bc

My Arrogant Boss! END

book_age18+
2.8K
IKUTI
15.1K
BACA
billionaire
contract marriage
one-night stand
arrogant
scandal
CEO
drama
sweet
mxb
office/work place
like
intro-logo
Uraian

Sekuel cerita Fake Marriage.

#officeromance

Ini tentang Soraya dan Daniel.

Lima tahun setelah kepergian Daniel ke Amerika, Soraya dan Daniel kembali dipertemukan dengan keadaan yang berbeda. Daniel baru berpisah dengan istrinya dan Soraya baru kehilangan kekasihnya. Sebagai atasan Soraya, Daniel sering sekali mengejutkan Soraya dengan berbagai hal termasuk mengakui Soraya sebagai kekasihnya di depan mantan kekasih Soraya. Mungkinkah cinta semasa kuliah Soraya pada Daniel akan terbalas atau mungkin Soraya akan memilih Jim--pria yang memiliki senyum sehangat mentari pagi.

chap-preview
Pratinjau gratis
BAB 1
NOTE : CERITA INI ADALAH SEKUEL DARI CERITA FAKE MARRIAGE. BACA FAKE MARRIAGE DULU YA ^^ THANK YOU ^^ Soraya menyesap kopinya yang mulai mendingin sembari menatap pemandangan di luar lewat jendela apartemennya. Delapan tahun berlalu dan dia sudah semakin merasa dewasa. Usianya kini menginjak 29 tahun. Usia yang matang untuknya bersanding di pelaminan dengan pria yang dicintainya. Sayangnya, sebelum kekasihnya menepati janji menikahinya pria itu malah hilang ditelan bumi. Nomernya tidak aktif, rumahnya dijual tanpa pemberitahuan apa-apa. Dan ya, Soraya merasa artinya—pria itu sudah tidak menginginkannya lagi. Dan desas-desus di luar sana membuat hatinya semakin tersayat. Kris—kekasihnya itu mau menikah dengan wanita lain. Entah darimana orang-orang mendengar kabar itu. Tidak perlu dirisaukan karena semua telah usai. Dia dan Kris sudah usai dua bulan setelah pria itu menghilang begitu saja.             Tiga minggu lalu Soraya mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai staf keuangan di perusahaan Ken. Ken mengomelinya sepanjang hari sehingga dia muak dengan Ken dan memilih resign. Namun, Soraya sendiri sadar kalau pekerjaannya keteteran gara-gara kehilangan Kris. Dia seperti wanita yang sudah tak memiliki jiwa. Pandangannya kosong dan dia semakin membenci banyak orang termasuk Ken.             “Bekerjalah dengan benar lupakan Kris!” Ken marah padanya saat Ken memeriksa laporan keuangan bulan lalu yang bahkan belum Soraya kerjakan.             Dua bulan berlalu dan Soraya merasa sudah lebih baik. Jam delapan nanti dia akan datang ke perusahaan yang bergerak di bidang keuangan. Dia melamar posisi sebagai staf keuangan dan semoga hari ini adalah hari keberuntungan.             Soraya merapikan poni rambutnya sembari menatap pantulan diri di cermin. Setelah usianya menginjak 25 tahun Soraya tidak suka lagi dengan rambut curlynya. Dia juga tidak suka berdandan full color lagi. Ya, rasanya tidak ada yang lebih disukainya selain tampil natural dan apa adanya.             Tiga puluh menit berlalu kemudian dia sudah berada di depan ruangan HRD menunggu namanya dipanggil. Dia melihat ke arah dimana seorang pria tampan bermata sipit dengan gaya rambut comma hair. Kulitnya yang seputih s**u membuatnya tampak seperti bintang yang paling terang di antara deretan pria-pria lainnya yang sedang berjalan bersamanya.             “Daniel...” setelah sekian detik Soraya akhirnya tersadar akan sosok yang tak pernah dijumpainya setelah lebih dari delapan tahun itu.             Saat pria itu melewati Soraya mereka sempat bersitatap.             “Daniel,” sapa Soraya.             Namun pria itu tampak mengabaikannya seakan tidak mengenal Soraya.             “Mungkin bukan Daniel.” gumam Soraya. Lalu tiga wanita teman sekelasnya dulu muncul. Tiga wanita centil yang selalu mengenakan lipstik merah terang. Mereka mengenakan pakaian kerja dan terlihat akrab dengan karyawan lain. Seperti sudah lama bekerja di perusahaan ini.             “Kans, Loli, Sasa”             Mereka bertiga menoleh secara bersamaan pada Soraya.             “So-ra-ya!” ujar Kans dengan kipas angin kertas dengan gambar aktor Hollywood pujaannya, Tom Cruise.             “Kalian kerja di sini?” tanya Soraya tanpa basa-basi. Perlu diingat kalau Soraya masih tidak menyukai ketiga wanita ini.             Mereka mengangguk secara bersamaan.             “Wah, takdir memang luar biasa ya, telah mempertemukan kita lagi. Kita bertiga bekerja sebagai staf bagian HRD, lho.” Loli tersenyum misterius.             “Kamu pasti deg-degan ya?”             Soraya menggeleng. “Tadi, aku lihat Daniel. Daniel bekerja di sini?” tanya Soraya lebih penasaran soal Daniel ketimbang pekerjaannya nanti.             Mereka bertiga saling pandang. Namun salah seorang pria yang tadi berjalan bersama Daniel memanggil ketiganya.             “Sudah dulu ya, kami sibuk.” Ujar Kans dengan gaya lemah gemulai yang memuakkan.             “Tunggu, Daniel kerja di sini kan?” desak Soraya menarik tangan Kans.             “Eh, apa yang kamu lakukan itu tidak sopan! Kamu bisa didiskualifikasi, lho, kalau kurang ajar sama staf HRD.”             Oke, Soraya mengalah. Dia melepas tangan Kans.             Mereka bertiga meninggalkan Soraya begitu saja tanpa meninggalkan jawaban apa-apa. Tapi Soraya sangat yakin kalau pria tadi adalah Daniel—pria yang pindah kuliah ke Amerika. Namun Daniel yang sekarang tampak berbeda dari yang dulu. Pria itu lebih macho dengan badan yang gagah dan badannya jauh lebih berisi daripada dulu.             “Aku harus kasih tahu Relisha.” Gumamnya.             Selesai wawancara, HRD itu meminta Soraya langsung bekerja besok.             “Kamu nanti datang ke kantor jam delapan pagi ya. Pakai pakaian kerja yang sopan.”             Dahi Soraya mengernyit. “Wawancara lagi?”             Wanita berkacamata itu menggeleng. “Langsung kerja.” Dia tersenyum ramah.             “Hah? Saya diterima.” Soraya tidak habis pikir, apa karena perusahaan ini sangat membutuhkan pekerja hingga dia langsung diterima begitu.             Wanita itu mengangguk. “Selamat ya. Tapi, kamu tidak bekerja seperti posisi yang kamu inginkan.”             “Maksudnya saya—“             “Kamu bekerja sebagai sekretaris atasan kami. Selamat !”             Soraya ternganga.             Sekretaris?                                                                         ***             Daniel...                      Relisha ternganga saat Soraya menyebut nama Daniel di telepon. “Maksudmu,” suaranya dipelankan takut kalau Ken yang sedang bermain dengan Nicho—Ken junior mendengar pembicaraan Relisha. “Daniel yang—“             “Ya! Daniel yang mana lagi, Rel? Dia tampan sekali! Astaga!” Soraya mengatakannya seperti remaja yang menganggumi pemain sepak bola.             “Mungkin kamu salah orang, memangnya dia sudah pulang dari Amerika?”             “Iya, sih, mungkin aku salah orang. Dia seperti tidak mengenalku.”             “Nah, kalau begitu kamu memang salah orang. Daniel itu anaknya baik banget kok. Dia tidak mungkinlah sampai tidak mengenali kamu. Ngomong-ngomong, kamu masih naksir sama Daniel—“             “Siapa yang kalian bicarakan?” suara Ken di seberang sana.             Soraya cepat-cepat mematikan ponselnya sebelum Ken mencak-mencak padanya nanti.             Daniel...             Nama itu sekarang lebih sering mampir di pikiran Soraya. ***             Soraya mengenakan kemeja putih dengan rok high waisted berwarna cokelat tua dan sepatu berhak sekitar lima senti. Dia siap meluncur ke ruang kerjanya saat Loli mengantarnya ke ruangan kerjanya.             “Bos kita datang agak terlambat hari ini. Jadi, perkenalanmu diundur sampai nanti ada rapat.”             Soraya menoleh pada Loli. “Ruanganku bersebelahan dengannya—maksudku, bos?”             Loli mengangguk.             “Kalau Daniel dibagian apa?”             Dahi Loli mengernyit. “Masuk dan duduklah, pekerjaan menantimu. Jangan banyak bertanya seperti orang bodoh.” Titah Loli sebelum pergi meninggalkan Soraya.             “Kenapa semua orang yang aku tanya soal Daniel tidak ada yang mau menjawab sih?!” gerutunya, melempar tas prada asli hadiah dari mamah Ken.             Lima belas menit berlalu dan si Bos belum juga datang. Soraya mengerjakan tugas yang tadi diberikan Loli padanya. Mengurus surat-surat, mengatur jadwal pertemuan dengan klien dan yang paling aneh di sana ada total laporan belanja mainan untuk anak laki-laki.             “Untuk anaknya?”             Pintu ruangan terbuka. Pria dengan jas abu-abu mahal muncul dari balik pintu. Pria itu memiliki mata sipit yang dikenal Soraya.             “Daniel...”             “Kamu anak baru ya?” tanyanya dengan penuh kharisma.             Dia memang mirip Daniel. Sangat mirip tapi, kalau iya dia Daniel perubahannya cukup besar untuk membuat Soraya menganggap dia hanya mirip sekilas dengan Daniel.             Soraya tidak berkata apa pun. Dia tidak tahu mesti bagaimana menghadapi orang yang dianggap sebagai temannya malah datang sebagai bosnya sekarang.             “Santai saja, tidak usah tegang begitu. Saya Raymond atasan kamu. Semoga kamu senang bekerja dengan saya.” Pria itu tersenyum sinis.             Soraya menatap pria itu tanpa berkedip. “Raymond?”             “Ya, ada yang salah dengan nama saya?”             “Jadi, kamu bukan Daniel?”             Dahi pria itu mengernyit tebal. “Daniel siapa ya?”             “Ah, ma’af, saya salah orang.” Wajah Soraya memerah menahan malu.             “Oke, tidak masalah. Perlu diingat saya adalah bos kamu dan kamu tidak bisa memanggil saya dengan seenaknya.”             “Ma’af,” Soraya menunduk merasa bersalah karena sudah berlaku tidak sopan pada bosnya. “Oh ya, saya mau kasih kamu tugas pertama yang harus kamu kerjakan. Buatkan saya kopi sekarang ya. Dan jangan lupa, makanannya juga saya belum sarapan.” Dia duduk di kursi kerjanya yang empuk.             “Ya, baik.” Soraya segera menuju pantry namun pria itu memanggil namanya.             “Soraya!”             Soraya menoleh dengan getaran yang membuatnya kembali teringat Daniel. Bukannya Soraya belum memperkenalkan dirinya tapi kenapa pria itu tahu namanya.             “Anda tahu nama saya?”             “Ya, tentu.” Dia tersenyum misterius. Kedua kakinya di angkat di atas meja, kemudian dia menyalakan pemantik api. Dia menyesap rokoknya dalam.             Daniel tidak seperti pria ini. Daniel tidak merokok dan selalu bersikap sopan. Ya, dia bukan Daniel. Mungkin hanya mirip.             “Satu lagi, ambilkan botol wine yang ada di pantry. Semua botol wine milikku ambil satu saja, kalau kamu mau kamu boleh mengambilnya.”             Soraya terdiam. “Bukannnya Anda menyuruh saya membuatkan kopi.”             “Ya,” sahut Raymond.             “Lalu kenapa saya harus mengambil wine juga?”             “Saya butuh alkohol.” Dia berkata dengan nada suara dingin yang cukup membuat Soraya ngeri tanpa mau membantah perintah bosnya. Pria itu kembali menyesap rokoknya.             Soraya keluar dengan wajah memberengut kesal. “Kopi, wine, apa dia sudah gila?” gerutu Soraya sembari berjalan ke pantry.             “Eh, kamu sekretaris baru kan?” seorang pria dengan penampilan necis dan wajah innocent muncul menyapanya dengan senyum sehangat mentari pagi.             “Ya,” ujarnya singkat.             “Pasti Raymond menyuruhmu membuat kopi, buat dua ya, buat aku juga.” Katanya.             Lalu pria itu pergi begitu saja masuk ke ruangan Raymond.             “Sebenarnya aku tuh office girl apa sekretaris sih?!”                                                                                 ***                          

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook