“Hai mas bencong….mau apa kemari?” tanya Ayu sambil mengulum senyum.
“Siapa yang bencong? Nama itu kamu yang ngasih bukan mauku” jawabnya dengan mata melotot.
“Bencong nggak mau mengaku hehehe” selorohnya sembari tertawa terbahak-bahak.
“Haizz ini orang masih gila saja sejak dulu” katanya dengan wajah sebal.
“HAHAHAHA” tawaku terus menyembur membahana. Untunglah kami berada di dalam kamar dan kos dalam keadaan sepi. Jadi perdebatan kami tidak ada yang merasa terganggu. Jika tidak bisa-bisa kami di bawa ke Rumah Sakit Jiwa.
“Sudah DIAM” bentaknya dengan wajah memerah marah.
Bukannya terdiam tawaku bertambah kencang hingga sebuah buku mengenai keningku dengan telak.
“Awww….it’s hurt jerk” teriakku marah-marah.
“Sukurin. Mangkanya stop menggodaku” ujarnya dengan wajah sebalnya. Nih cewek kenapa juga tidak berubah sama sekali sih sejak jaman dahulu kala hingga sekarang tetap saja gila hhhhh nasib nasib.
“HHHHHHH” Luis atau Winda menghela nafas dengan berat. Helaan nafasnya membuat Ayu menoleh kepadanya dengan heran.
Mikir apa bencong satu itu, sampai menarik nafas seperti itu. Awas saja kalau mengatai aku gila lagi. Ayu hanya memandang Luis dengan mata yang disipitkan.
Luis melihat ini segera merubah raut wajahnya jika tidak ingin terkena imbas kegilaan Ayu.
“Dari raut wajahmu aku tahu kamu sudah mengingatku dengan baik. Jadi….” Luis bertanya dengan harapan Ayu akan menjawab dengan gamblang.
“Jadi…Apa?” tanya Ayu kebingungan.
“Aduh…..” Luis hanya bisa menepuk keningnya bingung. Ternyata tetap lemot cewek gila ini.
“Awww” Luis tiba-tiba berteriak sembari berjingkrak-jingkrak kesakitan. Luis mengelus-elus kepala bagian kirinya yang terkena sisi buku Ilmu Botani setebal 500 halaman.
“What the hell…” Umpat luis pada Ayu sambil memegangi kepalanya.
“Sekali lagi menghinaku, penjepit buku ini bakalan menancap dilehermu” Ancam Ayu kepada Luis yang sudah diam mematung. Luis akhirnya menyadari jika Ayu sudah kembali kepada dirinya sendiri. Kejam.
Sekali lagi Ayu mendengar semua percakapan yang Luis katakan dalam hatinya. Gawat, Penasehat gila sudah kembali. Setelah mengatakan itu, Luis segera menghilang sebelum penjepit kertas benar-benar menancap di lehernya.
Ayu yang melihat Luis menghilang dengan cepat hanya bisa menghela nafas sambil mengelus-elus dadanya. Bencong kurang ajar. Awas saja kalau datang lagi, kumutilasi kamu.
Ayu yang sudah jengkel dengan Luis hanya bisa diam tanpa melakukan apapun lagi. Kenapa semua ini terjadi? Apa hubungannya denganku? Siapa sebenarnya mereka?. Ah sudahlah lebih baik aku tidur saja. Dan tak lama kemudian Ayu pun tertidur.
Beberapa jam kemudia Ayu terbangun karena mendengar suara orang mengobrol dengan bahasa yang aneh.
“AAARRRRGGGHHH SIAPA KALIAN??” Teriak Ayu setelah memfokuskan penglihatannya.
“Nduk nduk nduk ada apa …” Teriak seseorang yang ternyata adalah Cukong yang Lari menghampiri kamar Ayu dengan tergesa-gesa, takut terjadi apa-apa dengan Ayu.
“Ada apa nduk?” ulang cukong sambil menatap mata Ayu yang masih ketakutan.
“Itu Cukong….Mereka …..” tanya Ayu gugup.
“Siapa….” tanya cukong kebingungan.
“Itu….” Tunjuk Ayu kepada kelompok yang sedang berdiskusi tanpa mengacuhkan Cukong yang sudah masuk dan duduk di depan Ayu.
“Siapa to nduk?” sekali lagi Cukong bertanya dengan menatap ke arah yang Ayu tunjuk. Namun tidak ada apa-apa.
“Itu lho Cukong, mereka yang sedang berdiskusi disana” Tunjuk Ayu kekeh.
“Tidak ada siapa-siapa disana nduk. Wes lah wong gak ada siapa-siapa. Sana mandi terus sholat” cukong beranjak pergi dari hadapan Ayu yang masih kebingungan.
“Siapa kalian? Kenapa Cukong tidak bisa melihat kalian?” cerca Ayu kepada keempat orang yang sudah duduk bersila hormat.
“Nyai….Kami adalah empat Panglima pengawal Bidadari merah. Saya Panglima Kumbang sebagaimana Nyai sudah mengenal hamba. Dia adalah Panglima Anjengan atau yang Nyai kenal sebagai Panglima putih. Sebelahnya adalah Panglima Junjung atau Panglima Kuning, dan yang terakhir adalah Panglima Krisno atau Panglima Hijau” terang Panglima Kumbang dengan harapan Ayu akan memahami siapa mereka sebenarnya. Namun tanpa Panglima Kumbang ketahui Ayu sebenarnya tidak mendengarkan apa yang dijelaskannya, karena Ayu sudah kembali terbuai dalam mimpi.
Suara dengkuran halus membuat keempatnya mendongak secara bersamaan dan saling menatap heran. Suara apa itu?. Kemudia dilihatnya Ayu yang sudah pulas tertidur. Tanpa peduli kepada mereka kembali.
“Nah dia tidur….Nyai Nyai masih saja tidak berubah” Panglima Putih mengeleng-gelengkan kepala sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Panglima Kuning dan Hijau hanya tertawa terbahak-bahak. Justru hal inilah yang membuat mereka senang mengikuti atau mengawal Ayu kemanapun dia pergi tanpa sepengetahuannya.
“Aduh…Nyai ….masa iya saya serdang bercerita ditinggal tidur?” Panglima Merah adalah Panglima yang paling serius dari keempatnya, hanya menggelengkan kepalanya dengan senyum memaklumi.
“Nyai masih belum berubah. Tampaknya Nyai akan baik-baik saja” ujar Panglima Putih sambil tersenyum.
“Semoga demikian Aki. Karena garis takdirnya akan sangat berat dalam kehidupan saat ini. Kesedihan demi kesedihan akan terus datang kepanya seperti air. Dan Ratu tidak berniat untuk membantu sepertinya. Sebenarnya ada apa dengan mereka?”
“Entahlah Panglima. Biasanya mereka seiya sekata namun di kehidupan ini, mereka berdiri sendiri-sendiri”
“Benar. Sebenarnya ada apa dengan keduanya”
“Panglima tidak bisakah kamu mencari tahu tentang sebab musababnya?”
“Akan aku coba, namun aku tidak bisa berjanji. Karena yang kita hadapi adalah kedua orang terkuat di Kerajaan kita”
“Kami akan bantu Panglima. Walaupun kami tidak sekuat kamu, tapi kami akan berusaha membantumu” ujar Panglima Putih. Entah mengapa perasaan Panglima Putih tidak enak.
Selama dirinya mengikuti Ayu, belum pernah dilihatnya Ayu tertidur saat menerima laporan. Ya pernah sekali namun tidak selama ini. Paling hanya lima menit Ayu akan terbangun dengan jawaban yang mereka perlukan darinya. Namun tidak saat ini.
Mereka menunggu hingga adzan subuh namun tidak ada tanda-tanda Ayu akan terbangun. Panglima Merah menoleh ke Panglima putih dengan tatapan kenapa belum bangun? Ini sudah subuh.
Panglima Putih yang mendapat tatapan seperti itu hanya bisa mengangkat kedua bahunya. Tanda tidak mengerti juga.
“Apa mungkin Nyai sedang datang bulan?” ujar Panglima kuning tiba-tiba dan membuat lainnya menatap dirinya bingung.
Panglima Putih beringsut mendekati Ayu dan mengambil tangannya untuk memeriksa nadinya. Satu menit dua menit dan akhirnya dianggukkan kepalanya. Itu artinya Ayu memang sedang kedatangan tamu bulannanya.
“Ya pantas….ngebo….awww” teriak Panglima hijau mengelus kepalanya yang sakit, karena jitakan dari ketiganya.
“Ngomong sembarangan lagi tak bunuh kamu” sahut Panglima Merah marah yang kemudian hanya diangguki oleh Panglima Hijau. Bisa bahaya kalau nggak hehehe selorohnya dalam hati.
“Kapan Nyai akan bangun ya?” tanya Panglima Kuning.
“Masih lama kalau lagi begini” jawab Panglima Putih.
Krek…suara pintu dibuka dan masuklah Cukong dengan rambut yang dirol sana sini.
“Nduk…ayo bangun. Nggak kuliah kamu?” tanya Cukong sambil mengguncang-guncangkan bahu Ayu. Berharap Ayu segera bangun.
“Nduk….ayo bangun” sekali lagi bahu Ayu diguncang-guncangnya sambil membenahi rambut kribonya.
“Hmmmm….jam berapa Cukong” Ayu menggeliat malas dengan mata yang masih dipejamkan.
“Jam 8 pagi. Ayolah bangun. Biasanya jam 6 pagi sudah lari kekamar mandi”
“Nggak ada kuliah Cukong…malas ke kampus. Palingan gossip aja disana. Malas ah” Ayu kembali menarik selimut hingga bawah dagu.
“Wes to ayo bangun…..mandi terus sarapan sana. Wes masak semua”
“Iya yu…ayo bangun. Mulai kemarin ngapain aja di kamar. Bertelor kamu” Ujar Eqi masuk ke kamar Ayu dan menarik selimut Ayu hingga terbebas dari badan Ayu. Hal itu membuat Ayu kontan terbangun dan kemudian duduk. Sambil mengucek kedua matanya seperti kebiasaan setiap paginya.
“hhhhh aku semalam ngimpi aneh Qi…masak katanya aku seorang Penasehat lah, terus diikuti empat panglima warna lah…Aneh” Curhat Ayu ke Eqi temannya.
“Panglima warna itu siapa nduk? Kamu ini mesti hidup di duniamu sendiri” cukong menjawab sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Beneran ini Cukong, mereka…” seketika mata Ayu membelalak terkejut, ternyata mereka masih ada disana dan Cukong sedang membenahi pakaiannya disana.
Ayu menatap keempatnya tajam. Jika tatapan bisa membunuh maka dipastikan mereka sudah mati saat ini.
Seakan tahu arti tatapan Ayu, keempat Panglima membalikkan badan mereka mengahadap tembok, dengan sekali-kali Panglima Hijau mencuri curi pandang kepada Cukong dan dihadiahi pukulan di kepala oleh tongkat Panglima Putih.
“Awww….sakit Aki” Panglima hijau mengusap kepalanya kesakita.
“Pilih. Digetok pakai tongkat atau kamu muksa saat ini juga?” jawab Panglima Putih pelan.
“Nggak dua-duanya. Serem.” seloroh Panglima Hijau pelan dan akhirnya diam.
“Cukong…benahi pakaian di kamar mandi sono. Kamarku bukan kamar mandi tahu” ujar Ayu jengkel.
“Halah biasane juga aku betulin baju ya disini. Tumben protes”
“Iya Cukong betulin gih di kamar mandi jangan disini. Serem” ucap Eqi sambil menggidikkan bahu.
“Ada apa to?” tanya Cukong bingung.
“Sudah ayo kita keluar Cukong. Jangan jadi Model kucingan eh Model underwear kacangan disini” seloroh Eqi sambil melarikan diri secepatnya sebelum sisir Cukong menegenai dirinya.
“Ya sudah aku tak dandan dulu. Mau kencan nih”
“Idih yang mau kencan sama om om hahahaha” timpal Ayu dengan mengambil ancang-ancang untuk kabur dari Cukong secepat mungkin.
“AWASSSS KAMU NDUK” teriakan Marah Cukong dijawab dengan tawa Ayu dan Eqi bersamaan.
“Ayu….ayo cepat. Udah dingin tuh nasi mu” teriakan Eqi membahana di lantai satu rumah kos yang memang lagi sepi. Ya kami bertiga memang sudah tinggal skripsi saja. Sudah tidak perlu bersusah susah untuk memenuhi jadwal kuliah lagi. Hanya harus marathon mengejar Dosen Pembimbing terkait semua tuntutannya.
Setelah mandi dan rapi, Ayu duduk menghadap kepada keempat Panglima, menunggu mereka berbicara.
Melihat Ayu yang sudah duduk manis memeluk guling menatap dirinya, Panglima Merah bersiap meneruskan ceritanya. Namun sebelum memulai Ayu mengucapkan satu kata yang membuat keempatnya terkejut.
“Sudahlah…Jangan mengatakan apapun Panglima. Biarkan semua ini terjadi sesuai takdir yang sebenarnya. Jangan merubah apapun jika tidak ingin melihatku mati muda. Aku tahu siapa diriku sejak dulu namun aku memang tidak ingin mempercayainya. Aku ingin menjadi manusia normal seutuhnya. Aku juga tahu bagaimana akhir semua ini. Jadi biarlah….Akan kucoba menahan dan menanggung semuanya. Tapi rahasiakan ini semua dari yang lainnya. Jika tiba saatnya nanti aku yang akan menulis kisah ini dengan membuka semua rahasia yang terpendam dalam. Hanya satu yang kubenci, kenapa jodohku dibunuh sebelum waktunya? Dan mengapa yang lainnya dijauhkan dariku? 100 derita cinta. Dia yang memintaku mematikan rasa kenapa aku pula yang dihukum.?” Helaan nafas panjang Ayu mengakhiri kisahnya. Keempat Panglima menunduk semakin dalam. Mereka tahu apa yang akan dihadapi wanita di depan mereka sangatlah kejam dan penuh intrik bahkan menyakitkan. Bagi keempatnya Ayu sudah seperti anak Perempuan yang tidak pernah mereka miliki.
Semoga Tuhan mengurangi deritamu nduk. Bathin Panglima Putih dengan tanpa terasa menitikkan air mata.
Bersabarlah aku akan membantumu entah bagaimana caranya. Ungkapan Hati Panglima Merah di tujukan pada Ayu yang hanya terdiam.
“Sebenarnya Aku tahu kalian akan datang hanya saja aku tidak mengira waktunya secepat ini” Sekali lagi helaan nafas panjang keluar dari mulut Ayu.
“Saat ini adalah waktu yang tepat bagi Penasehat untuk menata semuanya sebelum menjadi lebih parah dari yang seharusnya.” Jelas Panglima Kuning yang memang mengetahui sedikit banyak apa yang akan terjadi kedepannya. Jika boleh berkata jujur ingin rasanya Panglima Kuning memberitahukan segalanya agar junjungannya dapat mengurangi deritanya. Namun Ayu tidak akan mau menerimanya. Biarlah takdir berjalan sesuai alurnya atau akan merusak tatanan yang ada.
Kemungkinan besar akan dirusak sendiri oleh Ratu mereka dan keluarganya. Hanya kemungkinan yang Penasehat sendiripun menolak prediksi tersebut.
“Sudahlah….kembalilah kalian kealam kalian. Temui aku jika pertanda pertama itu datang” Perintah Ayu yang diangguki oleh keempatnya.
Sebelum mereka pergi ada satu keinginan mereka yang hanya Ayu bisa mewujudkannya.
“Penasehat bisakah kami memohon satu hal saja” Panglima Merah memberanikan diri berbicara mewakili lainnya.
“Apa itu” Jawab Ayu.
“Jika tiba saatnya nanti Penasehat diasingkan Ratu, berjanjilah untuk membawa salah satu dari kami. Siapapun itu. Maukah Penasehat berjanji?”. Semoga Penasehat menerimanya. Harap Panglima Merah. Dirinya sangat khawatir kondisi Penasehat yang memburuk setiap harinya tanpa diketahui oleh yang lainnya. Sekalipun Sang Ratu sendiri.
“Tidak. Kalian tidak boleh mengikutiku” Jawaban Ayu membuat keempatnya seketika lemas.
“Jika boleh hamba tahu mengapa Penasehat?” Panglima putih mewakili lainnya memberanikan bertanya.
“Takdirku akan penuh luka dan derita yang bahkan kalianpun tidak akan bisa mengatasinya. Apalagi alam kalian berbeda denganku. Jika aku berhasil maka kita akan bertemu kembali, namun jika aku gagal maka jagalah anak-anakku. Terutama si Bungsu. Karena dialah takdir terberatku nantinya”. Ayu menatap keempatnya dengan senyum yang selalu melekat di mulutnya.
“Si Bungsu? Kenapa beliau?”
“Dia akan memusuhiku seperti aku adalah musuh dalam dagingnya. Dia merasa aku telah meninggalkannya, namun hingga aku tiada, dia tidak tahu kebenarannya. Itu tugas kalian nantinya. Bisakah aku menitipkan dia pada kalian? Aku tidak bisa menitipkan pada Mantan suamiku nantinya”. Jelas Ayu gamblang.
“MANTAN?” Keempatnya terperanjat kaget. Selama mereka mengenal Ayu tidak ada namanya Mantan suami, bagaimana bisa ada mantan suami sekarang?.
“Sudahlah…..Jagalah mereka untukku”. Pinta Ayu sekali lagi.
Panglima Merah menatap lainnya dengan pandangan tanya, Bagaimana ini?. Hingga akhirnya Panglima Putih menganggukkan kepalanya. Diikuti anggukan dua lainnya menjadikan sebuah kesepakatan mutlak.
“Kami akan menjaganya dan kami akan datang pada saat Penasehat membutuhkan kami. Kami tahu Penasehat tidak akan memanggil kami untuk datang tapi Kami akan tahu kapan harus datang” Jawab Panglima Kuning memberanikan diri.
“Tidak. Apapun yang terjadi padaku, kalian tidak boleh datang” Tegas Ayu mutlak.
“Kami akan tetap datang Penasehat” Tegas keempatnya.
Setelah mengatakan itu, Mereka menghilang dari hadapan Ayu dengan kecepatan cahaya.
Kalian tidak boleh datang, bahkan aku akan menidurkan keempat pengawal setiaku dan melupakan hari ini. Tidak ada yang boleh ikut campur kali ini. Karena takdir ini akan segera dimulai. Ya Allah semoga aku di berikan kekuatan yang maha dasyat, karena sungguh ini adalah sesuatu yang sangat berat.
Ayu tertidur dengan posisi masih duduk bersandar tembok. Dirinya tahu jika penyakit di kepalanya sudah bertambah parah setiap harinya. Aku harus menghadapinya. Kau membuatku mengalami ini, hanya karena keegoisanmu. Nenek. Kejam.