4

1360 Kata
'Kamu tau hal yang membuatku bahagia? Yaitu melihatmu tersenyum' Dengan nafas yang tersengal-sengal Sasi duduk di kuris barisan terakhir, lagi-lagi gadis itu menjadi pusat perhatian. Namun Sasi tak mau memikirkannya. Ia hanya ingin bersekolah dengan tenang. Namun mungkin ketenangannya itu akan tinggal kenangan jika melihat perilaku Sasi yang sedikit bar-bar itu. Belum sehari saja ia sudah membuat dua seniornya naik darah hanya karena tingkahnya. "Huft" dengus Sasi saat mendengar bel masuk berbunyi, bertanda bahwa jam istirahat telah usai. Suasana Aula yang tadinya tampak sepi kini mulai ramai, banyak peserta yang baru menyelesaikan istirahatnya, tak terkecuali seorang gadis yang duduk di sebelah. Selang beberapa detik, seorang guru perempuan yang memiliki badan gempal memasuki aula dengan membawa setumpuk buku yang Sasi tak tau apa isi semua buku-buku itu. "Bosen" celetuk Sasi sembarang karena sedari tadi ia hanya duduk diam di tempat tak bisa apa-apa selain mendengarkan guru gendut di depan itu ceramah. "Hey, kenalin gue Gina" kata cewek yang duduk di sebelah Sasi. "Oh, iya gue Sasi Wulandari, panggil aja Sasi" kata Sasi memperkenalkan dirinya. "Salam kenal ya Sas" kata Gina tersenyum kearah Sasi namun Sasi tak membalasnyan. "Siip" kata Sasi singkat. "Kenapa elo telat? Terus elo berani banget sama kak Ivan" tanya Gina seakan-akan tau semua tentang Sasi. "Kakak gue kesiangan jadi gue ikutan deh. Ivan? Ivan siapa ya, gue gak pernah kenalan sama yang namanya Ivan, gue baru kenalan sama lo doang" jelas Sasi tampak bingung. Gina terkekeh sebentar "Seriusan? Wah gue beruntung banget bisa kenalan sama orang kayak lo" kata Gina girang. "Semerdeka lo deh, eh tadi yang nama nya Ivan itu siapa?" ucap Sasi. "Oh itu, Ivan itu kakak kelas kita, dia incaran para guru tau" kata Gina penuh semangat. "Pinter banget samepe diincer guru gitu" kekeh Sasi. "Incaran buat di basmi lebih tepatnya, dia tuh nakal banget, sering bolos, suka ngerokok, hobby berantem tapi dia paling ganteng di sekolah ini" kata Gina menjelaskan tentang Ivan. "Yang mana sih orangnya? Gue penasaran" kata Sasi penasaran. "Yang lo tendang tadi" ucal Gina sedikit memelas. "Perasaan dia gak ganteng deh?tepi keliatan nakal sih" Kata Sasi. "Masa sih, tapi semua perempuan di sekolah ini pada ngincer dia loh" kata Gina tertawa dan Sasi hanya memutar bola matanya malas. Tak sengaja Sasi menyenggol bolpoin milik Guna. Gadis itu langsung berniat mengambilnya, namun matanya membulat sempurna saat melihat serangga yang sangat ia benci "Kaki seribuu" jerit Sasi langsung naik kebangku dimana ia duduk. "Hay kamu, kanapa teriak-teriak" bentak guru gendut (Bu Endang namanya) yang tadi sedang ceramah. "Tadi ada kaki seribu buk" bukan Sasi yang menjawab melainkan Gina. "Mana ada kaki seribu di aula ini, ngaco kamu" ucap Bu Endang tak percaya. "Huuuu,,," suasana aula menjadi gaduh semua murid menyoraki Sasi. "Berisik" bukan Bu Endang yang membentak, Bu Endang telah pergi meninggalkan aula beberapa detik yang lalu karena tak kuat akan ramainya aula. Namanya Habil, ketua OSIS jabatannya. Jadi tak heran jika cowok itu tampak berwibawa dengan seragam rapih dan rambut yang tampak pas dengan wajahnya yang tirus namun terlihat tegas. Suasana semakin heboh ketika Habil duduk ditempat buk Endang tadi duduk. Tangannya meraih map absen yang tak jauh darinya. Membacanya lalu kembali menutupnya. Padahal yang dilakukan Habil sangat sederhana namun sebagian siswi perempuan berbisik heboh. Kecuali Sasi dan Gina. Dua gadis itu tengah sibuk dengan urusannya sendiri. Gina meneliti wajah Sasi yang tampak semakin pucat "Sas, elo kenapa? Lo pucet gitu" ujar Gina panik. "Gu-gue" Kapala Sasi pusing sekali, ia seperti di putar-putar, pikirannya mengiang-ngiang tentang kaki seribu, matanya mulai menggelap dan akhirnya semuanya gelap gulita. Sasi kehilangan kesadarannya, ia sangat takut dengan kaki seribu. Gina panik bukan main, beberapa pasang tertuju pada gadis yang gini tergeletak tepat di bahu Gina. Untung saja ia duduk di bangku belakang jadi tak terlalu membuat heboh satu aula. Hanya sebagian yang melihat Sasi tak sadarkan diri, sisanya tengah memperhatikan Habil yang tengah tebar-tebar pesona. "Sasi, Sas bangun" kata Gina menepuk-nepuk pipi Sasi yang matanya sudah tertutup rapat. Gina semakin panik, permukaan kulit Sasi terasa dingin di telapak tangannya. Bibirnya pun sudah terlihat sangat pucat. Gina masih mencoba membangunkan Sasi, namun gadis itu tetap memejamkan matanya. "Kak Habil, tolongin Sasi" jerit Gina dan membuat semua pasang mata tertuju padanya dengan tatapan bingung dan penuh pertanyaan. Gina tak memikirkan itu, yang ia pikirkan hanya Sasi yang ada di senderan nya. "Kenapa?" Tanya Habil dengan suara dingin sembari melangkah mendekat kearah sumber suara. "Sasi pingsan kak" panik Gina memandang wajah Habil yang kini tepat berada di sampingnya. Terlihat wajah Habil sedikit kaget saat melihat wajah pucat Sasi, cowok itu memabalikkan badanya "PMR MANA!" bentaknya membuat aula seketika hening. Di aula memang tak banyak anggota OSIS disana karena sebagian besar tengah rapat bersama Kintan di ruang OSIS. Anggota PMR yang seharusnya bertugas pun seakan hilang dan melepas tanggung jawab. Habil berdecak sebal "Minggir" ucapnya menyuruh Guna untuk meminggirkan badanya. Gina menurut, kepala Sasi dipegang oleh Habil sedangkan Gina meminggirkan badanya untuk keluar dari bangku. Setelah Guna keluar dari bangku, Habil langsung menggendong Sasi ala bridal style membuat kaum Hawa semakin jatuh hati padanya. Dengan kaki panjangnya Habil berjalan cepat semabri menggendong Sasi di pelukannya. Tubuh gadis bermata coklat itu tampak sangat mungil, wajahnya pun terlihat imut meski tanpa polesan make up dan terlihat pucat. Habil membawa Sasi menuju ka UKS yang melewati koridor, dan seketika di sepanjang koridor riuh dengan sorakan-sorakan yang Habil sendiri tak memperdulikannya. Ia menatap lurus koridor panjang didepannya. "Ih,,, Habil cool banget" "Pacar idaman benget deh Habil" "Siapa sih dia, ganjen banget mau digendong sama pangeran sekolah" "Dasar cewek centil, palingan pura-pura pingsan tuh cewek" Begitulah u*****n-u*****n dari fans Habil yang memang si pangeran sekolah yang terkenal dingin. Habil bukan satu-satunya pangeran sekolah, ia memiliki saingan. Namun jangan harap sifatnya akan sama dengan Habil, pangeran sekolah yang satunya malah memiliki sifat bertolak belakang dengan Habil namun tak membuat cowok itu sepi akan Fans. *** "Gue dimana?" Ucap Sasi bingung kenapa bisa ia terbaring padahal tadi ia berada di aula. Kepalanya masih terasa pusing meski tak sepusing tadi. "UKS" suara bas terdengar sampai di telinga Sasi. Ia sadar bahwa ia tak sendirian. Sasi melirik kesamping sebelah kanannya, disana memang ada seorang cowok berpakaian rapih, Sasi hanya meliriknya sekilas. Lalu membuang pandangannya enggan bertatap muka dengan cowok itu. "Oh" cuek Sasi lalu mendudukkan tubuhnya, ia menuruni ranjang hendak keluar dari UKS namun kegiatannya nya terhenti karena tangannya dicekal. "Mau kemana?" Tanya Habil masih mencekal tangan Sasi. "Aula lah" jawab Sasi masa bodoh dengan perihal dirinya Junio dan dia senior. Habil memutar bola matanya malas "Istirahat! Badan Lo masih lemes gitu" ucapnya dengan nada rendah. "Siapa lo? hah, gue gak suka disuruh-suruh!" ketus Sasi seraya menghardik tangan Habil kasar. Cowok itu diam sembari memperhatikan cara jalan gadis itu yang sedikit terlihat lemas. Sasi tau jika Habil memerhatikannya namun gadis itu tak peduli. Toh mata mata dia jadi Sasi tak memiliki hak untuk melarang apa yang ingin dia lakukan. Tangannya menarik knop pintu berwarna putih itu, tanpa basa-basi Sasi langsung melangkah keluar UKS. Baru hendak melangkah kepalanya membentur tangan gadis yang sepertinya sengaja beridri di depan pintu UKS. "Aduh untung gak jatoh" umpat Sasi. "Udah sadar Lo?" Ucapnya lalu melipat kedua tangannya didepan d**a. Sasi berdecak sebal memperhatikan seniornya terang-terangan "Cie peduli" celetuk Sasi tersenyum miring. "Bisa juga ekting lo" sindir Kintan. "Makasih kak atas pujiannya" kata Sasi tersenyum sangat manis hingga memperlihatkan lesung pipinya kearah Kintan. Tanpa pamit gadis itu meminggirkan tubuh elok Kintan dengan tangannya. Untuk sekarang Sasi enggan berdebat dengan Kintan. Ia masih sedikit merasakan pusing di kepala nya. "Tunggu pembalasan dari gue" katus Kintan penuh penekanan. "Ok kak" sahut Sasi enteng mengacungkan jempolnya keudara enggan membalikkan tubuhnya. Buang-buang tenaga pikir nya. **** "Akhirnya bel kemenangan berbunyi" kata Sasi lega. "Jangan lupa besok bawa peralatan MOS yang disuruh kak Kintan" saran Gina. "Gue lupa, nanti elo nge-chat gue ya" pinta Sasi. "Oke, gue balik ya. Sopir gue udah nunggu" pamit Gina. "See you tomorrow" kata Sasi melambaikan tangannya. "Too" sahut Gina membalas lambaian tangan Sasi. "Hedeh, ni aula kenapa kotor bangat deh" eluh Sasi masih membereskan bukunya yang ada di atas meja. Suasana Aula masih cukup ramai, Sasi duduk memperhatikan teman-teman satu angkatan nya itu. Mereka berdesak-desakan hendak keluar aula karena aula hanya memiliki satu pintu saja. Sasi tak habis pikir dengan pola pikir mereka yang rela berdesakan demi keluar aula. Padahal menunggu giliran kan bisa. Seperti tak pernah pulang saja. Setelah suasana mulai sepi, Sasi berjalan menuju pojokan aula dimana letak sapu berada. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul empat sore namun Sasi masih harus mempertanggungjawabkan ulahnya. Meski tak ada orang yang menegurnya jika tak melaksanakan hukuman itu namun gadis itu tetap harus menerimanya karena itu sudah konsekuensinya yang harus ia jalani.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN