***
Dua jam perjalanan dan akhirnya mereka pun sampai di salah satu Villa Puncak Bogor. Icha duduk di jok depan bersama dengan Aiden, sementara Rere dan Ririn duduk di jok tengah, dan Agus duduk di jok belakang bersama dengan Jimmy.
Agus sebenarnya ingin sekali duduk bersebelahan dengan Rere yang notabene adalah pacarnya, namun ia akhirnya mengalah pada Ririn yang tidak mau duduk bersebelahan dengan Jimmy dengan alasan karena mereka bukan muhrim.
Padahal Rere juga ingin romantis-romantisan dengan pacarnya, tapi Ririn malah canggung berdekatan dengan Jimmy. Rere sudah bersusah payah mencomblangkan Ririn dengan Jimmy, agar di puncak nanti mereka sudah ada pasangan masing-masing, tapi gadis tomboy seperti Ririn bukanlah perkara gampang untuk Jimmy.
Aiden memarkir mobilnya dekat dengan mobil teman-temannya yang sudah datang terlebih dahulu, segera setelah mobil itu berhenti datanglah seorang security menghampiri mobil mereka. Aiden pun bergegas turun dari mobil dan menyapa si bapak security itu.
"Selamat sore, Pak," sapa Aiden.
"Selamat sore... Tuan sudah pesan Villa?" tanya si bapak security pada Aiden.
"Sudah, Pak... kami sudah pesan barengan atas nama Team Librous," ucap Aiden.
Si bapak security itu pun langsung mengangguk kecil. "Aaah... iya iya iya, silahkan lewat sini, Tuan."
Bapak security itu pun menunjukkan jalan pada Aiden dan teman-temannya menuju ke tempat yang sudah mereka pesan.
Icha mengikuti mereka namun matanya masih melihat kekiri dan kekanan, mengedarkan pandangan pada setiap mobil yang terparkir di parkiran villa itu. Gadis itu menyadari bahwa mobil Victory belum terparkir disana, ia pun mengetikkan pesan w******p kepada Victory.
Anda :
Vic, kamu nggak ikut ke puncak?
Icha menunggu balasan chat itu dengan antusias, namun waktu sudah berselang dua menit dan Vic masih belum membacanya juga.
"Cha? Ayok!" panggil Aiden ketika melihat Icha yang tertinggal di belakang.
"Eh! Iya..." jawab Icha lalu segera menyusul.
Icha berjalan bersama dengan Rere dan Ririn, gadis itu mendekatkan bibirnya ke telinga Rere dan membisikkan sesuatu.
"Kamu bilang ini acara teamnya Aiden kan? Si Vic juga anggota team Librous."
Rere mengedarkan pandangannya segera, ikut mencari sosok Vic. "Enggak ada... mungkin belum sampai, Cha..." tukas Rere.
"Hm... mungkin aja," Icha mengiyakan kata-kata Rere.
Setelah mengambil kunci kamar Aiden kembali menemui ketiga gadis itu. "Eh... kamar kalian nanti yang di ujung sana, kelihatan nggak?"
"Oh... oke," jawab Rere.
"Sekarang kalian ke kamar... istirahat dulu deh, nanti malam kita ada acara api unggun... sama barbeque-an," ujar Aiden.
"Makasih ya, Den... kita mau lihat kamarnya dulu," ucap Icha.
"Iya, sama-sama," jawab Aiden.
"Hm... cieee... udah nggak usah canggung gitu dah ah! Nanti jadian..." goda Ririn, yang berhasil membuat wajah Aiden memerah.
"Heh! Apaan sih... ya udah, Den... kita ke kamar dulu, ya?" pamit Icha.
"Oke... kalau ada apa-apa nanti telepon atau chat aja," jawab Aiden.
"Oke... bye, Den."
Sepeninggal Icha dan kawan-kawannya, Aiden tersenyum-senyum sendiri sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pria muda itu hanya salah tingkah setelah digoda oleh Ririn tadi.
"Eh! Den! Ayoook... ngapain dah?" tanya Agus yang tiba-tiba datang menghampiri Aiden.
Agus mencari Aiden karena kunci kamar mereka yang ada pada pria muda itu, sehabis mengambil kunci Aiden malah menghampiri para gadis dan melupakan bahwa teman-temannya juga sedang menunggu kunci kamar di seberang sana.
"Eh! Gus! Haha... maaf, tadi ngasih kunci ke Rere dulu... ladies first, hehe..." Aiden beralasan.
"Halaaah... ya sudah, eh... btw... si Icha jomblo tuh... kamu nggak ada niatan buat nembak dia gitu?" tanya Agus sembari melirik Aiden dengan tatapan penuh curiga.
"Haha... ada-ada aja kamu Gus, Icha tuh enggak gampang... si Vic aja sampe sekarang enggak di terima mulu sama dia..." jawab Aiden.
"Hah? Si Pictori?" tanya Agus dengan ekspresi kaget.
"Iya... si Victory..." Aiden mengangguk.
"Bukannya si pictori itu sudah punya tunangan yak?" tanya si Agus lagi.
"Enggak... udah batal yang kemarin itu," jelas Aiden.
"Nah... itu kan si Pictori belum di acc jadi pacarnya Icha, mending kamu silet aja Den... satt sett satt sett... gitu," sela Agus.
"Ya... nanti deh, kalo ada kesempatan," jawab Aiden.
Pria muda itu kembali menoleh ke belakang, melihat ke arah kamar para gadis. Dalam benaknya masih membayangkan senyum Icha.
"Gimana ya? seenggaknya aku harus ungkapin aja ke Icha," gumam Aiden lalu beranjak pergi dari tempat itu.
***
Tok Tok!
Bunyi pintu kamar mereka yang diketuk, Icha bergegas membukakan pintu dan menemukan sosok Aiden yang tersenyum.
"Hai, Cha... mau ikut jalan-jalan nggak?"
Icha menoleh ke belakang, melihat Rere dan Ririn yang belum selesai berdadan. Namun ia juga penasaran untuk menjelajahi area sekitar.
"Re, Rin, aku duluan ya... mau pergi bentar sama Aiden," pamit Icha.
"Oke... jangan lupa bawa hape," ucap Ririn.
Icha pun pergi bersama Aiden, mereka pergi ke area barbeque untuk mengecek ketersediaan stok bahan makanan kemudian berjalan santai mengitari area Villa. Teman-teman setongkrongan Aiden yang lain sedang asik berkumpul di tengah area barbeque, mereka bernyanyi dengan iringan gitar.
"Den... kok Vic nggak di ajak?" tanya Icha tiba-tiba.
"Ada kok, cuman nggak tau deh... dia nggak ngasi kabar juga sih," jawab Aiden.
"Oh iya... Cha, gimana hubungan kamu sama Vic?" tanya Aiden.
"Hubungan apaan?" tanya Icha.
Aiden terkekeh. "Ah... maaf, ku kira kalian pacaran."
"Ya... kalo misalnya pacaran kenapa? Kalo enggak pacaran juga kenapa?"
Gadis itu agak penasaran dengan maksud dan tujuan Aiden menanyakan hal itu.
"Kalau nggak pacaran aja, kalau nggak pacaran... aku bisa deketin kamu juga secara resmi," Aiden berterus terang.
"Maksudnya... hm aku masih kurang ngerti nih, kamu..."
"Aku... su—"
"STOOOPPP!" seru Icha ketika menebak apa yang akan Aiden katakan.
Aiden tampak bingung, namun ia memberanikan diri dan menatap lekat wanita muda yang ada dihapannya itu tanpa berkedi
"Jangan-jangan..." Icha memicingkan matanya, penuh curiga pada gelagat Aiden. "Sejak kapan... kamu?
Aiden mendadak canggung. "Sejak awal pertemuan kita."
"Oh..."
Aiden menatap Icha, bola matanya nampak bergetar. "Aku, enggak minta kamu menjawab... aku hanya ingin ngungkapin ke kamu aja."
Kedua alis Icha mengernyit seketika saat mendengar ucapan Aiden barusan. Mana ada pria yang mampu memasrahkan diri dalam perasaan sepihak?
Aiden sendiri belum tahu tentang perasaan Icha terhadapnya. Akal sehat Aiden seperti ditarik kembali ke dalam kepalanya.
Aiden merasa bersalah sekarang, ia merasa sudah sangat ceroboh dengan memberitahukan kepada Icha tentang perasaannya dan keadaannya yang begitu rumit.
***