bc

Menaklukkan Duda Arogan

book_age18+
4.2K
IKUTI
47.2K
BACA
HE
age gap
arrogant
boss
sweet
bxg
single daddy
city
like
intro-logo
Uraian

"Nama saya Naina." "Kamu lulusan apa?" "SMU, Pak." Tampak gurat meremehkan di wajah Brian ketika telinganya mendengar pendidikan terakhir Naina, wanita yang menawarkan diri menjadi guru les anaknya. "Cih, SMU. Apa bisa kamu ngajarin anak saya?" Kalimat yang menghujam, mengesalkan, tapi Naina sudah terbiasa dengan kata-kata toxic seperti itu dari keluarga mantan suaminya. Namun, belum juga mulut Naina membuka, anak pria itu, yang dia elus pipinya tadi yang menjawabnya. "Papa! Ellen mau diajarin Tante Naina! Pokoknya cuma mau Tante Naina!" pekik Ellen, anak semata wayang Brian. Sebenarnya Naina enggan menghadapi pria yang sudah kelihatan songong di depannya, tapi karena tidak tega dengan rengekan anaknya membuat kaki Naina tidak mampu meninggalkan tempat itu. Apakah duda itu akan menerima Naina karena anaknya yang kukuh menginginkannya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Anak yang Tantrum
"Apa yang kalian lakukan?" desis Naina, ketika membuka pintu kamarnya dan melihat dua orang saling berpelukan tanpa memakai sehelai benang pun, padahal dia baru saja pulang dari rumah sakit karena diharuskan operasi kuret. "Na-Naina, biar abang jelaskan," ucap Hendi, terburu memakai bajunya dan berupaya cepat mendekati istrinya. Sementara si wanita, selingkuhan Hendi, Yani, yaitu sepupunya sendiri, hanya memalingkan wajah dengan menutupi tubuhnya memakai selimut. Naina kesal sekali, bahkan selimut itu selimut berbahan premium yang dia beli dengan cicilan karena harganya mahal. Belum juga lunas, tetapi harus dipakai oleh sepupu bejatnya itu. "Yani, tega banget kamu!" bentak Naina pada sang sepupu yang memang dia ijinkan tinggal di rumahnya untuk sementara waktu karena ingin mencari pekerjaan. Ingin rasanya mengumpat, tapi sudah tidak bisa lagi mengeluarkan kata-kata kotor dari mulutnya. Rasanya otak tersumbat dengan emosi yang bertumpuk seketika. "Naina, abang jelaskan–" Naina menepis tangan Hendi dengan kasar. Mati-matian dia menahan air matanya, tapi air mata sialan itu tetap saja mengalir deras. "Nggak butuh penjelasan. Aku jijik sama Abang!" Naina masih merasakan sakit pasca operasi. Dia tidak habis pikir kenapa suaminya malah menambah kesakitan itu. Dadanya sesak sekali dan segera ingin lari dari rumah pemberian orang tua Hendi. "Na, Abang nggak kuat pas kamu hamil itu kamu kan nggak pernah kasih abang nafkah batin–" "Diam, Bang! Aku ngerti kalo Abang nggak bakal paham gimana-gimananya orang hamil. Yang jelas sekarang Abang udah nemu pelampiasan, kan? Nggak disangka, aku mau menerima dia di rumah ini, bukan kerjaan yang dia dapat, malah suami orang dia embat. Itu pun suami kakak sepupunya sendiri! Dasar edan!" gerutu Naina, ketika tangannya ditarik oleh Hendi. "Na! Naina! Jangan pergi, Na!" "Buat apa? Buat apa aku di sini, Bang? Nonton kalian selingkuh? Amit-amit, mendingan aku minta cerai! Ceraiin aku Bang!" jerit Naina. Hendi memijat kepalanya. Dia menyesal karena sempat mengabaikan ponselnya yang berdering dari tadi. Dia kira, itu panggilan dari kantor tak taunya itu telepon dari Naina. Sengaja dia abaikan karena ingin menikmati kasurnya bersama dengan Yani, sepupu Naina yang sudah dua bulan melayaninya secara sembunyi-sembunyi di luar. Kesempatan bagus selama Naina di rumah sakit, maka dia bisa memakai ranjangnya untuk menikmati tubuh Yani. "Na!" Sekeras apapun teriakan Hendi, tidak dapat membuat Naina kembali ke rumah itu. Dengan tertatih menahan perih, perih hati dan raga, Naina menyetop taksi dan pergi entah ke mana tanpa membawa barang-barangnya. *** Naina menatap nanar pada suami yang tampak cuek dengannya sekarang. Selama tujuh bulan proses perceraian tidak juga membuat Hendi menyesal. Malah, makin ke sini, dia makin cuek dengan Naina. "Selamat ya, Bang. Kamu bisa menggauli Yani kapanpun. Kita udah pisah," ucap Naina dengan nada datar. "Dia lebih baik dari pada kamu." Kalimat itu bagai petir menyambar Naina. Selama 3 tahun ini, dia berjuang bersama sang suami, tapi ternyata Hendi menilai lebih sepupu yang baru saja dia kenal. "Oh, dalam hal apa? Ranjang? Ya, mungkin dia lebih berpengalaman ketimbang aku. Jadi, dia lebih baik." "Nyaris semuanya. Terutana di ranjang, juga di pendidikan, dia lulusan sarjana. Jadi dia bisa dapat kerjaan–" "Oh, kalo soal itu, apa kamu nggak ingat, Bang? Kalo kamu sendiri yang nyuruh aku buat nggak lanjutin kuliah? Kamu bilang kamu mau aku jadi ibu rumah tangga aja? Inget nggak!" bentak Naina, tidak terima dibandingkan pendidikannya. Cita-cita Naina menjadi seorang guru, tapi harus terhalangi dengan kemauan Hendi, menginginkan dia menjadi seorang ibu rumah tangga saja. Jadi, Naina terbiasa berdiam di rumah dan mengandalkan penghasilan suami. Cita-citanya sebagai pengajar harus dia tunda. "Ya, tapi kamu juga mau, kan?" balas Hendi. Naina tidak dapat lagi menjawab. Dia hanya menggigit bibir, menganggukkan kepalanya dengan mantap membawa surat cerai yang telah disahkan oleh pengadilan agama. "Baik, jadi itu balasan kamu dengan wanita yang nurut sama kamu? Kurasa, berpisah dengan kamu adalah hal terbaik yang pernah kulakukan dalam hidupku, Bang!" tegas Naina, berbalik meninggalkan Hendi dengan perih yang tiada tara. Bagaimana tidak, dia sudah mengorbankan segalanya demi Hendi, menuruti kemauan suami agar mendapatkan ridho, tapi apa yang dikatakan Hendi barusan? Terasa menghina harga diri Naina. "Baguslah, dengan kata-katamu, aku mantap pergi." Langkah Naina terasa ringan karena merasa beban dalam hidupnya berkurang meski rasa sedih dan kecewanya masih bersemayam di hati karena keputusan sang suami yang tidak mau mempertahankan dirinya dan memilih sepupu bejatnya itu. Naina memutuskan untuk berjalan di trotoar sebelum mendapatkan angkutan umum yang akan membawanya ke tempat tinggal barunya yang belum jelas juga. Tujuh bulan ini dia terpaksa tinggal sementara di rumah bibi yang jauh dari kota itu. Walau dia harus bolak-balik mengurusi perceraian, tapi Naina merasa nyaman asal tidak tinggal dengan mantan suaminya. Baru berjalan sekitar lima menit, dia menghentikan langkah karena mendengar rengekan seorang gadis kecil. Dia mengintip dari balik pohon. Gadis kecil itu sepertinya tantrum, merengek pada pria yang diduga adalah ayahnya. Samar-samar dia mencuri dengar apa duduk permasalahannya. "Ellen, nilai kamu merosot banyak, masih mau minta boneka baru! Harusnya kamu itu banyakin belajarnya!" Terlihat sekali raut kesal di wajah pria yang diduga ayah dari anak yang sekarang sedang terduduk di jalan berpaving itu, mengusap kedua matanya yang basah. Julvan Brian Axel, yang biasa dipanggil Brian, pria berusia 30 tahun itu memijat keningnya dengan kelakuan sang anak, melihatnya duduk di jalan dengan muka kusut. "Ellen nggak mau belajar kalo bukan sama Mama!" sungut anak berusia sekitar tujuh tahun itu, melipat tangan dan masih bersikukuh duduk ngemper di atas paving hingga mengganggu dan menyita perhatian pengguna jalan lain. "Mama? Jangan lagi kamu minta wanita itu ke Papa! Astaga," desah Brian. Sudah berapa kali Ellen meminta untuk bertemu dengan ibunya. Mantan istri Brian memilih untuk pergi mengejar dunianya sendiri. Ellen adalah anak hasil one night stand dengan wanita itu. Brian ingin bertanggung jawab, tapi mantan istrinya hanya melahirkan anaknya lalu pergi begitu saja karena tujuh tahun yang lalu Brian masih belum memiliki apa-apa. "Tapi Ellen cuma mau belajar kalo ada mama! Cari mama Ellen, Pa!" teriak bocah kecil itu, keluar dari permasalahan boneka semula. "Cari mama kamu di mana, Ellen? Udah, sama bibik aja," bujuk Brian. "Nggak mau!" Anak tantrum itu, membuat kepala Brian nyaris pecah. Naina masih memperhatikan keduanya dari balik pohon. Dia bukannya merasa jengkel dengan anak perempuan itu, tapi kasihan. Terlebih saat Brian meninggalkannya untuk membeli sebatang rokok. Gadis kecil itu tak henti menangis. Hati Naina tergugah untuk keluar dari balik pohon dan mendekatinya. Dia berjongkok di depan anak kecil yang sekarang menatapnya sendu. Naina tersenyum, melihat Ellen, betapa dia merindukan seorang anak yang tidak jadi dikaruniakan padanya. Tidak habis pikir di mana ibu anak itu sampai tega meninggalkannya. "Halo?" sapa Naina dengan senyum manisnya. Kedua mata Ellen menatap Naina dengan lekat, menelusuri wajah Naina. "Anak cantik ini, siapa ya namanya?" tanya Naina, tidak memperdulikan pandangan aneh Ellen. "Tante namanya siapa?" tanya gadis itu dengan suara serak. "Tante namanya Naina, panggil aja Tante Ina. Ngomong-ngomong, ngapain kamu duduk di situ, itu kan kotor?" tanya Naina menengok ka bawah p****t Ellen. "Males sama papa," sahutnya langsung mengerucutkan bibir. "Papa nyuruh belajar terus gara-gara nilai Ellen jelek kemarin," cerocos Ellen. "Oh, jadi karena itu? Ya bener kan, kalo papa Ellen nyuruh belajar? Itu kan biar nilai Ellen bagus? Kenapa sih nggak mau belajar?" tanya Naina dengan halus. Suara lembut Naina membuat Ellen nyaman. Naina mengelus pipi Ellen. Dia bercerita bahwa dia ingin belajar dengan mamanya atau orang yang cocok. Kebetulan selama ini dia tidak cocok dengan guru les manapun. "Tante bisa ngajarin Ellen," celetuk Naina. Kedua bola mata Ellen membulat sempurna mendengarnya. Entah kenapa, sejak pertama kali bertemu dengan Naina, Ellen merasa nyaman. "Benarkah?" tanya Ellen. "Siapa kamu?" Nyaris suara bariton yang berat itu membuat Naina terjungkal karena kaget. Dia cepat-cepat berdiri, tidak menyadari ayah Ellen sudah berdiri di belakang Naina. "Nama saya Naina." "Kamu lulusan apa?" "SMU, Pak." Tampak gurat meremehkan di wajah Brian ketika telinganya mendengar pendidikan terakhir Naina, wanita yang menawarkan diri menjadi guru les anaknya. "Cih, SMU. Apa bisa kamu ngajarin anak saya?" Kalimat yang menghujam, mengesalkan, tapi Naina sudah terbiasa dengan kata-kata toxic seperti itu dari keluarga mantan suaminya. Namun, belum juga mulut Naina membuka, Ellen, yang buru-buru menjawabnya. "Papa! Ellen mau diajarin Tante Ina! Pokoknya cuma mau Tante Ina!" pekik Ellen, anak semata wayang Brian. Sebenarnya Naina enggan menghadapi pria yang sudah kelihatan songong di depannya, tapi karena tidak tega dengan rengekan anaknya membuat kaki Naina tidak mampu meninggalkan tempat itu.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.4K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.6K
bc

TERNODA

read
198.5K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.1K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
53.4K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook