bang Bima." ucap Rere menurut.
"Btw, gue ada hiburan buat lo. Si Andre tantang lo lagi, Re!" ucap Bima tertawa.
"Sebenernya gue males meladeni Andre. Tapi gue nggak mau mundur gitu aja. Okelah gue terima, gue otw sekarang!" ujar Rere menyambar jaket kulitnya yang tersampir di kursi.
"Asshhiiaap." sahut Bima dengan semangat 45-nya.
Andre adalah sepupu dari musuh bebuyutan Rere. Siapa lagi, jika bukan Ulfa. Sejak persahabatan mereka putus, Ulfa selalu membuat rencana untuk mencelakakan Rere, lebih tepatnya membalas dendam, termasuk menyuruh Andre untuk balapan motor dengan Rere agar ia dapat mengalahkannya dan membuatnya malu. Tapi kali ini, Rere tak tahu, apa alasan Andre mengajaknya untuk balapan. Seingatnya, pekan ini ia tidak membuat masalah dengan Ulfa ataupun dirinya. Mungkin Andre masih tak terima dengan kekalahan saat bertanding minggu lalu. Tidak terlalu penting. Yang terpenting adalah ia harus mengalahkan Andre agar ia merasa kapok untuk tidak mengajaknya balapan lagi. Jika Papa-nya tahu, ia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukannya untuk menghukum anak gadisnya ini. Namun, dengan rapih, ia menutupi segala perilaku buruknya dari sang Papa.