#57. Barbeque

1411 Kata
*** Acara barbeque dimulai ketika jam menunjukkan pukul delapan malam. Victory dan teman-temannya sedang duduk mengitari api unggun, mereka sedang rapat dan membahas kegiatan-kegiatan sosial yang akan Team Libraous galakan bulan depan. Mulai dari membagikan sembako ke panti asuhan, membagikan sahur ke masjid-masjid, dan juga membagikan takjil buka puasa bagi pengendara motor dan mobil yang lewat di setiap persimpangan lampu merah. Sementara para gadis sedang menyiapkan barbeque di meja makan panjang yang disiapkan khusus oleh pihak pengelola Villa. Begitu juga dengan Icha dan teman-temannya, pacar dan istri dari anggota Team Libraous juga ikut menyiapkan menu makan malam mereka. Victory yang menonjol dalam keterampilan berbicaranya tampak begitu serius memberikan penjelasan mengenai ide-ide baru kepada semua anggota team yang hadir. Daniel juga duduk di antara para pria, ia tertarik dengan kegiatan-kegiatan sosial yang mereka galakan untuk membantu sesama. Icha dapat melihat Victory dari jarak dua puluh meter, sesekali Icha melirik ke arah Victory dan hal itu disadari oleh Monic yang ternyata memperhatikan gerak-gerik Icha. Monic duduk tidak jauh dari tempat Icha memanggang barbeque. Gadis itu tak melakukan apa pun, karena tak ada seorang gadis pun yang ia kenal di tempat itu. "Hai... Cha," sapa Monic pada Icha yang tengah sibuk membalik barbeque di atas panggangan. "Oh.. hay, Mon... apa kabar?" "Baik..." "Kamu bareng Daniel kesini?" "Iya... Cha, aku bareng Daniel..." Icha mengangguk kecil. "Oooh... udah makan?" "Belum, aku nunggu yang lain aja... biar barengan," jawab Monic. “Okay…” Icha tampak biasa saja, gadis itu malah terlalu sibuk dengan barbeque di atas panggangan ketimbang menanggapi Monic. Monic jadi merasa tidak enak hati, namun ia masih terus berusaha untuk berbicara dengan Icha. “Cha... aku mau minta maaf sama kamu." Icha refleks menoleh ketika mendengar ucapan Monic, ia menatap Monic dengan raut wajah penuh tanda tanya. Icha kembali meletakkan tusukan daging di atas pemanggang kemudian memberi kode pada Rere, meminta gadis itu untuk menggantikan dirinya menjaga panggangan. Icha menarik tangan Monic pelan, membawa gadis itu untuk duduk di bangku yang agak jauh dari jangkauan teman-temannya. "Duduk, Mon..." "Cha... aku sudah banyak salah sama kamu selama ini, aku..." "Sshhh... enggak apa-apa, Mon. Aku udah gak marah, aku udah maafin, aku udah enggak mikirin itu lagi... bisa nggak, kita nggak usah bahas hal itu lagi? Yang terpenting sekarang adalah… kita menjalin hubungan yang lebih baik untuk kedepannya.” "Terima kasih, Cha..." Monic memeluk Icha. Icha balas memeluk Monic sembari menepuk-nepuk kecil punggung gadis itu. Disisi lain villa itu, Daniel menangkap moment kedua gadis yang sedang berpelukan itu lalu tersenyum. "Bener kata Daniel, kamu cewek yang baik banget..." ucap Monic lalu perlahan melepaskan pelukannya. "Hah? Apa? Aku nggak salah denger, kan?" "Iya... Daniel ngomong gitu. Katanya… Icha itu cewek baik.” "Pembohongan publik banget tau nggak sih, Mon. Daniel kalo pulang ke rumah tuh suka banget ngajak gelut... dia bahkan ngatain aku suka ngomel kayak emak-emak." "Beneran? Kamu tenang aja sih... aku yakin dia ga bakalan kayak gitu lagi." Kedua gadis itu terbahak setelahnya. Victory dapat melihat dari kejauhan, suasana yang begitu hangat terpancar dari Icha dan Monic. Kembali pada kedua gadis itu, Icha mengajak Monic untuk memanggang barbeque bersama, Rere dan Ririn pun terlihat sangat welcome dengan kehadiran Monic di tengah mereka. "Cha... sekali lagi makasih, ya?" ucap Monic sembari menggenggam tangan Icha. "Iya... Mon, jangan sungkan atau canggung lagi pokoknya, kamu selalu diterima di tengah-tengah kami semua kok.” "Iya, Monic... pokoknya sekarang kita semua adalah bestie..." sela Rere. "Bener banget," balas Ririn. "Yaudah sekarang kita... eh mau gosong! Astaga!" Panik Icha. "Yaaa! Icha! Gimana sih?!” "Maap... maap sodara-sodara... Lah? Kok jadi salah aku? Kan Rere yang jaga!” Keempat gadis itu mendadak kacau karena daging barbeque mereka yang hampir gosong. Kini tidak ada lagi dendam, kesedihan, rasa curiga, dan juga rasa cemburu. Semua kembali ke jalur yang lurus sesuai dengan porsinya. Meskipun Icha belum tahu bagaimana jalan mereka selanjutnya. Namun untuk saat ini, ia berjanji akan menikmati setiap moment dan berbahagia. *** “Cha!” “Oh… hey! Brother!” Daniel menyapa Icha, ia menghampiri gadis yang sedang makan malam dengan menu daging barbeque itu. “Heh! Kok dagingnya gosong?” tegur Daniel. “Enggak… cuma hampir aja kok ini, rasanya masih enak kok, cobain deh…” “Enggak deh, aku udah makan bareng Monic.” “Ehm! Cieee… udah mulai terang-terangan nih.” “Ya… nggak apa-apa dong, oh iya… Cha, sebenernya… aku butuh bantuan kamu.” Icha menatap Daniel dengan satu alisnya yang terangkat. Gadis itu tidak terlalu penasaran kali ini, tidak sepenasaran waktu ia memata-matai Daniel dan Monic di rumah sakit. Icha hanya berharap Daniel tidak minta tolong yang aneh-aneh kali ini. “Minta bantuan apaan? jangan yang aneh-aneh loh ya?” “Enggak… sumpah ini enggak aneh sama sekali kok. Aku… cuma mau minta bantuan kamu buat ngomong ke mama sama papa kalo aku mau ngajak Monic makan malem bareng di rumah.” “Hah?! Kamu mau nikah?” Icha sontak berdiri. “Ssshhhh… ssshhh… bisa nggak ngomongnya pelan-pelan aja… aku enggak bilang mau nikah begok! Ya Allah… kenapa bisa dapet adek instan gobloknya begini banget sih?” “You? Ngeledek Ai? You and Ai… End!” “Duh… ya udah, iya serius deh, Cha… serius!” “Oke… serius.” Icha mendengarkan Daniel dengan serius kali ini. Gadis itu duduk tenang dengan kedua tangan yang dilipat rapi di atas meja, seperti anak TK yang sedang mendengarkan penjelasan guru di kelas. “Besok lusa… aku akan ngajak Monic ke rumah. Aku sama dia sekarang udah…serius, enggak main-main lagi… aku enggak bisa menunggu sampai perutnya gede.” “HAH?!” “Sssshh… jangan teriak-teriak!” Gadis itu kaget bukan main, ia sampai tersentak dari kursinya karena pengakuan Daniel barusan. “W-what? Bingung saya… bingung… kalian udah?” tanya Icha, gadis itu masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar. “Please… bantu aku, sekali ini… demi calon ponakan kamu yang imut itu.” Daniel mengambil tangan Icha, ia memohon dengan sangat agar Icha mau meluluskan permintaannya. Mendengar kata ponakan, hati Icha langsung meleleh. “Hm… Oke, baiklah… demi ponakan.” “Kamu mau bantu?” “Iya… demi ponakan.” *** Daniel sudah pergi lima belas menit yang lalu namun otak Icha masih berpikir keras di dalam sarangnya. Icha tidak habis pikir, Daniel yang dulu ia sukai kini sudah move on. Bukan hanya move on, tapi juga sudah menghasilkan sesuatu. “Astaga… kenapa aku bisa kalah start? Kalo kayak gini nanti aku bisa dibilang ditinggal kawin nggak sih? Kan nggak lucu.” Icha berbicara pada dirinya sendiri, gadis itu melirik ke kiri dan ke kanan dan menyadari bahwa ia hanya duduk sendirian sementara orang-orang di sekitarnya sudah berpasang-pasangan. “Hey, Cha!” “Oh… hey!” Victory yang baru saja kembali dari kamar tak sengaja melihat Icha yang duduk sendirian, ia pun menghampiri gadis itu. “Kok sendirian?” tanya Vic. “Ya… kamu juga sama, kok sendirian?” “Aku sendirian karena… ga ada pasangan. Kalo kamu?” “Kamu pikir aku apa, sendirian begini?” “Apa ya… hmmm… kelamaan mikir,” ledek Vic kemudian terkekeh. “Lagi males gelut sama kamu.” “Ya elah, gitu doang marah… liat tuh, Ririn aja lagi pedekate tuh sama Jimmy.” Vic mencubit gemas pipi Icha namun langsung di tepis oleh gadis itu. “Apaan sih?” kesal Icha. “Cha… mau jadi pasangan aku nggak?” Deg! Deg! Deg! Jantung Icha berdegup kencang setelah mendengar permintaan Victory. Gadis itu memegangi dadanya lalu menatap Vic dengan maniknya yang membulat, ia khawatir Vic dapat mendengar bunyi jantungnya yang seakan ingin lompat keluar dari rongganya. “Ehm… Vic, aku— aku kayaknya ngerasa gak enak badan, aku duluan ya…” Icha bergegas berdiri dari duduknya, saking salah tingkahnya kursinya sampai terbalik. Icha mengedarkan pandangannya, gadis itu malu karena semua orang melihat ke arahnya. TAP! Vic menahan pergelangan tangan Icha. “Cha? Kamu nggak apa-apa? Aku anterin ke kamar, ya?” “Nggak, aku gak apa-apa… biar aku pergi sendiri aja.” Gadis itu menolak tawaran Vic dan berlari meninggalkan tempat itu. Langkah Vic yang ingin mengejar terhenti karena Daniel yang tiba-tiba muncul dan menahan bahunya. Vic menoleh ke arah Daniel. “Jangan sekarang, Vic…” “Okay….” “Biarkan Icha menemukan jawabannya sendiri.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN