bc

Hati Yang Terluka

book_age18+
4.7K
IKUTI
30.9K
BACA
possessive
escape while being pregnant
second chance
pregnant
goodgirl
dare to love and hate
bxg
ambitious
city
royal
like
intro-logo
Uraian

[Tolong tekan tanda Love ya, terimakasih]

Aleya Lestari, seorang gadis manis yang hidupnya penuh dengan lika-liku perjuangan.

Setelah dirinya terusir dari rumah, lagi-lagi nasib buruk menimpa Aleya. Ada seorang pria yang menculiknya dan mengatakan ingin balas dendam terhadap keluarganya, malam itu hidup Aleya benar-benar hancur, masa depannya telah direnggut paksa oleh pria itu.

Setelah melewati masa-masa sulitnya, Aleya mulai berusaha membuka lembaran baru dan hidup dengan tenang, tapi ternyata kejadian malam itu membuahkan hasil.

Ya, Aleya hamil anak dari pria yang telah menghancurkan kehidupannya. Aleya berusaha tegar dan menerima takdirnya, ia menyayangi dan merawat anaknya dengan baik.

Dilain tempat, muncul berita bahwa Johan kecelakaan dan didiagnosa tidak bisa memiliki keturunan. Johan merasa hancur, ia merasa tidak berguna. Secercah harapan mulai tumbuh ketika ia mengetahui fakta bahwa dirinya memiliki anak dari Aleya, hasil dari perbuatan bejatnya dulu.

Johan berusaha mengambil anaknya dari Aleya, sedangkan Aleya tidak akan pernah membiarkan pria itu merebut kehidupannya lagi. Sudah cukup pria itu membawa luka, dan sekarang Aleya akan mempertahankan hak asuh anaknya.

Ditengah-tengah memperjuangkan hak asuh anaknya, Johan mulai merasa benih-benih cinta pada Aleya.

Akankah Johan berhasil merebut anaknya, atau malah terjebak dengan rasa cintanya pada Aleya?

**Masih ada typo, akan direvisi jika waktu luang

Cover : Pinterest

Font : PicsArt

chap-preview
Pratinjau gratis
1
Seorang gadis cantik tengah melamun memikirkan kejadian beberapa tahun silam, ia merindukan keluarga kecilnya yang harmonis. Aleya Lestari Hartono, nama yang indah dan secantik parasnya. Meskipun ia tidak memakai polesan pada wajahnya, tapi kecantikan alami nan teduh miliknya terpancar dan bersinar. Beberapa hari lalu usianya tepat menginjak angka dua puluh tahun, dirinya sudah mulai dewasa, semakin bertambah usia Aleya, ia malah terkesan bersedih. Sedih karena sudah lama Aleya ditinggalkan sang Ibu, sudah lama juga Aleya tidak merasakan kasih sayang dari wanita yang telah melahirkannya. Aleya menghela napas, lagi-lagi hatinya merasa tercubit tatkala mengingat kenangan lima tahun yang lalu, saat sang Ibu masih bersamanya dan menemaninya. Semua kenangan itu masih ia simpan rapat-rapat dalam benaknya, jika bisa, maka Aleya tidak ingin hidup tanpa Ibunya. Sesaat setelah Ibunya meninggal, satu tahun berselang Ayah Aleya memilih menikah lagi. Hartono, Ayah dari Aleya memilih seorang janda beranak satu menjadi istrinya, awalnya Aleya memberi izin Ayahnya untuk menikah, tapi ketika ia sudah mulai mengetahui sifat keluarga tirinya itu, Aleya menyesali keputusannya. Sinta, istri dari Hartono, yang juga merupakan ibu tirinya selalu menyuruh Aleya mengerjakan pekerjaan rumah bak pelayan. Zizi, adik tiri Aleya yang juga selalu menindas gadis itu, Zizi merasa tersaingi oleh Aleya. Hidupnya yang kesepian semakin menderita, Aleya sering diperlakukan semena-mena oleh Ibu tiri dan saudari tirinya. Tidak main-main mereka sering melukai fisik dan batin Aleya yang tengah dilanda kesedihan mendalam, dan hal ini tentunya tanpa sepengetahuan sang Ayah. Ayahnya selalu membela anak tiri dan istrinya, seolah-oleh buta oleh hasutan keduanya. Pertama kali Aleya diperkenalkan oleh keluarga tirinya, ia merasa bahagia karena akan memiliki keluarga baru dan bisa saling melengkapi. Namun, apalah daya ketika ia malah diperlakukan dengan semena-mena, Aleya bagai b***k dirumah sendiri. Kini, Aleya sudah tidak tinggal diam. Sedikitnya ia mampu melawan tindakan kedua orang itu, Aleya tidak ingin diperlakukan semena-mena lagi. Sudah cukup penderitaannya selama empat tahun ini, dan Aleya akan mulai bangkit menjadi wanita kuat. “Leya, Ayo berangkat!” Sebuah suara mengalun tepat ditelinga Aleya, gadis itu tersentak dari lamunannya. Tak terasa sudah lima belas menit ia melamunkan nasib buruknya selama ini. Saat ini ia berada diruang kelas kampusnya, setelah menyelesaikan jam terakhir, salah satu teman Aleya memintanya untuk mengunjungi sebuah toko buku. Hal ini membuat Aleya sedikit lebih tenang, karena setidaknya ia bisa melupakan sejenak beban yang menghantui pikirannya. “Iya, tunggu sebentar.” Aleya berdiri merapikan buku catatan kuliahnya, memasukkan barang-barangnya kembali ke dalam tas. Rasanya ia ingin segera menyegarkan pikiran, berada didalam rumah sama saja neraka baginya. Semenjak ibu tiri dan adik tirinya menyadari bahwa Aleya sudah berani membantah, mereka tak berhenti untuk semakin mengancam Aleya. Jika sampai Aleya melaporkan perlakuan buruk keluarga tirinya pada Hartono, maka habis lah riwayat kedua wanita tersebut. Selama beberapa tahun lalu Aleya mudah dibodohi dan juga mudah terprovokasi, tapi saat ini Aleya akan berubah. Aleya selalu bermimpi bertemu sang Ibu, memintanya untuk tegar dan kuat dalam menghadapi cobaan. Sejak saat itu Aleya ingin berubah, tidak selamanya kepolosannya mampu dimanfaatkan banyak orang. Sudah cukup penderitaan yang ia alami selama ini, dan Aleya sedikit demi sedikit berani melawan ibu tirinya. Aleya juga memiliki hidup sendiri, ia tidak ingin terkekang oleh perintah-perintah semena-mena dari ibu tirinya. “Kamu bawa mobil, Han?” Aleya berucap sembari menatap sahabat satu-satunya yang ia miliki. Hania Shoya adalah nama lengkapnya, mereka menjalin persahabatan sejak Hania dan Aleya sama-sama menduduki bangku SMP. Hania juga menjadi tetangga Aleya, meski itu tak bertahan lama. Hania pernah tinggal satu blok diperumahan yang sama dengan Aleya, tapi hanya berselang dua tahun saja. Hania sering berpindah-pindah rumah karena tuntutan pekerjaan orangtuanya. Untung saja Aleya dipertemukan kembali pada sahabatnya di kampus ini, kampus yang menjadi impian banyak orang. “Ada diparkiran, jujur saja aku malas jika harus berdebat dengan Papa mengenai kendaraan pribadi. Oh ayolah, Papaku selalu melarangku mengendarai mobil sendiri, padahal diusia yang sekarang ini aku telah memiliki surat izin mengemudi.” Hania menggerutu sebal. “Itu berarti Papamu menyayangimu, ia tidak ingin sesuatu terjadi padamu jika berkendara sendiri.” Aleya tersenyum maklum, sebenarnya ia merasa iri dengan kehidupan Hania yang penuh kasih sayang lengkap dari Mama dan Papanya, Hania tidak kekurangan kasih sayang, tapi gadis itu malah selalu mengacuhkan nasehat-nasehat dari orangtuanya. “Leya, sekarang kamu sama menyebalkannya dengan Papa dan Mamaku, Oh ya tuhan!” Hania menekuk wajahnya masam, ia langsung berjalan mendahului Aleya yang tertinggal dibelakang. Sedangkan Aleya terkikik geli dengan tingkah sahabatnya, Hania memang lebih berwatak manja dan juga kekanakan. Saat ini lorong kampus terlihat sangat ramai dan padat karena ini adalah jadwal perpindahan jam, baik yang masih memiliki jam kuliah ataupun yang sudah berakhir, mereka lebih suka menongkrong dipinggir-pinggir lobi. Banyak juga mahasiswa yang berlalu lalang sejajar dengan Aleya, membuat gadis itu kehilangan jejak Hania yang sedang merajuk didepan sana. Aleya bersyukur karena ia masih bisa melanjutkan pendidikannya di kampus ini, kampus yang sudah lama ia kagumi. Terlebih ini sudah sesuai dengan amanat terakhir sang Ibu, ia ingin agar Aleya belajar dengan giat dan bisa lolos di kampus tersebut. Tentu saja Aleya tidak akan menyia-nyiakan keinginan sang Ibu, Aleya berusaha dengan sekuat tenaga hingga sampai berada dititik ini, dimana ia menuntut ilmu ditempat yang Ibunya inginkan. Aleya tidak akan mengecewakan amanat Ibunya. Kakinya telah menapaki luar gedung, ia berjalan mengitari parkiran luas, sesekali matanya memincing mencar-cari keberadaan Hania. Meskipun Hania tengah kesal padanya, mana mungkin gadis itu meninggalkan Aleya sendiri. Perlu digaris bawahi bahwa semarah-marahnya Hania pada Aleya, Hania tidak bisa mendiamkan Aleya barang sedikitpun. Tin.. Tin… Suara klakson terdengar nyaring, bisa dipastikan bahwa pelakunya adalah Hania. Aleya memutar bola mata jengah lalu berbalik ke belakang, ia mendapati Hania yang sedang menurunkan kaca mobilnya sampai ke bawah sepenuhnya. Benar saja, Hania bahkan sudah tersenyum sumringah, gadis itu tidak akan bisa berlama-lama menyimpan rasa sebalnya pada Aleya. Aleya tersenyum kecil, Hania memang seperti itu sejak dulu. “Ayo, masuk.” Haniah menggerakkan tangannya ke arah Aleya. Aleya berjalan menuju kendaraan roda empat milik Hania, setelah Aleya sudah mendudukkan dirinya dijok samping Hania, tiba-tiba saja Hania menancap gas dengan kecepatan penuh. Aleya memekik terkejut, sahabatnya satu ini memang gila. Hania mengklakson sepeda motor ataupun mobil-mobil lain yang menghalangi jalannya, beberapa dari mereka mengumpat kesal. “Pelan-pelan saja, kamu bisa membuatku mati muda kalau begini.” Aleya mendengus kesal, sesekali tubuhnya terhuyung ke depan akibat Hania yang sering menekan rem asal-asalan. “Hahaha.. Aku tidak sabar melihat launching buku terbaru, aku ingin segera sampai.” Hania memang sangat menggilai buku fiksi, gadis itu menggilai berbagai genre novel. Bahkan jika dibayangkan, Hania sudah memiliki satu lemari full yang berisi buku-buku novel yang dibelinya. Benar-benar maniak novel! Selama perjalanan dua puluh menit keduanya mendengarkan lagu-lagu favorit Hania, gadis itu bahkan menyetel musik kencang-kencang seolah jalanan adalah miliknya. Kebiasaan Hania ini mampu membuat Aleya bergidik ngeri, nyawanya akan terancam jika Hania menyetir dengan ugal-ugalan seperti ini. Matanya mengawasi jendela yang menampakkan jalanan luar, ia menatap kendaraan lalu lalang yang tidak terlalu ramai. Aleya bisa melupakan kesedihannya sejenak jika ia sedang bersama Hania atau berada diruang yang ramai, tapi jika ia sendirian maka Aleya akan mulai menangis meratapi nasibnya. Sungguh jika ia bisa, Aleya ingin jauh dari keluarga yang tak menganggapnya. Sebetulnya ia sudah diambang muak untuk tinggal serumah dengan manusia berhati iblis, ia ingin pergi dari rumah itu. Namun, Aleya masih memikirkan keadaan sang Ayah bila ia pergi, Aleya tidak mau ayahnya disakiti oleh ibu tiri dan adik tirinya. Hartono sudah mulai berubah semenjak satu tahun menikah dengan Sinta, ia sering mendengarkan hasutan istrinya, mengabaikan anak kandung dan juga tak memperhatikan Aleya lagi. Masa remaja Aleya dihabiskan untuk selalu mengalah dengan adik tirinya, Zizi. Apapun yang Aleya punya, Zizi akan merebutnya. Dari semenjak usia enam belas tahun, semua benda berharga milik Aleya direbut paksa oleh Zizi. Mulai dari laptop, kamar, pakaian dan juga pernak-pernik, semuanya diambil oleh Zizi. Dulu Aleya berpikir bahwa tidak ada salahnya untuk berbagi dengan sang adik, meskipun hal itu membuat Aleya tidak nyaman. Ayahnya selalu berpesan agar Aleya mengalah dengan Zizi, tapi semakin lama Zizi semakin melunjak, bahkan uang saku bulanan Aleya pun pernah hampir direbut paksa. Di awal bulan Hartono selalu membagikan uang saku untuk mereka, Zizi yang tertarik dengan uang Aleya pun berusaha mengambil secara paksa, tentunya setelah Hartono sedang tidak ada di rumah. Perdebatan yang awalnya kecil berubah menjadi besar dan mencekam, Aleya sudah tidak lagi mau mengalah dengan Zizi, Aleya akan mempertahankan haknya. Hari itu juga Aleya dan Zizi bertengkar hebat sampai saling menjambak dan memukul, Zizi dibantu dengan Sinta berpura-pura menjadi korban. Pertengkaran mereka sampai ditelinga Hartono, pria itu marah besar terhadap Aleya, Aleya tidak terima, ia berusaha menjelaskan semuanya tapi Hartono menutup telinga rapat-rapat, semenjak kejadian tersebut Aleya dan Hartono sudah mulai jarang berbicara, Aleya masih ingat rasa sakit saat ia dipukuli oleh ayah kandungnya sendiri. Hania telah memarkirkan mobilnya ditempat yang pas, gadis itu mematikan mesin kendaraannya. Matanya bergulir menatap Aleya yang masih terdiam dengan pikiran rumitnya, Hania tahu betul apa yang sedang dipikirkan oleh gadis itu. Hania mengulurkan tangannya menyentuh bahu Aleya, membuat sang empunya terkejut kecil. “Ya, ada apa?” Aleya menormmalkan ekspresi terkejutnya. “Kita sudah sampai, Ayo!” Hania melepaskan sabuk pengamannya, ia tidak ingin melihat wajah sedih sahabatnya. Aleya sudah sangat menderita selama beberapa tahun ini, seringkali Hania menyarankan agar Aleya segera pergi dari rumahnya, tapi Aleya menolak. “Ehh, sudah sampai ya?” Lihat saja, Aleya benar-benar melamun sepanjang perjalanan. Hania menghentikan aktivitasnya, tubuhnya menyerong menatap Aleya dengan pandangan serius. “Leya, sudah ku katakan padamu untuk pergi dari rumah itu, tidak ada yang menyayangimu disana.” Hania sudah berada diambang muak, ia geram dengan sifat sabar dari Aleya. Aleya diam, ia tahu betul ke arah mana pembicaraan Hania. Beberapa detik kemudian Aleya mengulas senyum, senyum untuk menutupi luka hatinya. “Kamu bilang tidak sabar melihat buku favoritmu, Ayolah turun.” Aleya mengubah topik pembicaraan, membuat Hania memutar bola mata malas, selalu seperti itu. Aleya akan menghindar dari pertanyaan seputar keluarganya. Padahal sudah jelas bahwa Hania telah mengetahui kehidupan gadis itu serta seluk beluknya, Aleya selalu menutupi rasa sedihnya. Gadis itu berusaha tegar untuk menjalaninya seorang diri.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

Rujuk

read
909.6K
bc

The crazy handsome

read
465.3K
bc

The Ensnared by Love

read
103.9K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Long Road

read
118.3K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook