3. Hadiah Unniversary

1822 Kata
Gea sudah ada di kosannya saat ini, lagi dan lagi dia hanya bisa terpuruk saat ini. Melihat bagaimana usaha Rendra yang terus berusaha menjelaskan semuanya seperti tadi. Tentu saja jika mereka masih dalam kondisi baik-baik saja maka Gea akan dengan sangat mudah untuk luluh pada pria itu. Tapi berbeda dengan sekarang, dia tidak bisa semudah itu untuk luluh meskipun hatinya terasa sakit tiap kali menatap wajah Rendra yang tampak tulus di matanya. "Berhenti bersikap bodoh Gea, dia adalah suami orang. Jangan menjadi duri dalam rumah tangganya!" Namun meski bibirnya mampu mengatakan hal itu, tapi pada kenyataannya Gea seolah merasakan seperti ada sebuah belati yang ia tancapkan sendiri ke dalam dadanya. Sesak, nyeri dan sakit yang bercampur menjadi satu hingga membuatnya tanpa sadar tidak bisa lagi membendung air matanya untuk menetes hingga sesenggukan. Gea menelungkupkan kepalanya pada kedua tangannya dalam posisi meringkuk di atas kasurnya sambil bersandar pada dinding mengingat posisi kasurnya yang menempel dinding. Meski kejadian itu sudah berlalu selama satu Minggu lamanya, tapi tetap saja Gea merasakan sangat berat dan sulit untuk bisa merelakan sosok Rendra yang sudah terlanjur masuk terlalu dalam di hatinya. Jika ada pepatah yang mengatakan bahwa jika seorang wanita jatuh cinta maka dia akan menjadi buta dan bodoh, maka Gea sangat meyakini hal itu sekarang. Karena dia adalah gambaran wanita bodoh itu sendiri untuk saat ini. Meski di antara dia dan Rendra masih belum ada kata putus atau mengakhiri hubungan keduanya, tapi Gea hanya berusaha terus-terusan menghindar. Ia bahkan masih belum siap untuk melayagkan kata putus pada pria itu hingga kini. Suara notifikasi pada layar ponselnya membuat Gea mengalihkan pikirannya dan membuka aplikasi w******p miliknya. Dia rupanya telah di-mantion oleh salah satu penghuni kosan di dalam grup kos. 'Mbak Gea ada paketan punya mbak, saya taruh di etalase depan ya.' begitulah isi pesan yang disampaikan oleh Indri padanya. Kening Gea mengerut, dia berpikir lagi kapan dia membeli sesuatu via online shop sebelumnya. Bahkan gadis itu sampai membuka aplikasi online shop di ponselnya untuk memastikan apa dia pernah membeli sesuatu yang mungkin dia lupakan. "Tidak ada membeli apapun, lalu siapa?" Tak ingin terus sibuk dengan pemikirannya mengenai siapa pemilik paketan atas namanya tersebut, ini Gea segera berjalan keluar dari kamar kosnya menuju ke etalase depan. Entah mengapa Gea merasa gelisah saat hendak mematikan paket tersebut. Setelah mengambilnya dan memastikan bahwa paket tersebut memang atas nama Gea Cantika Sari, gadis itu segera membawanya ke dalam kamar kosnya. Gea yang sudah terlanjur penasaran tampak ragu dan was-was hendak membuka isi paketan tersebut, namun dia memberanikan diri untuk membuka bingkisan kotak persegi tersebut yang berukuran sedang. Saat Gea berhasil membukanya, kedua matanya tanpa sadar kembali berkaca-kaca, Gea menutup mulutnya dengan kedua tangannya yang bergetar. Rupanya isi dari bingkisan tersebut adalah sebuah tas yang cukup mungil namun sangat cantik untuknya. Dan sebagai seorang SPG, Gea tahu dengan jelas bahwa tas yang dia pegang saat ini bukanlah tas murahan yang banyak di jual di online shop, bahkan ia di dalam kotak tersebut juga terdapat box serta totebag yang membungkus tasnya, juga kartu member yang biasanya terdapat pada sebuah tas original. Ada sebuah lambang YSL pada tas tersebut, yang Gea tahu dengan persis bahwa gajinya sebulan saja tidak akan mampu untuk membeli tas tersebut. Jangankan sebulan, bahkan gajinya selama satu tahun juga belum tentu bisa membelinya. Gea dengan segera langsung membuka ponselnya dan mengetikkan keyword 'Saint Laurent Loulou Toy In Matelasse "Y" Leather Crossbody Bag'. Setelah mengetahuinya Gea kembali ternganga, melihat harga tas tersebut yang sangat tidak masuk akal bagi orang dengan ekonomi pas-pasan sepertinya. Otaknya benar-benar tidak habis pikir melihat tas seharga 50 juta ada di tangannya kini. "Siapa orang gila yang memberikanku tas semahal ini?" Masih sibuk dengan pemikirannya, tak lama pandangan gadis itu teralihkan ke secarik kertas yang ada di sela-sela kotak tas tersebut. Gea segera mengambilnya dan membuka kertas yang dilipat dengan rapi tersebut dengan degup jantung yang berdebar. 'Happy anniversary 6 bulan Sayang. Semoga kamu marahnya nggak lama-lama. Rendra.' Gea pada akhirnya mengetahui siapa orang yang memberikannya hadiah semewah ini. Jujur saja setelah membaca secarik kertas dengan pesan singkat tersebut langsung membuat pertahanan diri Gea kembali runtuh. Gadis itu jika boleh jujur sudah sangat merindukan Rendra, dia merindukan segala sesuatu yang ada pada diri pria itu. Bagaimana pria itu memedulikannya, memberikan perhatian yang selama ini tidak dia dapatkan dari keluarga maupun orang-orang terdekatnya. Bagaimana pria itu mampu menjadi sosok yang mengerti Gea dan memahaminya. Gadis itu tanpa sadar sudah terlalu dalam memberikan hatinya pada pria yang ternyata bukan miliknya. "Andai aku boleh egois memilikimu seutuhnya Mas. Tapi aku tahu ini salah." Gea benci melihat dirinya yang seperti ini, dia enggan untuk mengakui bahwa dia sulit untuk bisa merelakan pria itu bersama dengan istrinya. Sekali pun gadis itu tahu bahwa apa yang tengah dia hadapi saat ini sama seperti dia tengah mencoba untuk bermain api lebih besar lagi. Tentu saja Gea tahu apa risiko dan konsekuensi jika dia tetap memilih untuk melanjutkan hubungan terlarang ini. Untuk sementara ini gadis itu hanya ingin waktu sendiri, mencoba menjernihkan pikirannya dari bayang-bayang Rendra yang sangat sulit untuk dia hilangkan dari kepalanya. *** Di sisi lain sosok wanita berusia 30 tahunan tengah sibuk memasak di dapur, sesekali dia bersenandung sambil menumis kangkung dan juga menggoreng ikan dan juga membuat ayam goreng bumbu kuning. Dia tampak fokus memasak dan sesekali mencicipi masakannya hingga merasa bumbunya pas. "Kamu mau kemana Mas?" Rana langsung saja menolehkan kepalanya begitu mendengar suara tapak kaki yang tidak asing baginya. Suara langkah kaki Rendra yang tampak terburu-buru untuk turun dari lantai atas dengan memakai pakaian rapi serta parfum yang wangi, bahkan jelas sekali rambut pria itu tampak klimis siang ini. "Ada klien ingin bertemu membahas masalah pekerjaan." "Tapi aku baru selesai bikin makan siang loh Mas, kamu gak mau makan dulu?" "Nanti malam aja, aku buru-buru." Rendra mendekat ke arah Rana yang saat ini masih mengenakan celemek dan baru saja mematikan kompor. "Aku pergi dulu." Setelah mencium kening Rana, Rendra dengan segera bergegas keluar dari rumah meninggalkan Rana yang masih diam mematung melihat punggung pria itu hingga menghilang dari pandangannya. Rana lalu melihat lagi lauk yang sudah selesai dia masak kali ini dengan pandangan nanar. Entah mengapa dia tiba-tiba saja merasakan kedua matanya memanas tanpa sebab. Namun dengan segera dia menghapus air matanya dan segera membawa lauk tersebut untuk dia letakkan di atas meja makan. Wanita itu merasa bahwa apa yang dikatakan oleh Rendra tidak sepenuhnya benar, entah dia mendapatkan feeling dari mana. Hanya saja ia cukup mempercayai intuisinya akan hal itu, meski sikap pria itu tidak begitu berubah dari awal hingga saat ini. Tapi entahlah Rana juga bingung dengan apa yang dirasakannya, bukankah dulu dia berharap agar pria itu tidak begitu sering ada di rumah seperti ini. Tapi saat pria itu melakukannya dan tidak begitu mengacuhkannya akhir-akhir ini, entah mengapa Rana merasa bahwa dia seperti agak kehilangan. Menggelengkan kepalanya, wanita cantik itu kini melepaskan celemek yang dikenakannya. Dia lalu memakan masakannya sendiri sambil sesekali melamunkan banyak hal. Bahkan saat tengah makan, tanpa sadar air matanya kembali menetes padahal ia sama sekali tidak tahu mengapa dia harus menangis. "Kenapa harus sesakit ini, bukankah ini yang kuinginkan?" Rana berhenti menyuapkan makanan ke bibirnya, dia lalu menggeser piring makannya ke samping dan menelungkupkan kepalanya pada meja makan. Suara isak tangis terdengar, kedua bahu wanita itu bergetar pelan. Ia menangis dalam diam, tidak bisa memungkiri segala macam pikiran negatif yang terus saja berseliweran di dalam benaknya. Meski itu semua hanya dugaannya saja, tapi entah mengapa rasanya tetap sakit dan sangat sulit untuk bisa menenangkan dirinya dan berkata bahwa dia masih baik-baik saja untuk saat ini. Setelah beberapa saat terus menangis sendirian, Rana lalu berdiri dari meja makan. Nafsu makannya sudah hilang, dia saat ini memilih untuk kembali ke lantai atas. Ia ingin mandi dan menenangkan pikirannya dengan berendam di dalam bathup agar tidak lagi memikirkan hal-hal yang tidak perlu dia pikirkan. Sesampainya di dalam kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, Rana perlahan membuka tiap helai pakaian yang dia kenakan. Wanita itu berdiri di depan cermin yang memantulkan bentuk tubuhnya mulai dari atas hingga bawah secara keseluruhan. Rana melihat beberapa bercak merah keunguan pada tubuhnya, bahkan beberapa di antara bercak itu masih terasa nyeri saat dia memegangnya. Lagi, air matanya kembali luruh secara perlahan dan dia langsung mengusapnya dengan segera. Enggan melihat bagaimana rapuhnya dia saat ini. Lalu Rana berjalan masuk ke dalam bathup berisi air hangat dengan esensial oil yang menenangkan di dalam bak mandi tersebut. Menggosok setiap tubuhnya dengan pelan, meski sekali lagi wanita itu masih saja melamun. *** 'Aku ada di luar, keluarlah. Aku ingin kita berbicara empat mata dan menyelesaikan semua masalah ini hari ini. Rendra.' Gea melihat notif pesan yang dikirimkan oleh Rendra, dia tidak langsung membalas pesan tersebut. Melainkan Gea masih sibuk berdebat dengan dirinya sendiri mengenai apa yang harus dia lakukan saat ini. Rasanya tidak mudah untuk kembali menghadapi pria itu di saat perasaannya masih campur aduk seperti ini. Ia takut terlalu impulsif dalam mengambil keputusan apapun yang memungkinkan untuk dia lakukan secara tidak dia sadari untuk masa depannya nanti. 'Aku tidak akan pergi sebelum kamu keluar dan menemuiku. Percayalah, aku hanya ingin melakukan yang terbaik untuk hubungan kita Sayang. Rendra.' Lagi, membaca pesan kedua yang dikirimkan oleh Rendra membuat Gea pada akhirnya luluh. Dengan segera dia berganti pakaian dan mencuci muka terlebih dahulu. Gea bahkan mengenakan riasan natural dan menyemprotkan parfum aroma vanila favoritnya terlebih dahulu seolah dia secara refleks melakukan hal itu ketika hendak bertemu dengan pria yang spesial baginya. Gadis itu lalu selesai dan tak lupa dia membawa kotak berisi tas yang tidak beberapa lama tadi dia terima juga. Gea berniat untuk mengembalikan tas tersebut karena dia merasa bahwa dia tidak layak akan tas semahal itu. Gea membuka gembok pagar kosannya yang menggunakan sandi berupa angka sebelum keluar dan kembali menutup gerbangnya. Dia dapat dengan jelas melihat mobil milik pria itu yang ada tepat di depan kosannya. Dengan hati berdebar Gea berjalan mendekat ke arah Rendra, masuk ke dalam mobil pria itu dengan memberanikan diri dan juga degup jantung yang berdebar kencang. "Aku ingin mengembalikan ini saja, terima kasih sebelumnya." Gea tidak berani menatap wajah maupun mata Rendra saat mengatakannya, dia hanya memalingkan wajahnya dan menggeser tas pemberian Rendra ke arah pria itu sebelum kembali membuka pintu mobil hendak keluar begitu saja. "Siapa yang mengijinkan kamu untuk keluar begitu saja?" Suara serak dan berat itu terasa sangat dekat di telinga Gea, membuat gadis itu tercekat dan tanpa sadar menahan napasnya karena terkejut. Rendra mendekat ke arah Gea dan kembali menutup pintu mobilnya, lalu dia tak lupa mengunci pintu mobilnya agar Gea tidak lagi berusaha untuk kabur sebelum dia selesai menjelaskan semuanya untuk kembali memperbaiki hubungan mereka seperti sedia kala. "Aku ingin keluar Mas, kurasa sudah tidak ada lagi yang bisa kita bicarakan di sini. Aku tidak ingin menjadi orang ketiga dalam hubungan kalian, kumohon jangan mempersulitku. Lebih baik hubungan kita cukup sampai di sini ...," "Kalau kamu memang ingin mengakhiri hubungan ini, lalu kenapa kamu menangis dan tidak berani menatapku secara langsung saat berbicara?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN